Share

Nayla's Wedding Day

Kafta sedang mengamati wanita yang sedang menjelajahi ruangannya itu.

“Kamu ke sini tidak hanya ingin mengagumi ruanganku, bukan?”

Wanita yang sedang melihat lukisan itu pun tersenyum, dan duduk di sofa. Ia puas dengan kualitas sofa yang tengah ia duduki.

“Aku hanya ingin mengunjungimu,” jawab wanita tersebut.

Kafta memicingkan mata, menatap curiga wanita di depannya itu. Pria itu sudah tahu tabiat wanita itu, sehingga ia tak mudah percaya.

“Kenapa kamu menatapku begitu, hum?”

“Tak biasanya kamu melakukan hal seperti tadi di lift. Ingat ya, jangan melakukan hal seperti itu lagi,” peringat Kafta sewot.

Wanita itu tertawa. “Aku tak habis pikir denganmu. Bagaimana bisa kamu menarik semua wanita yang ada di sekitarmu. Dasar playboy.”

“No, no, no. Kamu salah. Aku bukan playboy. Aku ini hanya suka bersikap ramah terhadap wanita, asal kamu tahu saja,” ucapnya sambil memamerkan senyum manisnya.

“Lupakan apa yang barusan kukatakan. Sudah bertahun-tahun, tapi sifatmu masih sama saja, kepercayaan diri yang terlalu tinggi.”

“Hei, itu fakta tahu. Siapa wanita yang bisa menolak seorang Kafta yang rupawan, ramah, dan kaya ini, huh?”

“Aku?”

“No, kamu tidak termasuk dalam hitunganku.”

“Terserah kamu saja. Sekarang kamu sudah kembali, kali ini akan menetap berapa lama?” tanya wanita tersebut.

“Selama yang aku mau,” jawab Kafta sekenanya.

Are you sure? Apakah kamu sudah mengikuti papa kamu untuk menikah?”

“Tentu saja tidak.”                              

“Lalu?”

“Sudahlah, jangan bahas itu. Sekarang aku tanya padamu, Nayla Kasih Suryatama. Apa tujuan kamu datang ke sini. Tentu  bukan hanya ingin mengunjungiku, ‘kan?” ucap Kafta sambil melihat dokumen pekerjaan.

Wanita yang disapa Nayla itu hanya tersenyum kecil. Ia mendekati meja Kafta, dan mengambil salah satu dokumen. Kafta yang melihat itu, langsung ingin merebutnya, tapi kalah cepat dengan Nayla. Nayla menaikkan satu alisnya.

“Mainan baru?”

“Cepat kembalikan,” perintah Kafta.

“Ada yang aneh. Tidak biasanya kamu sampai menyimpan data lengkap seorang wanita—“

Kafta langsung merebutnya, “bukan urusanmu. Jangan mengalihkan perhatian, aku tanya, apa tujuanmu ke sini, hum?”

Nayla tertawa, dan ia langsung mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah undangan berwarna biru dengan desain cantik terpampang di hadapan Kafta.

Kafta membulatkan matanya, dan beralih menatap wanita itu yang tersenyum bahagia.

Are you sure? Kamu akan menikah? Dan kamu tak memberitahu aku apa pun sebelumnya? Apakah kamu benar-benar temanku?” ucap Kafta tak menyangka sekaligus sebal.

Nayla hanya tersenyum kuda tak merasa bersalah.

“Bukannya aku tak ingin memberitahumu. Hei, lagi pula siapa yang pergi dan tak pernah pulang, huh?!” ucap Nayla sewot.

“Kamu juga tak pernah mengabari kalau kamu sedang dekat dengan seseorang, dan… seriously? Apakah Tomi dan Bimo mengetahuinya?” Nayla mengangguk.

“Dan hanya aku yang tak tahu? Wah, apakah benar kalian temanku?” ucap Kafta marah.

“Sudahlah, lagi pula ini agak mendadak,” jawab Nayla.

“Apakah kamu sungguh mencintainya?” tanya Kafta serius.

“Tentu saja. Memang benar, aku belum lama menjalin hubungan dengannya—“

“Dan kamu langsung ingin menikah dengannya?” tanya Kafta bingung dengan keputusan temannya itu.

“Hei tunggu sampai aku menyelesaikan ucapanku. Yah, memang benar kami berkenalan dalam waktu singkat. tapi apakah kamu tahu rasanya bertemu dengan seseorang yang langsung membuatmu yakin, dan ingin hidup bersama selamanya? Ah, benar juga, kamu tak tahu. Kalau tahu, mana mungkin sekarang kamu masih sendiri,” sindir Nayla.

