Share

Bab 4. Dingin

PYAAARRR

Sebuah gelas kaca jatuh dan serpihannya berantakan di lantai. Dan Alya pun terkena serpihan kaca itu.

"AAWW!" teriak Alya sangat kencang. 

Karena terkejut mendengar teriak Alya, Hana langsung menghampirinya dan ternyata kaki Alya berdarah terkena pecahan kaca. Di waktu yang sama, Adam juga buru-buru menghampiri Alya.

"Kamu kenapa, Al?" tanya Adam sambil menuntun Alya ke kursi.

Dengan sangat hati-hati, Adam membersihkan luka dan mengobatinya. Hal itu pun di saksikan oleh Hana. Jangan tanya lagi bagaimana sakitnya. 

"Kenapa bisa jadi begini, sih, Al? Kamu butuh apa?" tanya Adam lagi setelah selesai memberi obat pada luka Alya.

"Alya minta tolong Mbak Hana buatkan susu, Mas. Tapi, dia menolaknya. Jadilah aku buat sendiri. Aku gak sengaja menyenggol gelas itu, Mas," jelas Alya sambil menangis. Alya berpura-pura di depan Adam. 

"Apa benar kamu gak mau buatkan susu untuk Alya, Han?" tanya Adam yang masih memakai sarung dan peci. 

Seperti biasanya, selesai sholat subuh, Adam akan membaca Al-Qur'an. Itu dilakukan sejak dirinya menikah dengan Hana. 

"Aku bukan pembantu yang bisa dia suruh, Mas. Dia bisa kok buat sendiri," jawab Hana tegas.

"Kasihan Alya, Han. Toh itu juga bukan pekerjaan yang berat, kan? Tolonglah ..." pinta Adam lagi. 

Tentu saja Alya merasa menang. Dalam hatinya, dia tertawa senang. "Inilah barulah awal, Mbak Hana. Aku akan buat lebih dari ini!" ucap Alya dalam hati. 

"Jika itu memang pekerjaan mudah, tentu saja dia bisa melakukannya sendiri!" Hana meletakkan piring di atas meja dan berlalu masuk ke dalam kamar.

Mulai sekarang, Hana tidak akan terlalu memikirkan madunya itu. Jika memang Adam kekeh mempertahankan hubungannya dengan Alya, bukan salah Hana juga jika dia akan berubah sikapnya. 

Daripada memikirkan hal yang tidak penting, Hana menyiapkan keperluannya mengajar. Tentu saja keperluan Adam juga masih tetap dia siapkan. Karena bagaimanapun juga, dia masih istri sah Adam dan mempunyai kewajiban melayani suaminya itu. 

Saat Hana keluar dari kamar, dia sudah berpakaian rapi dan siap berangkat. Terlihat jelas di matanya jika Adam begitu perhatian kepada Alya. 

Bahkan untuk sarapan pun, Adam menyuapi Alya dengan telaten. Hal yang dulu juga pernah dilakukan Adam saat Hana hamil. Lagi dan lagi, hati Hana tergores luka karena harus menyaksikan semua itu. 

Istri kedua Adam yang datang begitu saja ke rumah tangganya, membuat senyum Hana tak terlihat lagi. Untuk menarik sedikit bibirnya saja dia tak mampu. 

"Kamu mau berangkat, Han? Tumben pagi-pagi sekali," tegur Adam saat dia melihat Hana hendak keluar rumah dengan pakaian rapi. 

"Iya. Tak sanggup berlama-lama di rumah yang sudah bukan rumah lagi bagiku," balas Hana dengan ungkapan menohok. 

"Bicara apa kamu, Han?" kata Adam sedikit lebih keras. 

Tanpa mempedulikan pertanyaan Adam, Hana keluar begitu saja tanpa mencium punggung tangan suaminya seperti biasanya. 

Saat ada di depan rumah, Hana berpapasan dengan Bi Imah yang biasa membantu pekerjaan rumahnya saat dia pergi mengajar. 

"Lho tumben mau berangkat, Bu?" tanya Bi Imah heran. 

"Iya, Bi. Ada rapat dengan kepala yayasan pagi ini. Bi, tolong nanti siapkan makan siang Bapak terlebih dulu, ya. Tadi saya gak sempat masak untuk makan siang. Gak apa-apa, kan, Bi?" kata Hana yang memaksakan diri untuk tersenyum di hadapan Bi Imah. 

Ya, pagi ini kebetulan Hana juga ada rapat dengan yayasan karena akan ada pergantian kepala yayasan yang baru. Jawaban Hana pada Adam tadi tak sepenuhnya salah. Kedatangan Alya memang membuatnya tak nyaman lagi di rumah. 

