Tak ada sahutan, Ali diam dengan sorot mata datar. Pria itu menatap lurus ke depan sambil menarik dan menghembuskan napas kemudian. Melihat tak ada tanggapan, Naila tanpa sadar menelan salivanya berkali-kali.Hening. Hanya terdengar suara AC berdengung di dalam ruangan besar dan luas itu. 'Mengapa Ali diam ya? Apa permintaanku ini memberatkannya?' Naila meremas ujung pakaiannya seketika, lalu menarik napas lagi. "Al, apakah boleh?" Naila dengan suara pelan dan lembut. Berharap Ali mau menuruti permintaannya."Mengapa kamu tiba-tiba mau menjadi cantik?" Akhirnya Ali membuka suara. Naila tanpa sadar menarik sudut bibirnya."Apa aku salah ingin menjadi cantik, Al? Mungkin ini terdengar klise di telingamu, tetapi jika aku menjadi cantik, semua orang tidak akan membuliku lagi," kata Naila, jujur.Tidak dapat dipungkiri menjadi wanita cantik mendapatkan banyak sekali keuntungan. Wanita cantik mempunyai daya tarik tersendiri dan jarang sekali mendapatkan hinaan ataupun bulian. Pasti ak
Keesokan paginya, sesuai rencana Naila. Dia dan Santi telah bersiap-siap untuk pergi ke bandara.Sesampainya di ruang makan, Naila mengerutkan dahi, melihat ruangan dalam keadaan sepi. Naila bertanya-tanya apakah Ali sudah pergi berkerja atau tidak. Naila sengaja tak sarapan karena akan makan di pesawat saja nanti. Seharusnya Naila senang akan pergi ke Korea Selatan hari ini untuk memperbaiki wajahnya. Namun, entah mengapa perasaan tak nyaman merasuk ke dalam jiwanya sejak semalam. Naila begitu gelisah entah karena apa, alhasil dini hari baru bisa terlelap. "Nona." Dari belakang Santi menepuk pelan pundak Naila.Naila memutar kepala. "Iya.""Apa Nona yakin tidak mau sarapan?""Yakin Santi, tenanglah, aku akan makan jika aku lapar," jawab Naila sambil melempar senyum tipis."Baiklah, kalau mau makan katakan padaku saja Nona."Naila mengangguk cepat. "Oh ya, apa Ali sudah berangkat berkerja?" tanyanya, penasaran."Aku tidak tahu, Nona. Mungkin saja Tuan sudah berangkat, karena aku den
Bayangan wajah Naila melintas cepat di benaknya. Dalam keadaan sadar Ali mendorong kuat dada Shakira, sehingga wanita itu tersungkur ke atas lantai. Rasa panas di tubuhnya semakin berkobar-kobar. Ali menebak ada seseorang yang sengaja menaruh obat perangsang di minumannya. Apakah Shakira? Ali menerka-nerka, sebab kemunculan Shakira sangatlah pas. "Ahk! Ali, mengapa kamu mendorongku!" Shakira meringis sesaat. "Kita tak ada hubungan lagi, Shakira! Jaga batasanmu!" Ali berseru sembari melangkah cepat menuju pintu toilet. Dengan cepat Shakira bangkit kemudian menarik ujung jas Ali."Ali tunggu! Aku bisa membuat badanmu tak panas lagi!" kata Shakira.Mendengar jawaban Shakira, Ali dapat menebak jika Shakiralah pelakunya, sebab bagaimana bisa Shakira tahu kalau badannya sedang panas. "Diam! Caramu sangat kotor, Shakira!" Dengan sorot mata tajam, Ali menyentak kasar tangan Shakira. Shakira terhuyung ke belakang hingga membentur dinding toilet. Ali bergegas keluar tanpa mempedulikan Sh
Kedua mata berwarna coklat itu berkedip-kedip pelan, melihat Ali berdiri menghadap ke arahnya, dengan tatapan yang tak bisa dijabarkan sama sekali saat ini. Dia mengibaskan rambut layer panjang berwarna coklat caramelnya sejenak, lalu menatap lurus ke depan. Mengulas senyum sekilas, dia melangkah perlahan menuju pintu utama, mengabaikan perkataan dan pujian yang dilontarkan para kerumunan orang di sekitarnya. Talitha, alias Naila melirik Santi yang berdiri tak jauh darinya berada sekarang, Santilah yang berseru keras tadi. Saat ini Santi tengah bersembunyi di balik pilar sambil memberi kode padanya, memberitahu dia akan kembali ke mansion. "Tuan, apa itu Nona Naila?" Dari tadi Roni pun berdiri dengan tegap di samping Ali, ikut terkesima pada penampilan Naila. Ali tak menyahut, tengah sibuk memindai penampilan Naila dari atas sampai ke bawah. Naila tampak berbeda, balutan dress yang menempel di tubuh Naila membuat kecantikannya bertambah berkali-kali lipat. Kulit Naila ternyata berw
