Share

6. Berharap.

Satu minggu setelah kejadian penyerangan, selama itu juga Zafirah tidak bertemu dengan Azril. Seperti hari ini Zafirah hanya berdiam diri di dalam kamar. Tidak ada aktivitas yang bisa dilakukan olehnya selain melakukan kewajibannya pada pemilik kehidupan. 

Suara pintu terbuka mengalihkan perhatiannya. Terlihat Melati membawa nampan berisi makan siang dirinya.

 

"Selamat siang nyonya, bibi bawa makan siang. Semoga nyonya menyukai masakan Bibi,"

Melati tersenyum ramah pada wanita bercadar yang berada di hadapannya. 

"Terima kasih Bi, apapun masakan bibi aku menyukainya," sahut Zafirah dengan senyum indahnya. 

"Nyonya, tuan Azril sudah mengizinkan Nyonya keluar dari kamar, akhirnya tuan sadar juga ya, Nyonya,"

Zafirah menganggukkan kepalanya sebagai jawaban Zafirah tidak ingin terlalu berharap. Di izinkan keluar dari kamar bukan berarti bebas, mengingat kekasih suaminya tidak menyukainya. 

"Nyonya, apa ada yang menganggu pikiran nyonya? Atau masakan bibi tidak enak, biar nanti bibi ganti. Nyonya mau makan apa?" 

Zafirah tersenyum menatap wajah Melati yang terlihat panik, senyumnya berganti tawa lebar membuat Melati merasakan bahagian tersendiri.

"Bibi berapa kali aku katakan, jangan memanggilku Nyonya. Panggil aku dengan nama Zafirah,"

Melati yang mendengar apa yang di katakan Zafirah hanya tersenyum bangga dan kagum. Dengan sosok wanita yang menjadi istri Azril.

"Bukankah sudah menyandang Nyonya Azril,"

Zafirah menganggukkan kepalanya. Senyumnya berlahan memudar tetapi berapa saat kembali tersenyum.

"Bibi benar, status sebagai istri. Tidak lain tidak mungkin hanya di ata kertas,"

Zafirah mengambi nasi dan menyantapnya setelah membaca doa. Bi Melati menghela napasnya menahan rasa yang tidak bisa ia gambarkan saat ini.

"Nyonya, Bibi keluar dulu. Ingat nanti keluar ya, akan Bibi ajak melihat taman yang berada di samping," pamitnya pada Zafirah. 

"Iya Bi, nanti aku akan keluar,"  

Usai menyantap makan siang, Zafirah keluar dari kamar membawa nampan. Saat nenutuni tangga tanpa sengaja berpapasan dengan Azril yang baru kembali dari kantor.

Sebagai seorang istri Zafirah menyambut sang suami. 

Zafirah mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Azril, namun dengan kasarnya Azril menepis tangan Zafirah meninggalkan begitu saja, tetapi kata-kata yang terlontar dari bibir Azril kembali mengingatkan posisinya.

"Jaga sikapmu di depanku Zafirah!" Ucapnya kasar.

"Maaf kak Azril," ucapan Zafirah terpotong oleh suara Azril yang dingin. 

"Nanti malam jangan perlihatkan dirimu disini atau,"

Suara Azril terputus saat seseorang memanggilnya. 

"Azril sayang, biarkan dia membantu para pelayan. Bukankah kita membutuhkan tenaga lebih untuk nanti malam?"

Jelita yang berjalan kearah Azril dengan pakaian yang seksi. 

"Kamu benar sayang sekali sayang,"

Azril mencium bibir jelita dengan rakusnya. Tidak peduli Zafirah melihat apa yang ia lakukan dengan Jelita.

"Astaghfirullah, kak Azril. Apa yang kalian lakukan? Ingat kak kalian bukan mahram,"

Azril menghentikan ciumannya, dan nenatap nyalang pada Zafirah. 

"Jangan ikut campur urusanku Zafirah!! Kamu hanya seorang istri di atas kertas. Bahkan sampai detik ini aku tidak pernah menganggap pernikahan kita!!"

