Share

Wanita Bermata Hijau
Wanita Bermata Hijau
Author: Siska Kurniawati

Bab 1 Teror Di Malam Hari

“Hmm!! Jangan ... jangan!” seru Jasmine, sambil memegang leher, karena seperti ada yang mencekiknya hingga Jasmine meronta-ronta kesakitan.

“Aaargk!” teriak perempuan yang panik dan ketakutan sontak terbangun. Dia menoleh ke kiri dan kanan, Jasmine melihat adiknya yang berada di kasur depan. 

”Huh! Untung aku tidak membangunkannya,” Jasmine menarik napas dalam-dalam sambil melihat muka dan sekujur tubuhnya yang bermandi keringat, melalui cermin.

Dia pergi ke kamar mandi untuk mengganti baju. Ketika melihat jam menunjukan pukul 02.00 AM dini hari, selalu tepat dia akan terbangun dan memimpikan hal sama. Kejadian tadi membuat Jasmine kehausan. Dia mengendap-endap keluar kamar untuk mengambil minuman di dapur yang berada di lantai satu.

”Sepertinya. Kak Leo sudah tidur,” gumam Jasmine sambil mengambil segelas air dan minum secara cepat.

"Kamu! Harus Mati!" Terdengar suara berat sangat seram.

Dia tersentak hampir menjatuhkan gelas yang ada di tangan. Perempuan berambut ikal panjang sepinggang itu, menoleh ke satu lorong menuju pintu halaman belakang. Tubuhnya gemetar dan menelan ludah sendiri. Lorong itu remang-remang, dari gorden yang terbuka masuk pantulan cahaya bulan. Dia perlahan maju, tangannya mencengkeram kuat ke baju. Mengintip di jendela, iris mata berwarna hijau zamrud pun mulai melihat jauh dan tajam. Dia mendekap mulut tak percaya atas penglihatannya. Ada sosok hitam besar dengan mata merah sedang mengintainya. Terdiam dalam beberapa saat, napasnya mulai tersengal-sengal serta suara jantung terdengar jelas. Sosok hitam itu mendekat. Dia jatuh terduduk, dua kakinya lemas. Banyak suara-suara seram yang semakin kencang. Dia menutup dua telinganya. Tiba-tiba ....

”Tidak. Lepaskan aku!! Lepaskan aku ...!” teriaknya dan memukul juga meronta-ronta sebisa mungkin melepaskan gengaman tangan itu.

”Hei! Jasmine ini aku! Kakakmu, Leo!” seru Leo sambil memegang muka adiknya dan mencoba menyadarkannya.

”Ka-Kak Leo benar ini, Kakak?” tanya Jasmine sambil memeluk erat Leo karena ketakutan.

”Ada apa Jasmine? Kenapa Kamu ada di sini, jam segini pula?” Leo bertanya memberikan pandangan bingung sambil membawa Jasmine ke ruang makan dan memberikannya segelas air putih.

”Entah Kak Leo, Aku juga bingung. Kenapa dengan diriku, pasti di jam segini terbangun dengan mimpi yang sama menakutkan, Kak!” lirih Jasmine menutup muka dengan kedua tangan. 

Hanya kebingungan yang selalu hadir di kehidupan Jasmine,  berujung menangis tersedu-sedu sangat teramat sakit sekilas mengingat ayahnya. Sang Ayah menjadi tumpuan selama dia menjalani takdir yang kejam ini. Sekarang, Leo menganti peran itu selalu melindungi, menyanyangi, dan mendengarkan semua kisah adiknya.

”Apa hal ini selalu terjadi? Sejak kapan kamu mulai merasakan ini?” tanya Leo dengan suara pelan, sambil memegang tangan Jasmine dengan lembut.

”Kak, maaf aku baru menceritakan hal ini. Karena bagaimana pun aku mencoba untuk melupakannya. Dan mencoba untuk tidak aku pedulikan,” tegas Jasmine sambil menghela napas dalam-dalam.

”Sudahlah, Jasmine mungkin kamu memerlukan sedikit waktu. Untuk menceritakan hal ini. Sekarang, kamu kembali tidur, karena besok masuk sekolah!" perintahnya, sembari mengelus rambut silver itu dengan lembut. Dia hanya tersenyum dan memeluk Leo. Hanya ada kata ‘terima kasih’ telah hadir dikisah kehidupannya ini.

”Iya, Kak Leo! Tapi masih takut untuk kembali tidur. Seperti ada yang menginginkanku, mengejarku, dan membunuhku,” murka Jasmine secara refleks memegang kepala dan mengacak-acak rambutnya.