"Oh ya ampun, maafkan aku, aku salah orang, tanda lahir di lenganmu sangatlah mirip dengan seseorang yang aku kenal." Mirna tersenyum hambar, melihat wanita yang disangkanya Naila ternyata bukan. Bentuk tubuh wanita di hadapannya ini begitu kentara seperti Naila. Namun, warna matanya sangatlah berbeda, apalagi penampilan wanita ini sangat elegan dan mempesona. 'Hampir saja.'Naila membalas dengan tersenyum kaku. Helaan napas lega berhembus pula dari hidungnya pula. Beruntung sekali Naila memakai softlens berwarna cokelat saat ini, sehingga Mirna sama sekali tak mengenalinya. Akan tetapi, dia harus lebih berhati-hati lagi. Dia melirik ke bagian lengan atas kanannya seketika, melihat tanda lahir berwarna hitam terpampang dengan sangat jelas.'Sepertinya aku harus menyamarkan tanda lahirku dengan foundation." "Hehe, aku minta maaf ya, sekali lagi aku minta maaf." Saat melihat tanggapan Naila, Mirna sangat malu dan tak enak hati. Naila sengaja tak mengeluarkan suara, tengah mengatur
Mendengar suara kegaduhan di sekitar, para model dan instruktur lainnya mengalihkan pandangan ke sumber suara. "Apa? Kamu tak suka hah?!" Shakira berseru dengan sorot mata menyala-nyala.Lima menit sebelumnya, Shakira cemburu, melihat Ali dan Naila saling curi-curi pandang. Tak hanya itu barusan dia juga melihat Ali berbisik di telinga Naila, entah apa yang dibisikkan Ali. Namun, mampu membuat dada Shakira terbakar membara. Napas Naila memburu, melihat pakaiannya basah akibat disiram Shakira barusan, dengan sebotol air minuman. "Tentu saja aku tak suka! Mengapa kamu menyiramku dengan air? Apa salahku?!" Jika dulu Naila tak berani menatap ataupun melawan balik orang yang telah menindasnya. Tetapi, sekarang Naila sudah berubah. Selama sebulan mempelajari industri hiburan, modeling, Marimar mengatakan dunia modeling sangatlah keras. Pria bertubuh gemulai itu mengatakan untuk jangan lemah dan dapat melawan jika ditindas. Marimar juga memberitahu bahwa menjadi seorang model bukan hany
Jantung Ali berdebar-debar tak karuan tatkala melihat Naila ternyata tak berbusana sama sekali di dalam sana. Dalam hitungan detik dia menutup kembali pintu kamar Naila. "Oh ya ampun, mengapa kamu tidak mengetuk pintu dulu, Al!" Dari dalam kamar Naila tampak panik, pasalnya tadi dia sedang membuka pakaian, ingin membersihkan tubuhnya dan sekarang, Naila bersembunyi di gorden menutupi tubuh polosnya. Ali memegang dadanya sambil meneguk salivanya berkali-kali. Merasakan ada getaran aneh yang mulai menjalar di tubuhnya. "Aku tak sengaja. Lagipula itu salahmu, mengapa pintu tak dikunci hah!" seru Ali, tak mau disalahkan.Saat tak ada sahutan, tanpa sadar Ali menempelkan telinga ke daun pintu hendak mendengarkan apa yang tengah dilakukan Naila. Di dalam kamar, Naila bergeming di balik gorden. Dengan kening berkerut kuat, Naila tampak berpikir keras, mulai merasa aneh.'Kenapa aku berteriak, kan Ali suamiku.' Naila berkata di dalam hatinya sejenak. 'Eh tapi kan, Ali belum mencintai aku
Semenit yang lalu, Roni tak sengaja menekan tubuh Santi, berakhir Santi kehilangan keseimbangan dan tersungkur ke depan. "Aduh, sakit Ron!" Santi meringis kesakitan di atas lantai. Wajah Roni tampak panik sekarang. "Santi, cepatlah berdiri." Tapi Santi malah sibuk mengelus pelan kakinya sekarang. Kala mendengar suara kegaduhan di sekitar, Naila membuka mata cepat dan melihat Ali tengah berusaha mengapai bibirnya. Secepat kilat ia mendorong kuat dada Ali. Naila tak mau Ali sampai menyentuh bibirnya, sebelum Ali melupakan bayang-bayangan masa lalunya. Terkejut, Ali terhuyung ke belakang dan menahan tubuhnya dengan kedua kakinya seketika. "Roni! Santi! Kemari kalian!" Ali memekik tiba-tiba. Kedua tangan Ali terkepal erat, amarah terpancar jelas dari bola matanya sekarang. Naila menghela napas, kesalahannya barusan membuat Santi dan Roni akan mendapatkan hukuman. Santi terlihat gelagapan, dengan cepat bangkit berdiri dan melangkah bersama Roni, mendekati pasangan suami-istri itu.