Share

Halusinasi

Author: Jingga Amelia
last update Last Updated: 2022-09-13 21:11:28

Semalaman ini Mas Naufal memilih tidur di depan televisi. Hingga adzan subuh terdengar ia tak masuk ke dalam kamar dan menyusulku yang tengah tidur sendirian. Entah apa yang sedang ia pikirkan. Selepas kerja kemarin sore, ia tak banyak bicara dan memilih langsung istirahat di depan televisi dari pada di kamar.

Nada dering pendek pada ponselku tiba-tiba berbunyi ketika aku selesai menunaikan kewajiban dua rakaat. Sepagi ini dan Aira sudah mengirimkan pesan padaku.

[Rencanamu berhasil. Kemarin siang mereka berdua telah di usir dari perumahan itu, dan sekarang madumu tengah menginap di hotel melati]

Aku tersenyum puas. Akhirnya aku menang satu langkah dari mereka. Mas Naufal pikir aku sebodoh itu? Hingga tak dapat mencium kebohongannya.

Jadi karena hal ini, Mas Naufal terlihat sangat tidak bersemangat selepas pulang kerja. Bahkan ia juga tak menyusulku untuk tidur di kamar. Mungkin ia memikirkan nasib gundiknya itu. Aku terkekeh pelan lalu berjalan untuk membangunkan Mas Naufal yang masih tertidur pulas.

"Mas, bangun. Sholat sana, aku mau siap-siap. Ada rapat pagi hari ini," kataku sembari mengguncangkan badannya agar bangun dari mimpinya.

Mas Naufal menggeliat ketika aku beranjak ingin meninggalkannya. Namun tiba-tiba saja lenganku ditarik olehnya hingga aku terjatuh di atas pelukannya.

"Kirani ... Maafkan aku," ucapnya pelan hingga nyaris tak terdengar olehku. Kulihat kedua matanya yang tertutup, sangat jelas bahwa kini ia tengah mengigau.

Aku mengepalkan tanganku kuat. Seakan ada bara api yang sedang berkobar di dalam sana. Mas Naufal terlihat begitu mencintainya sampai terbawa ke dalam mimpi.

"Mas! Bangun!" Teriakku tepat di depan wajahnya.

Membuatnya terkejut dan duduk tergagap. Kedua matanya mengerjap lali melepaskan pelukannya kepadaku. Membuat hatiku yang sedang panas menjadi sangat panas karena sikapnya.

"Kok kasar banget sih, Dek. Biasanya kamu kalau bangunin selalu lembut," katanya tanpa merasa bersalah.

Ia mengacak rambut kasar, lalu mengambil ponselnya dan menghidupkan jaringan datanya. Tak menunggu waktu lama, ada banyak sekali pesan beruntun masuk ke dalamnya. Membuatku sedikit melongok melihat ponselnya agar tahu siapa yang telah mengiriminya pesan.

Mas Naufal yang sadar akan tindakanku lantas memiringkan layar ponselnya dan melirik ke arahku.

"Apa sih, Dek. Biasanya juga kamu tidak mau tahu siapa yang mengirimiku pesan,"

"Memang itu dari siapa? Banyak banget," tanyaku dengan masih berusaha melihat layar ponselnya.

"Dari Kiran. Dia memintaku agar sampai di kantor lebih cepat. Ada pekerjaan yang tidak bisa ia lakukan sendiri,"

Aku mencebik. Lagi-lagi kamu membohongiku demi wanita murahan seperti dia.

"Yasudah, siap-siap. Aku juga mau berangkat lebih pagi karena ada pekerjaan mendadak di kantor," ujarku agar tak menimbulkan kecurigaan.

"Lalu sarapannya?" tanya Mas Naufal bingung. Karena biasanya semua makanan sudah tersedia di atas meja.

"Kita gof**d saja, aku tidak punya waktu masak. Lagipula buat apa punya uang banyak jika tidak dinikmati?"

Aku memalingkan muka lalu mengetik menu sarapan pagi ini. Mas Naufal mengernyitkan dahi. Karena biasanya ia adalah seorang suami yang terlihat sangat perhitungan dengan istrinya. Tidak ada saling kejujuran di antara kami.

"Jangan boros-boros dong, gimana kita bisa beli rumah baru kalau kamu boros terus," ucap Mas Naufal Sarkas.

Rumah baru ia bilang? Untuk apa? Untuk menampung wanita gila itu? Enak saja! Tidak akan aku biarkan.

"Halah, punya satu rumah saja tidak kamu urus. Mau punya banyak rumah," ledekku.

Bibir Mas Naufal mengerucut, lalu beranjak ke kamar mandi.

Aku lantas membuka lemari dan memilih baju kerja yang akan kupakai. Lalu mematut diri di depan kaca. Kurang apa diriku ini? Sehingga Mas Naufal sampai hati menduakanku. Sungguh malangnya nasibku ini.

