"Apa Anda tidak bisa melihat jalan dengan benar, Nona?" Kata pria yang baru saja Belia tabrak.
"Maafkan saya Tuan, maafkan saya tidak sengaja menabrak, Anda." Belia masih dengan pandangan ditundukkan berusaha mengelap minuman coklat yang memenuhi pakaiannya. Pria yang Belia tabrak itu melirik ke arah gamis yang tadi gadis itu pakai berwarna putih, kini sudah berubah coklat akibat minumannya. Untung saja bukan pria itu yang menabrak si wanita tersebut. Tapi Belia lah yang tak sengaja menabrak dia. Pikir si pria. Tangan pria itu bergerak mengeluarkan sesuatu dari balik sakunya. "Pakai ini untuk membersihkan baju, Nona," ujarnya mengulur tangan memberi gadis di hadapannya sapu tangan yang dia keluarkan dari saku. Tangan Belia yang sibuk membersihkan baju gamisnya terhenti, ketika melihat tangan laki-laki itu bergelantungan dengan sapu tangan kecil berwarna hijau di genggamannya. Reflex Belia mengangkat pandangan melihat sosok laki-laki tampan yang tidak asing berdiri tepat di hadapannya. "Astaghfirullahaladzim!" Pekiknya tanpa sadar mundur ke belakang sehingga tanpa sengaja punggungnya hampir saja menabrak seorang pelayan yang sedang membawa nampan berisi makanan kalau Elvan tak segera menarik lengannya. Iya, ternyata pria yang Belia tabrak barusan adalah Elvan. Hingga saat ia melihat sosok laki-laki itu, membuat Belia terperanjat kaget tak bisa mengontrol diri hampir terjatuh menimpa pelayanan tersebut kalau Elvan tidak segera mencegah. Fokus wanita itu hanya pada pelayan di punggungnya tanpa menyadari saat ini ia sedang berada dalam pelukan pria yang dia anggap penghancur hidupnya. "Hati-hati Mbak, hampir saja Mbak menabrak saya." Kata si pelayan tetap ramah segera beredar pergi. Belia yang masih shock melihat sosok Elvan, masih terdiam bungkam dengan wajah memucat. Usai kepergian pelayan, wanita itu kembali melihat Elvan yang dalam posisi memeluk pinggangnya. Deg! Bola mata keduanya bertemu dalam posisi yang sangat dekat. Mata Belia menatap kedua netra tajam Elvan dengan pandangan berkaca-kaca. Dia sangat membenci pria itu tapi tak menyadari kalau posisinya berada dalam pelukan si pria. Di lain sisi. Seorang anak kecil yang sedang duduk di atas meja seperti menunggu seseorang dengan pandangan sesekali melihat ke arah dalam restoran berharap orang yang dia tunggu akan segera tiba. "Om Elvan ke mana ya? Kenapa Om Elvan-nya lama sekali? Padahal katanya cuma mau ambilin aku coklat dingin." Gumam seorang gadis kecil berusia sekitaran 6 tahun menggendong ransel dan memakai seragam TK. Drrt drrt Ponsel Elvan yang ada di atas meja tiba-tiba berdering tanda seseorang sedang menghubunginya. "Papa." Gumam Hisya yang menunggu Pamannya. Segera gadis kecil itu mengangkat panggilan dari seseorang yang menelpon yang ternyata adalah Papanya. "Hello, Pa? Assalamualaikum." Kata Hisya. "Waalaikumsalam. Hisya, apa Hisya sudah di jemput sama Om Elvan?" Tanya Alvan adik kembaran Elvan. "Iya, Pa. Sekarang Hisya ada di restoran kegemaran Hisya, Hisya sengaja ngajak Om Elvan mampir sebenar minum coklat dingin." Jelas anak kecil itu kegirangan. Ternyata keberadaan Elvan di sana karena ajakan dari si ponakan anak dari adik kembarannya. Iya, Elvan ternyata memiliki seorang kembaran yang bernama Alvan. Keduanya hampir terlihat tak bisa dibedakan, mereka benar-benar mirip seperti satu orang yang sama. Bahkan suara Elvan dan Alvan juga tak bisa dibedakan. "Lalu, Om-nya mana Hisya? Kok sepertinya Papa tidak mendengar suara Om Elvan?" "Oh, Om Elvan pergi ambil pesanan Hisya sebentar, Pa," jawabnya. "Oh. Kalau begitu aku