Azril berlalu dari hadapan Zafirah dengan merangkul pinggang Jelita dengan posesif. Zafirah hanya diam  menatapnya tidak percaya dengan pemandangan di depannya.

Tawa mereka terdengar begitu nyaring, melihat sikap Jelita yang bergelayut manja di lengan Azril, mereka menuju kamar utama, kamar yang seharusnya menjadi kamar Zafirah. 

"Nyonya, biar saya bantu," Melati mengambil nampan yang berada di tangan Zafirah. 

"Eeh! Bibi, terima kasih hampir saja jatuh!"

Zafirah yang terkejut saat nampan di tangannya telah berpindah ke tangan Melati.

"Nyonya, sebaiknya Anda istirahat di kamar, tidak perlu turun kebawa membawa nampan," ucap Melati pada Zafirah. 

"Sudahlah Bi, ini tidak bwraot ko, lagi pula aku ingin turun. Oh iya, Bi. Bukankah nanti malam ada acara? Biar aku bantu ya, bi?" tanya Zafirah pada Melati.

"Iya nyonya, sebenarnya ini bukan pesta tapi kumpul-kumpul teman tuan Azril,"

Penjelasan dari Melati membuat Zafirah menganggukkan kepalanya mengerti.

Di kamar utama, jelita yang berapa kali melakukan pelepasan. Membuat tubuhnya terkulai lemas, namun Azril terlihat tanpa lelah tidak ingin menghentikan kegiatan panasnya. 

Melihat tubuh Jelita yang terkulai lemah membuat Azril menghentikan aktifitasnya.  

"Sayang tidurlah, aku masih ada pekerjaan yang harus di selesaikan sekarang."

Azril meninggalkan jelata yang tertidur karena kelelahan. Ia memilih menyelesaikan pekerjaan sebelum acara nanti malam yang akan berlangsung cukup lama.

Azril menyambar pakaian yang tergeletak di sembarang tempat dan membawanya kekamar mandi. Lima belas menit Azril keluar dari kamar mandi dengan penampilan yang lebih segar. 

Azril yang memberikan tugas pada Adam untuk menyiapkan acara ulang tahun kekasihnya nanti malam. Azril tidak ingin ada kesalahan apapun saat pesta malam nanti. Selain acara kumpul-kumpul tetapi acara ulang tahun Jelita.

"Dam, apa kamu sudah menyiapkan semua untuk acara nanti malam? Aku tidak ingin ada kesalahan apapun?"  

"Sembilan puluh sembilan persen sudah Tuan. Anda tidak perlu khuwatir,"

"Baiklah Dam, aku percaya padamu,"

Setelah kepergian Adam, Azril melangkah kearah balkon. Dirinya memandang seluruh taman yang akan di jadikan tempat pesta nanti malam. Namun sesuatu yang indah mengalikan pandangannya. 

Azril menatap Zafirah yang tengah membantu Melati sesekali cadarnya berkibar saat terpaan angin menyapa Khimarnya. Pemandangan yang indah membaut Azril enggan untuk berjanjak meskipun seseorang telah melihatnya dari posisi yang tidak jauh darinya.

Sentuhan lembut mengalihkan pandangannya dari wanita bercadar yang berada di taman bersama beberapa pelayan di rumahnya. 

"Apa yang kamu lihat sayang?" Jelita memeluk tubuh Azril dari belakang. 

"Tidak ada sayang, kenapa kamu sudah bangun, hum?"

Azril membalikkan tubuhnya dan mengecup bibir wanita yang di cintainya. 

"Apa kamu memperhatikan wanita ninja itu?" tanya Jelita dengan bibir mengerucut. 

"Apakah kamu cemburu padanya?"

Azril membelai wajah cantik jelita dengan lembut.

"Apa aku salah jika aku cemburu? Melihat kekasihnya tinggal satu atap dengan wanita lain?" tanpa menjawab pertanyaan Azril, jelita balik bertanya. 