***

[Dek, aku tidak pulang malam ini. Ada rapat mendadak, aku harus menginap di hotel bersama Kiran]

Sebuah pesan singkat masuk ke dalam ponselku ketika aku baru saja menyelesaikan pekerjaan hari ini dan bersiap pulang. Dadaku bergemuruh membaca pesan itu, Mas Naufal benar-benar kelewatan. Demi wanita itu hingga rela tak pulang malam ini.

"Hallo, Vina," ucapku ketika seseorang yang sangat bisa kupercaya mengangkat teleponnya.

"Iya, Bu. Ada apa?"

"Apa Pak Naufal sudah pulang?"

"Belum, Bu. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya lagi.

Aku tersenyum miring.

"Ambil dompet Pak Naufal dengan hati-hati. Lalu segera antarkan ke alamat yang akan aku kirim, bayaranmu akan segera kutransfer," 

Vina lantas mematikan sambungan telepon ketika telah paham apa yang harus ia lakukan.

Mas, jangan harap sepeserpun uangmu keluar untuk memanjakan gundik tak tahu diri sepertinya.

Dengan langkah mantap aku segera menuju pada alamat yang telah kukirimkan pada Vina beberapa saat yang lalu. Tak lupa aku memeriksa keberadaan Mas Naufal melalui aplikasi GPS yang terhubung dengan ponselnya.

Vina lantas menyerahkan dompet beserta isinya kepadaku. Mas Naufal mengatakan kalau hari ini ada urusan mendadak dan mengharuskan untuk segera pulang. Tapi ternyata semua itu hanya untuk mengelabuhi sekretarisnya itu.

"Terimakasih, kamu boleh pergi. Bayaranmu sudah kutransfer,"

Aku tersenyum licik. Membayangkan apa yang akan Mas Naufal lakukan tanpa dompet dan seluruh kartu kreditnya ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
hei anjing, terlalu ngaco alur cerita kau njing. seorang sekretaris bisa gampang mengambil dompet atasannya? yg pintar dikit njing
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Wanita Lain Di Buku Nikah Suamiku    END

    Kuatur nafasku berulang kali, ketika aku telah sampai di pelataran kantor pengadilan agama. Sudah kuputuskan sejak pertengkaran hebatku dengan Mas Naufal beberapa waktu yang lalu, kalau aku akan mengajukan perceraian dengannya.Segala sabar dan baktiku selama ini sudah tak mampu lagi kutahan, bahkan kini aku sudah mengubur dalam-dalam anganku untuk bisa bersama-sama dengan Mas Naufal hingga akhir hayat.Aku tersenyum kecut, mengingat begitu banyak janji-janji dan harapan yang telah kami buat bersama-sama. Namun nyatanya, tak satupun yang bisa tercapai hingga hari ini.Dan hari ini, dengan langkah pasti aku memasuki ruangan sidang perceraianku dengan Mas Naufal. Dengan segala pertimbangan, akhirnya aku kini mantab untuk berpisah dari Mas Naufal.Di pojok sana, kulihat Mas Naufal tengah bercengkerama dengan gundiknya. Sedang aku berdiri disisi pintu dengan ditemani oleh Fahmi.Ya, Fahmi. Lelaki yang selalu siap siaga ketika aku membutuhkan bantuan. Entah apa anggapan orang, bagaimana me

  • Wanita Lain Di Buku Nikah Suamiku    Mengambil Barang

    Jantungku berdegub kencang, panas menjalar di sekujur tubuhku ketika melihat dengan mata kepalaku sendiri Mas Naufal memanjakan istri mudanya. Dan juga ia telah berani mengkhianatiku untuk kedua kalinya dengan mencuri kartu yang selama ini kupegang.Rasanya sudah tidak ada lagi air mata yang menetes di kedua pipiku, karena dengan begitu banyaknya luka yang Mas Naufal torehkan di dalam hatiku. Mungkinkah ini harus menjadi akhir dari sebuah pengorbanan yang telah aku berikan selama ini."Hei ... Liatin apa?" ucap Fahmi mengagetkanku.Aku terperanjat, lantas menoleh kearahnya dengan tatapan sayu."Loh, kamu kenapa?" lanjutnya lagi, membuatku semakin terluka."Lihat," kataku sembari menunjuk Kirani yang tengah memeluk erat lengan Mas Naufal."Mas Naufal sudah mengkhianatiku berulang kali, bahkan kali ini dia berani mencuri tabungan kita untuk memanjakan istri mudanya itu," pungkasku.Entah harus bagaimana lagi menyikapinya, rasanya hatiku sudah mati rasa dengan semua perlakuan Mas Naufal

