Romi terdiam setelah mengetahui apa yang baru saja ia lihat dan dengarkan. Hatinya bahagia namun ia merasakan kesedihan dalam waktu bersamaan. Perjuangannya berakhir sebelum ia memulainya lagi, ada kebagian yang harus ia pikirkan. Jika ingin ia egois maka ia akan merebut kebahagiaannya, tetapi hati kecilnya menolak untuk melakukan hal itu. Ada senyum anak yang tidak berdosa jika ia memaksakan diri untuk melangkah, maka kebahagiaan seorang anak kecil akan hilang.Romi menghela napasnya dalam. Pertemuan pertama dengan Zafirah hingga ia jatuh cinta pada istri dari sahabatnya. Ketidak adilan yang di terima oleh Zafirah semakin membuat Romi membencinya bahkan cinta yang tumbuh semakin dalam seiring waktu yang berjalan. Namun semua harus hilang seiring dengan kebahagiaan seorang anak yang ia anggap putrinya sendiri."Assalamualaikum,""Wa'alaikumsalam, Verra? Kamu kesini, ada apa?" Romi menatap sosok wanita yang kini berjalan ke arahnya. Wanita yang akan ia nikahi berapa hari ke depan."A
Seorang wanita bercadar tengah mengajar anak-anak di musholla. Namun kehadiran Pamannya membuatnya terkejut. Pasalnya, Pamannya tidak pernah menemuinya saat sedang mengajar. "Assalamualaikum Zafirah, bisakah kamu pulang sebentar?" ucap sang Paman. "Wa'alaikumsalam, Paman ada apa?" "Bisakah, anak-anak kamu pulangkan lebih awal? Ada yang ingin Paman bicarakan denganmu," "Baiklah, Paman. Tunggu sebentar,""Kalau begitu, Paman pulang dulu. Assalamualaikum!""Wa'alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatu, hati-hati Paman!" "Iya Zafirah, kamu juga hati-hati!" Zafirah memulangkan anak didiknya lebih cepat sesuai keinginan Pamannya. Rasa penasaran yang membuatnya semakin mempercepat langkah kakinya menuju tempat tinggalnya. Jarak musholla ke rumah hanya di tempuh lima belas menit. Sesampaimya di depan rumah sederhana, Zafirah di kejutkan dengan adanya mobil mewah terparkir di depan rumah Pamannya, membuatnya semakin penasaran. "Assalamualaikum Paman, Zafirah pulang!" Langkah Zafirah terhen
Sehari sebelum pernikahan, tidak seperti gadis pada umumnya yang akan menikah.Di kediaman Ferdi. Paman Zafirah, terlihat tidak ada aktivitas apapun, Zafirah tidak menginginkan adanya pesta dalam pernikahannya. Namun dirinya menginginkan pernikahan yang sederhana, hanya ada keluarga dan para tetangga dan kehadiran anak didiknya. Seperti hari ini, Zafirah hanya duduk di dalam kamar. Ingatannya tidak lepas dari surat dari Umi dan Abahnya. 'Teruntuk Bidadari Umi dan Abah...Assalamualaikum Zafirah. Saat kamu membaca surat ini, itu artinya kamu akan menjalani hidup sebagai seorang istri. Sayangnya Umi dan Abah, tidak bisa mendampingi putri Umi saat akan memulai hidup baru dengan pria yang akan menjadi imam untukmu. Zafirah sayang, pakailah perhiasan ini saat kamu akan menikah. Sayang, ini adalah warisan dari Kakek dan Nenekmu. Pakailah di hari bahagia kamu. Maafkan Umi dan Abah sayang, di hari bahagiamu kami tidak berada di sampingmu. Tapi Umi selalu menjagamu dari surga, jadilah istri y
Azril menatap tubuh kaku sang adik yang terbujur kaku di atas brankar, kain putih kini menutupi sekujur tubuhnya, dan air matanya telah mengering. Tubuhnya tidak ada lagi tenaga bagai raga tanpa nyawa, penampilannya berantakan. Bahkan orang tidak mengenali jika dirinya seorang CEO di perusahaan ternama. Jelita yang berada di sampingnya sudah berusaha untuk menghiburnya, namun semua gagal hingga langkah orang yang berlari mengalihkan pandangannya dari Azril. "Assalamualaikum, saya Fredi dan ini Zafirah," ucap Fredi pada Jelita dan Azril. "Wa'alaikumsalam, silakan Paman," Azril menatap dua orang yang berdiri tidak jauh darinya. "Paman Fredi, saya abangnya Zaki," Azril berdiri mendekati Fredi, berjabat tangan dengan pria paruh baya di depannya."Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa sampai terjadi kecelakaan, dan kenapa kita berada di sini?"Fredi mencecar pertanyaan pada Azril. Dirinya mengerti jika berada di depan ruangan yang banyak di takuti orang. Paman Ferdi berusaha menepis pradu