tutup dulu ya, nanti Papa telepon lagi," kata Alvan. "Bentar Pa, Hisya mau tanya, apa ibu sudah pulang?" Tanya Hisya mengingat ibunya yang sudah berapa hari tidak pernah pulang dengan alasan sibuk. Menarik nafas berat, "Belum, mungkin malam nanti Ibu pulang. Kamu sabar dulu ya sayang, tinggal sama Om Elvan dulu ya?" Alvan berusaha agar tidak membuat putrinya kecewa dengan sikap istrinya yang terlalu egois mementingkan diri sendiri. "Iya, Pa." Dari nada gadis berusia 6 tahun itu terdengar jelas kalau dia sedang kecewa dengan sikap ibunya yang begitu sibuk. Alvan hanya bisa menutup panggilan tak sanggup membayang kekecewaan dari Putri kecilnya. Fira benar-benar sudah keterlaluan! Batin Alvan tak habis pikir dengan sikap istrinya. Kembali pada Elvan dan Belia. Setelah berlalu beberapa menit, Belia baru menyadari posisinya. Ia buru-buru mendorong pria itu menjauh dari tubuhnya bergegas pergi dari hadapan Elvan dengan langkah cepat. Elvan masih menatap punggung wanita itu yang dia rasa tidak asing dengan tatapannya. Aku merasa seperti pernah melihat mata itu. Tapi aku tidak bisa ingat, di mana aku pernah melihatnya... Batin Elvan. """ "Dari mana saja kau!""Menikahlah denganku." "Tidak! Aku tidak mau menikah denganmu! Kau itu laki-laki yang paling aku benci! Lalu untuk apa aku mau menikah denganmu!" Jawab Belia menatap Elvan yang mengajaknya menikah."Karena apa? Karena alasan seperti apa? Dan apa yang membuatmu begitu membenciku? Aku merasa sebelumnya kita tidak pernah ada masalah di antara satu sama lain, hingga bisa membuat kau membenci ku.." ucap Elvan.Belia langsung menarik cadar yang menutupi wajahnya selama ini memperlihatkan siapa dia yang sesungguhnya."Apa kau masih mengingat wajahku?" DEG"K-kau..." "Argh!" Belia langsung terbangun dari tidurnya dengan nafas terengah-engah."Belia? Ada apa?" Rosa menyentuh bahu wanita itu yang terbangun tiba-tiba dari tidurnya.Belia langsung melihat wajah Rosa, "T-tidak, a-aku tidak apa-apa." Belia mengedar pandangan, ternyata mereka berdua masih ada di halte bus. Semasa diusir tadi, mereka berdua tak tahu mau ke mana. Dan akhirnya mereka berakhir istirahat di halte bus. Tadinya Rosa
"Karena hatiku yang menginginkan untuk mengeluarkan mu dari semua bentuk penderitaan. Hatiku tidak suka melihat penderitaanmu... Dan apa yang aku lakukan itu, karena hatiku yang menginginkannya." Elvan berkata terang-terangan pada Belia, kalau dia memang memiliki rasa pada wanita itu.Sejenak kemudian Belia kaget, ia tidak mengerti kenapa Elvan berkata demikian.Apakah pria itu menyukainya? Atau hanya bentuk simpati? Belia tertawa miris saat mengingat perbuatan Elvan yang sudah merenggut kesuciannya."Apa Anda sedang bercanda? Apa yang ingin Anda katakan? Anda ingin bilang kalau saya itu sangat memprihatinkan begitu? Cih! Tidak usah sok kasihan sama saya!" Air mata bercucuran jatuh dari kedua matanya."Tidak, bukan karena prihatin." Jawab Elvan menatap Belia tanpa berkedip."Tapi karena aku menyukaimu." Tambah Elvan membuat Belia membeku.Mereka berdua sama-sama diam dengan kontak mata tanpa diputuskan. Masing-masing sibuk dengan perasaan.Cukup lama keduanya saling diam dan tatap m