"Tidak sayang, kamu tidak salah. Ini semua salahku. Aku berjanji hal ini tidak akan lama,"

Azril memeluk tubuh seksi kekasihnya. 

"Apa kamu tidak akan membohongiku lagi?" Jelita melepas pelukan Azril ia benar-benar kecewa pada Azril.

"Tidak sayang, apa kamu tidak percaya padaku?"

Azril menarik tubuh kekasihnya. Dirinya tidak bisa melihat wanita yang dia cintai bersedih karena ulahnya.

 

"Bagaimana aku harus percaya padamu, Azril? Kamu menikahi wanita lain hanya demi janjimu pada mendiang adikmu? Apa kamu memikirkan perasaan aku pada saat itu hah!" Jelita melapiaskan emosinya pada Azril. 

"Maafkan aku sayang. Aku berjanji setelah tiga bulan aku akan menceraikannya," Azril membiarkan tubuhnya menjadi bulan-bulanan Jelita. Baginya yang terpenting kekasihnya tidak merajuk lagi.

"Kenapa harus menunggu tiga bulan Azril? Kenapa tidak sekarang kamu ceraikan wanita itu, kenapa Azril? Apa kamu mulai mencintai wanita itu hah?!"

Suara tinggi Jelita membuat para pelayan menatap kearah balkon, tidak terkecuali Zafirah. 

Zafirah yang mendengar percakapan mereka hanya bisa menghela napasnya, dirinya menyadari jika pernikahannya akan membuat hati orang lain terluka. Namun dirinya kini menjadi istri sah Azril, yang memiliki hak sepenuhnya atas diri Azri. 

"Nyonya, sebaiknya istirahat. Biarkan bibi yang menyelesaikannya,"

Melati mendengar perdebatan antara Jelita dengan Azril semakin iba pada Zafirah. 

"Jika aku lelah, pasti istirahat Bi,"

Zafirah menolak dengan halus ajakan Melati.

"Nyonya, apa boleh bibi bertanya sesuatu, pada Nyonya?" tanya Melati pada Zafirah, Melati tidak ingin bertanya tanpa meminta izin terlebih menyangkut hal yang sensitif. 

"Katakan Bi, Insya Allah aku akan menjawab pertanyaan bibi,"

Zafirah menyentuh tangan wanita paruh baya yang berada di sampingnya. 

"Apakah nyonya wanita yang akan di nikahi mas Zaki?" Melati bertanya dengan perasaan ragu. 

Zafirah memandangan taman yang telah selesai di sulap menjadi indah dan berbagai lampu dan bunga kini terpasang di setiap sudut taman. 

"Iya Bi, aku Zafirah wanita yang akan di nikahi kak Zaki," sahut Zafirah sendu. 

"Apa nyonya sangat mencintai mas Zaki?"

Pertanyaan Melati menyentil hati Zafirah. Cintanya telah hilang bersama dengan jasad pria yang telah menta'aruf dirinya.

"Jika dulu iya Bi, tapi tidak sekarang," sahut Zafirah pelan. 

"Apa semudah itu nyonya melupakan mas Zaki?"

Zafirah kembali tersenyum mendengar perkataannya Melati menyadari Melati begitu menyayangi Zaki membuatnya bertanya tanpa mengerti jika pertanyaannya tidak pada tempatnya.  

"Bi, aku tidak bisa mencintai pria lain selain suamiku. Dosa Bi mencintai pria lain yang bukan mahromnya."

jawaban Zafirah membuat Melati tersenyum kagum pada wanita bercadar di sampingnya. 

"Bibi banyak belajar pada nyonya," Melati tersipu malu, membuat Zafirah tertawa. 

 

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rafli123
terima kasih kak, jangan lupa baca juga ceritaku yang lain yaaa...
goodnovel comment avatar
alanasyifa11
waah aku suka banget sama cerita romance yang kayak gini ... ngga sabar buat baca semua ceritanya~ btw author gaada sosmed kah? aku pingin follow
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status