”Hei ... Hei! Hentikan jangan seperti ini! Tolonglah. Ingat Ayah, kalau melihatmu dengan keadaan ini. Pasti akan merasa sedih juga,” jelas Leo memegang tangan dan merapikan rambut Jasmine.

Mengingat pesan ayahnya 'Ketika merasa terancam, gelisah,  ketakutan ingatlah Ayah selalu ada di sampingmu. Dan bawalah selalu benda ini, benda yang akan memancarkan cahaya abadi yang akan mengalahkan kegelapan.' Dengan perlahan menarik napas menguatkan dirinya untuk melawan ini semua.

”Hmm ... benar. Kata Kakak, maafkan aku mungkin masih terguncang. Kak Leo apa masih ingat dengan ceritaku. Setelah Ayah meninggal, Beliau memberikan benda seperti kalung?” tanya Jasmine dan menatap dengan serius.

”Iya, Kakak pasti mengingatnya. Sekarang cobalah, untuk tenang gunakan kalung itu agar kamu merasa nyaman. Dan secara perlahan akan tertidur,” pinta Leo meyakinkan Jasmine.

”Baik, Kak.” sahut Jasmine sambil masih memegang gelas di tangan dan secepat mungkin menghabiskannya. Leo mengantarkannya ke kamar.

”Selamat malam adikku, besok kita bicarakan semuanya, oke?” pinta Leo dan memeluknya dengan erat.

”Iya Kak Leo, selamat malam juga. Pasti akan aku ceritakan semua.” 

Jasmine menuju ke kasur yang terlihat nyaman. Terdiam sejenak mengingat benda peninggalan ayahnya. Dia mulai mencari kunci, sudah lama tidak membukanya semenjak kepergian sosok penting di keluarga. Jasmine dapat kunci itu langsung membuka laci di lemari. Dia melihat sebuah kotak penuh ukiran unik terbuat dari kayu tua. Terbukalah kotak itu, perempuan cantik itu melihat benda yang tidak asing lagi sebuah kalung indah berwarna metalik berbatu zamrud hijau yang hampir sama dengan warna kedua matanya. Dia tersenyum sambil memakai kalung, melihat jendela di depan kasur perlahan mulai menutup mata.

“Hah! Tolong, pergilah,“ batin Jasmine saat melihat sosok itu yang terus mengikutinya, tetapi mata ini sudah tidak mampu lagi menahan rasa kantuk akhirnya tertidur pulas.

Ketika pagi menjelang.

”Kak Jasmine! Bangun, Kak! Bangun, sudah pagi ayo ... ke sekolah!” seru Julie sambil mengoyang-goyangkan tubuh Jasmine yang sulit untuk bangun.

”Hmm ... iya-iya! Aku bangun ini, bangun ko!” jawab Jasmine meregangkan seluruh badan. Julie pun geram dan mendorongnya untuk ke kamar mandi, secara cepat untuk berangkat sekolah.

”Kak Jasmine, lama sekali! Aku sudah lapar, Kak!” teriak anak bungsu yang mulai merengek sambil mengetuk pintu.

”Iya, ini sudah selesai. Cerewet.” Jasmine mencubit hidungnya perlahan.

Mereka berlari menuju ruang makan, tiba-tiba Jasmine menghentikan langkah saat melihat wanita paruh baya itu menatapnya penuh amarah dan benci. Jasmine memalingkan muka sambil berjalan, melihat Leo sudah ada di ruang makan cepat-cepat duduk dan makan bersama.

”Jasmine, ini sudah jam berapa, ayo! Cepat sarapan! Julie kamu juga,” perintah Leo.

”Siap, Laksanakan! Kak Leo.” Menjawab bersamaan dan akhirnya sarapan habis juga.

Jessica, wanita yang kulitnya mulai keriput dan wajah sangat terlihat letih itu terus menggerutu. Leo hanya bisa menatap hampa, wanita yang telah melahirkan mereka sudah tak sama lagi. Semuanya berubah total. Jasmine menepuk bahu Leo. 

"Anak tak tahu diuntung! Udah diurus masih saja menyusahkan!" gertak Jessica sambil melempar kain lap ke lantai.

"Ibu, cukup! Aku cape!" teriak Jasmine hingga memukul meja makan.

"Tuh, liat kelakuannya itu Leo. Tidak pernah menghormatiku! Pernahkah dia menurut?" Lanjutnya sambil menunjuk-nunjuk ke arah Jasmine.

"Sudah, cukup! Ibu!" murka Leo yang menatap tajam wanita itu membuatnya tersentak dan membalikan badannya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Pena Baswara Publisher
bagus ceritanya. semangat ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status