  • Wanita Lain Di Buku Nikah Suamiku    Pencuri

    Entah kenapa aku bisa menikah dengan seorang lelaki serakah sepertinya. Seperti tak punya dosa ia menikah tanpa sepengetahuanku, namun ketika aku punya seorang sahabat laki-laki ia dengan tegas melarangku. Apa ini adil?Ketika aku berusaha ingin mempertahankan pernikahan kami, ia tak pernah sedikitpun berusaha untuk memperbaiki sikap. Hingga Fahmi datang dan seakan merubah seluruh isi hatiku yang sedang porak poranda ini.Hatiku begitu tenang ketika sedang bersama Fahmi, entah karena sebelum ini memang kami sudah kenal atau karena memang dia adalah orang yang pandai mengambil hati."Zi, kamu kenapa?" ucap Fahmi ketika di perjalanan.Aku tersentak, seketika itu juga sadar dari lamunanku."Oh ... Tidak, tidak ada apa-apa,""Suamimu marah, ya, gara-gara aku jemput kamu?"Aku tersenyum miring."Biarkan, dia sudah cukup menyakiti hatiku. Sekarang tak ada lagi alasannya untuk melarangku dalam setiap perbuatanku. Jika dia memang keberatan, aku tidak takut jika harus bercerai dengannya,"Fahm

  • Wanita Lain Di Buku Nikah Suamiku    Pembalasan

    Sudah tiga malam ini Mas Naufal tidak pulang, dan aku juga tidak berusaha menghubunginya. Pun dia juga tidak berusaha menghubungiku sendiri. Terserahlah dia mau berbuat apa, hatiku sudah terlanjur sakit.Aku memilih tidur lebih awal agar tak terlalu memikirkan Mas Naufal. Entah apa maunya, hingga tak mengabariku selama tiga malam ini. Kata teman kerjanya selama tiga hari ini dia juga tidak masuk kerja.'Tenang, Zi. Kamu masih muda, wajahmu juga tak terlalu jelek, masih banyak lelaki yang mau denganmu. Hapus air matamu itu, tidak berguna'Gumamku dalam hati yang membuat hatiku semakin teriris. Aku menengadahkan kepalaku, agar buliran bening ini tidak meluncur di pipiku.Aku menaikkan selimut hingga menutupi seluruh tubuhku, berusaha memejamkan mata agar bisa lupa dengan rasa sakit yang kian menelusup dalam dada. Mas Naufal yang dulu sangat perhatian dan sayang padaku kini telah berpaling dengan wanita lain. Seharusnya aku juga bisa bangkit dan lekas melupakannya.Jika memang pernikaha

  • Wanita Lain Di Buku Nikah Suamiku    Alunan Musik

    Sudah dua hari ini Mas Naufal jadi lebih pendiam, tak banyak bicara jika bukan aku yang mengajaknya bicara. Entahlah, karena apa dia bisa bersikap demikian denganku. Mungkin karena kejadian Fahmi tempo hari. Aku tersenyum licik, biarlah dia merasakan apa yang sudah aku rasakan."Sarapan, Mas." Aku melongokkan kepalaku ke dalam kamar, karena sudah pukul setengah tujuh lewat tapi Mas Naufal tak juga keluar dari kamar.Kulihat ia masih terduduk diam di atas ranjang lengkap dengan baju kerjanya."Mas ...." Panggilku lagi.Ia menoleh dan tergagap, sepertinya ia baru saja melamun."Ayo sarapan," kataku mengulangi.Mas Naufal beranjak dan berjalan mengikutiku ke depan meja makan, ia duduk dengan gontai. Tatapannya kosong, sudah dua hari ini juga Kirani tak datang kemari. Mungkin dia malu karena kebohongannya telah kubongkar."Mau sarapan nasi goreng atau roti, Mas?"Dahiku mengkerut, Mas Naufal kembali terdiam melamun."Mas!" Bentakku geram."Oh, ah iya? Terserah kamu saja, Dek,"Aku mendeng

  • Wanita Lain Di Buku Nikah Suamiku    Terbongkar

    Wajah Kirani terlihat merah, mungkin ia geram dengan kepulanganku."Dengar, ya. Ada janin Mas Naufal di dalam perutku. Kamu tak berhak mengusirku!" kata Kirani yang membuatku tertawa terbahak-bahak."Baiklah, mari kita buktikan saja. Mas, siapkan mobil, kita ke dokter kandungan sekarang juga.""Apa?!" pekik Kirani keras."Kenapa? Kamu takut?" ledekku lagi.Sedang Mas Naufal hanya diam membisu tak berani menengahi pertengkaran kami."Tidak! Aku tidak takut, hanya saja ....""Hanya saja apa? Sudah tidak perlu banyak bicara. Ayo kita buktikan." Kuseret kasar tubuhnya keluar rumah, Mas Naufal terlihat mengacak rambut kasar. Mungkin keputusannya memasukkan gundik tak tahu diri ini ke dalam rumah saat aku tak ada adalah suatu kesalahan yang fatal untuknya.Kuseret tubuh kecil Kirani masuk ke dalam mobil, lalu menyuruh Mas Naufal untuk menyetir. Sedang aku ikut duduk di belakang bersama Kirani, agar ia tak berbuat macam-macam lagi.Aku sengaja mengarahkan Mas Naufal untuk mengunjungi Dokter

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status