DEGBelia membeku melihat Alvan yang memakai pakaian dinas. Sedangkan Elvan memakai baju putih di dalam yang di lapisi jas berwarna silver di luar.Rosa tak beda jauh seperti Belia, dia juga kaget melihat kedua laki-laki yang begitu mirip itu.Jadi mereka kembar? Lalu? yang mana satu kemarin membeli Belia dari suaminya? Pikir Rosa pusing sendiri.Sedangkan Belia menatap kedua pria itu silih berganti dengan perasaan bingung dan benar-benar tidak tahu mana satu laki-laki malam itu?"Belia?" Sapa Elvan pada wanita itu.Belia tak menjawab, tapi terlihat jelas dari tatapan matanya. Kalau dia sedang keliru membedakan antara kedua laki-laki kembar di hadapannya.Dokter Alvan mengerutkan kedua alis."Belia? Belia putri paman Rama?" Tanya Alvan pada kakaknya.Elvan mengangguk tanpa mengalih pandangannya dari mata Belia. Belia sampai menunduk tak sanggup menatap mata Elvan yang seperti mengandung makna mendalam. Lalu yang mana satu laki-laki malam itu? Ayah biologis dari janin yang ada dala
"Bagaimana bisa dia mempunyai jumlah uang yang aku minta. Di mana dia mendapatkan uang sebanyak itu?" Ujar Lion pada dirinya sendiri ketika ia benar-benar menemukan sebesar 5 miliar dalam saldonya."Aku kaya! Aku kaya!" Lion berteriak-teriak seperti orang gila senang melihat uang banyak."Tapi tunggu! Kalau begitu, aku tidak punya lagi pendapatan dari wanita itu! Cih! Bagaimana kalau uang ku sudah habis aku judi kan!" Pikirnya terdiam sejenak."Sepertinya, gadis banyak bacot kemarin itu masih seorang gadis.." ucapnya tersenyum penuh arti.Aku tahu apa yang akan aku lakukan!Drrt drrtTiba-tiba ponsel Lion berbunyi, mendapat panggilan dari nomor tak di kenali."Siapa?" Tit"Hel----" ucapan Lion terputus mendengar suara bariton dari seberang sana."Ceraikan istri mu. Kalau tidak, aku tidak akan segan-segan menunaikan ucapanku kemarin." Ucap Elvan dari seberang panggilan langsung menutup panggilan itu.Tangan Lion bergetar melihat latar ponselnya yang sudah mati."Dimana dia mendapa
"Sakit!" Kaget Rosa ketika ia memeriksa suhu tubuh Belia yang terasa begitu panas."Aku harus segera membawanya ke rumah sakit." Gumam Rosa berusaha memesan gojek melalui online.Usai gadis itu memesan gojek, ia pun memakaikan Belia jilbab dan juga cadar dengan hati-hati.Belia benar-benar seperti tak bisa menggerakkan tubuhnya. Suhu panas dalam diri wanita itu membuat Belia seperti tak sadarkan diri."Kenapa kau panas sekali seperti ini, Belia. Kau membuat aku benar-benar mengkhawatirkan kamu." Ucap Rosa berusaha memapah tubuh sahabatnya dengan air mata menitik.Rosa sangat menyayangi Belia, karena baginya Belia adalah satu-satu sahabat yang dia anggap sebagai keluarga. Rosa anak yang tumbuh di keluarga broken home. Kedua orang tuanya masing-masing sudah menikah. Dan dia memilih bekerja sendiri di minimarket serta hidup di kontrakan.Sebelumnya Rosa hidup bersama ibunya. Akan tetapi dia tidak suka dengan kakak laki-laki tirinya yang seperti menyukainya. Dan sering masuk ke dalam ka
Senyuman merekah terukir dari bibir Lion, ketika Elvan bertanya berapa harga yang Lion inginkan untuk membeli Belia.Tes tes tesTetes bening berjatuhan dari kedua kelopak mata Belia. Sungguh dia merasa, kalau ia tidak punya harga diri sama sekali. Di mana-mana semua laki-laki suka menghargakan dirinya dengan sejumlah uang.Apa begitu murahnya ia di mata semua orang? Apa menurut semua orang yang ada di sekelilingnya dia begitu tidak berharga? Apa orang-orang menilainya semurahan itu? Sungguh sangat tragis nasib hidupnya."Sungguh Anda yakin mampu membelinya? Karena saya menjual istri saya, tidak dengan uang sedikit.." ucap Lion lagi tak sabar ingin menyebutkan nominal uang yang sudah terbayang-bayang di otaknya."Berapapun itu, sama sekali bukan masalah bagiku, asalkan kau tidak akan pernah lagi munculkan dirimu di hadapan Belia, karena dengan kau menjualnya padaku, itu tandanya kau sudah tidak punya hak apa-apa lagi sebagai seorang suami untuknya.""Dan setelah kau menjualnya, mak