"Baik, Bu. Hati-hati di jalan, Bu." Hana mengangguk pelan dan segera pergi menggunakan sepeda motor kesayangannya. 

Jarak PAUD tempatnya mengajar tidaklah terlalu jauh dari rumah. Dia di kota Surabaya merantau. Sedangkan orang tuanya ada di Malang. Sebisa mungkin, Hana akan menyembunyikan kondisinya rumah tangganya karena tidak mau membebani orang tuanya yang sudah berusia lanjut. 

Tiiiinnnnnn!!! Suara klakson mobil mengagetkan Hana. Dia oleng ke kiri dan jatuh dari motornya. 

"Astaghfirullah al'adzim!" ucap Hana bersamaan saat dia terjatuh. 

Akibat tidak fokus karena memikirkan rumah tangganya, Hana hampir saja celaka. Dia segera bangun ketika pengendara mobil itu keluar dan menghampirinya.

"Maaf, Mbak, kamu gak apa-apa, kan?" kata laki-laki gagah dan tampan yang baru saja turun dari mobil yang hampir menabraknya.

"Gak apa-apa, Mas. Maaf ... Saya yang salah karena kurang konsentrasi," jawab Hana sambil membungkuk untuk meminta maaf.

Saat itu Hana belum melihat wajah dari laki-laki itu secara jelas karena sejak awal dia sudah merasa salah dan kepalanya terus menunduk. 

***

"Jadi telat, deh, aku. Semoga acaranya belum mulai," gerutu Hana yang buru-buru masuk ke dalam ruangan rapat. 

"Permisi!" Suara Hana membuat seisi ruangan menoleh ke arahnya. 

Ternyata semua guru dan kepala sekolah lama sudah datang. Tapi acara belum mulai dan Hana tak tahu sebabnya. 

"Maaf, Pak, saya terlambat karena ada sedikit insiden tadi," ucap Hana menjelaskan.

"Gak apa-apa, Bu Hana. Kami juga masih menunggu Pak Marvin yang belum datang juga. Silahkan langsung duduk, Bu!" sahut Kepala Sekolah yang bernama Pak Burhan itu. 

"Terima kasih, Pak."

Hana mencari tempat duduk yang kosong dan langsung duduk. Tangannya masih sedikit gemetar karena terjatuh tadi.

"Kamu kenapa, Han?" tanya Luna yang merupakan sahabatnya di sana. Luna juga menjadi pengajar di yayasan itu. 

Yayasan tempat Hana mengajar termasuk yayasan yang bonafit di daerah itu. Maka tidak heran jika siswa-siswi PAUD-TK nya juga sudah banyak. 

"Tadi aku jatuh, Lun, karena gak fokus hampir keserempet mobil," jawab Hana sambil membenarkan posisi duduknya.

"Ya Allah, Han! Ups ..." Seketika Luna sadar kalau mereka tengah berada di ruang rapat. 

Teriakannya tadi mendapatkan perhatian dari semua yang hadir. Sehingga Luna berulang kali meminta maaf karena sudah membuat gaduh. 

"Luna ... Luna, ada-ada saja kamu ini. Gak usah lebay gitu napa? Aku itu gak apa-apa. Jadi perhatian, kan, kamu," sindir Hana sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. 

Baru saja mulut Luna hendak bicara, masuklah laki-laki gagah dan tampan ke dalam ruangan. Mata Luna tak lepas dari laki-laki itu karena memang posisinya tepat sekali menghadap ke laki-laki itu.

"Han ... Hana! Tampan sekali laki-laki itu. Siapa, ya, dia? Apa dia pengajar baru di sini?" kata Luna pelan sambil menyenggol tangan Hana yang tengah sibuk dengan ponselnya. 

"Apa, sih, kamu, Lun?!" gerutu Hana yang memang lagi fokus dengan pesan masuk yang dia terima. 

"Lihatlah ke depan, Han!" pinta Luna dengan suara pelan tapi penuh penekanan. 

Hana pun menuruti perkataan Luna. Dia pun juga ikut terpesona dengan laki-laki yang baru saja datang itu. Tapi ...

"Astaghfirullah al'adzim!" gumam Hana ketika sadar kalau dia istri orang lain.

"Maafkan saya datang terlambat, Pak Burhan. Tadi ada sedikit insiden di jalan," ucap laki-laki itu. 

"Tak apa-apa, Pak. Mari silahkan duduk!" jawab Pak Burhan penuh hormat. 

Hana dan Luna saling berpandangan melihat sikap Pak Burhan yang seperti itu. Dalam hati mereka penuh tanya, apakah laki-laki itu yang akan menggantikan Pak Burhan?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status