Kafta melotot tak terima. Nayla hanya terkekeh.

“Pokoknya jangan lupa datang. Aku pergi dulu.”

Nayla langsung meninggalkan ruangan Kafta. Sampai di ambang pintu, Nayla menengok ke arah Kafta.

“Oh iya, jangan lupa ajak dia,” ucap Nayla, dan langsung pergi.

Kafta masih bingung dengan maksud ucapan temannya itu.

“Kenapa aku harus mengajak Tomi dan Bimo. Mereka sudah pasti datang sendiri dengan—“

Ucapannya terputus saat melihat dokumen di tangannya. Kafta langsung melihat ke arah pintu yang tertutup.

“Sialan!” umpat Kafta yang tak pernah bisa menyembunyikan apa pun dari temannya yang satu ini—Nayla.

***

Setiap jalan yang disusuri kendaraan, berisi padatnya aktivitas di siang hari yang cerah. Kafta melajukan mobilnya sendirian. Kali ini tanpa sopir ataupun Putra yang menemani. Hari ini adalah hari terpenting bagi temannya, tentu saja Nayla. Kafta tak ingin melewatkan kesempatan mengantarkan Nayla ke kehidupan barunya. Ia turun dari mobil, dan memberikan kuncinya pada petugas hotel.

Kafta berjalan dengan elegan dan berwibawa. Setelan jas hitamnya yang rapi, arloji mahal dan berkilau, serta tampangnya yang rupawan dapat mengalihkan pandangan para wanita muda di hotel itu. Ia menaiki lift ke tempat di mana pernikahan Nayla diadakan.

Pernikahan Nayla cukup mewah di hotel milik keluarganya itu. Ruangan terbuka, dengan kolam renang di tengah, serta halaman yang cukup luas tempat berlangsungnya pemberkatan pernikahan Nayla dipasang dengan amat cantik. Kafta mengambil minuman yang dibawa oleh pelayan, dan berjalan menghampiri temannya yang sedang asyik bercengkerama dengan beberapa wanita.

“Kau sudah datang? Lihatlah, itu pengantin prianya,” ucap Tomi.

Kafta hanya melihat calon suami Nayla sembari menyesap minumannya.

“Bimo belum datang?”                      

“Saat ini belum. Tapi aku tak percaya jika dia akan terlambat pada pesta sepenting ini. Bukankah begitu?”

Tomo bersulang dengan Kafta. Mereka menikmati minuman dan suasana di pesta ini. Kafta meletakkan minumannya, dan berjalan menjauh dari sana. Langkahnya menuju suatu ruangan tertutup yang tak jauh dari situ. Kafta mengetuk pintu.

“Masuk.”

Seorang wanita dengan gaun putih menjuntai sedang sibuk mematut diri di cermin. Ia melihat Kafta yang masuk ke kamarnya.

“Kau baru datang?” tanya Nayla. Kafta mengangguk.

“Apakah kamu sudah melihat priaku?” Kafta mengangguk lagi.

“Tak biasanya kamu diam seperti ini. Bagaimana penampilanku?”

“Cantik.”

“Apakah kamu bertengkar dengan salah satu wanitamu, huh?”

Kafta hanya mengangkat alisnya. Ia hanya merasa bahagia melihat temannya yang sejak dulu bersama, kini akan menjadi istri orang. Namun ia juga merasa, nantinya temannya akan berkurang.

“Aku bahagia untukmu, Nay. Semoga kehidupanmu akan selalu bahagia dengan lelaki pilihanmu. Jika ada masalah apapun, kamu wajib memberitahukan semuanya pada kami, mengerti?”

Nayla hanya mengangguk dan tersenyum haru lalu memeluk Kafta.

“Tak kusangka, kamu menangis, huh?” ucap Kafta dengan satu alisnya diangkat.

“Dasar! Gara-gara kamu, aku jadi pengantin wanita terjelek di pernikahan.”

Kafta tersenyum, “jika kamu jelek, pria di depan sana tak akan mau menikahi wanita jelek sepertimu.”

“Dasar!”

Nayla terkekeh, dan menepuk dada Kafta dengan buket bunga.

Mereka keluar dari ruangan bersama-sama.

“Ah ya, di mana pasangan yang aku minta untuk kau ajak, huh?”

“Yang mana? Aku banyak membawa wanita ke sini,” gurau Kafta.

“Ah susah sekali bicara dengan pria playboy kayak kamu,” sebal Nayla.

“Jangan cemberut, nanti jelek,” bisik Kafta.

Sekali lagi, Nayla tertawa karena godaan teman baiknya itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status