Sebulan sudah Paman dan Zaki meninggalkan dirinya. Selama itu juga Zafirah berusaha melupakan kenangan indahnya bersama Paman. Meskipun sulit, namun Zafirah harus merelakan kepergian orang terkasihnya, orang tua satu-satunya yang ia miliki di dunia ini.Tidak ingin berlarut-larut dalam kesedihan, Zafirah kini menyibukkan dirinya lebih dari biasanya. Tawaran mengajar di desa tetangga berdatangan, dirinya tidak cuma mengajar di musholla di desanya, namun juga di desa tetangga. Seperti hari ini setelah mengajar di desa sebelah, tanpa merasa lelah Zafirah kembali ke musholla hanya untuk memberikan sumbangan untuk perbaikan musholla. Hasil pemberian penduduk desa ia masukkan untuk kotak amat di musholla. Dengan mengendari sepeda motor bututnya. Akhirnya, Zafirah sampai di rumah sederhananya. Saat memasuki pekarangan rumahnya, terlihat mobil mawah telah terparkir di halaman rumahnya. "Assalamualaikum, maaf mau cari siapa?" kata Zafirah rasa penasaran dan rasa takut membuatnya tetap berdir
Di sepertiga malam Zafirah terbangun, Zafirah yang terbiasa bangun di tengah malam meskipun baru berapa jam ia memejamkan matanya. Usai menjalankan Salat tahajud, Zafirah melanjutkan membaca Al Qur'an. Hingga terdengar langkah kaki melewati kamarnya.Zafirah mempertajam pendengarannya. Suara gelak tawa membuat Zafirah merasa penasaran, berlahan Zafirah membuka pintu balkon yang mengarah ke kolam renang yang berada tepat di bawahnya. "Astaghfirullahaladzim, apa yang mereka lakukan?"Zafirah memalingkan wajahnya saat melihat pemandangan di depannya. Bagaimana Azril yang tengah memadu kasih dengan seorang wanita di dalam kolam renang. Tanpa memikirkan orang lain yang akan melihat tingkah laku mereka.Zafirah melanjutkan mengajinya dan berusaha melupakan apa yang di lihatnya, namun bayangan tubuh Azril yang berada di atas wanita itu membuat perasaannya sakit. Zafira menyadari jika yang di lakukan Azril adalah perbuatan yang dilarang agama. Namun, Zafirah tidak bisa berbuat apapun. Tidak
Satu minggu setelah kejadian penyerangan, selama itu juga Zafirah tidak bertemu dengan Azril. Seperti hari ini Zafirah hanya berdiam diri di dalam kamar. Tidak ada aktivitas yang bisa dilakukan olehnya selain melakukan kewajibannya pada pemilik kehidupan. Suara pintu terbuka mengalihkan perhatiannya. Terlihat Melati membawa nampan berisi makan siang dirinya."Selamat siang nyonya, bibi bawa makan siang. Semoga nyonya menyukai masakan Bibi,"Melati tersenyum ramah pada wanita bercadar yang berada di hadapannya. "Terima kasih Bi, apapun masakan bibi aku menyukainya," sahut Zafirah dengan senyum indahnya. "Nyonya, tuan Azril sudah mengizinkan Nyonya keluar dari kamar, akhirnya tuan sadar juga ya, Nyonya,"Zafirah menganggukkan kepalanya sebagai jawaban Zafirah tidak ingin terlalu berharap. Di izinkan keluar dari kamar bukan berarti bebas, mengingat kekasih suaminya tidak menyukainya. "Nyonya, apa ada yang menganggu pikiran nyonya? Atau masakan bibi tidak enak, biar nanti bibi ganti. N
Waktu menunjukkan tepat pukul delapan malam, para pelayan dan berapa tamu yang mulai berdatangan. Di kamar utama Jelita bersama Azril tengah bersiap dengan penampilan yang luar biasa. Jelita yang memakai gaun malam tanpa lengan dan panjang gaunnya hingga menjuntai kelantai, bagian atas kerah yang berbentuk huruf V membuat bagian tulang selangka terlihat jelas. Azril yang malam ini memakai setelan Tuxedo dengan warna senada dengan Jelita. Penampilan mereka bagaikan ratu dan raja. Mereka menuruni tangga, tangan jelita bergelayut di lengan Azril. Para tamu menyambut kedatangan pasangan yang malam ini terlihat serasi. "Wahh!! Kalian kapan menikah? Sudah lama kalian menjalin hubungan, apa kalian tidak takut bosan?" Romi sahabat Azril menyambut pemilik pesta dengan terus menggodanya. "Kami akan menikah sebentar lagi, siapkan kado terindah untuk kami Romi!"Jelita menjawab perkataan Romi dengan tawa yang penuh arti. "Jangan khawatir, aku pastikan hadiahnya sangat istimewa."Romi menepuk