Share

Dia Datang Bukan Untukku

Penulis: ER_IN
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-14 03:56:15

Ternyata bukan untukku lamarannya, mungkin aku yang terlalu kepedean saat Gus Azam memberikan perhatian dan senyuman saat kami berkunjung ke rumah abah dan umik. Apa yang aku pikirkan? Harusnya aku bahagia kakak tercintaku mendapat seorang pemuda yang baik dan soleh tentunya. Untuk perasaan mungkin aku bisa memangkasnya. Namun, itu artinya aku akan disandingkan dengan pemuda degil itu, Ilahi ya Rabb.

Mbak Hasna memandangku sendu. “Dik,” ucapnya lirih.

Kutahan air mata yang hendak mentes dan memaksa senyum di bibir. Ami dan Abah terlihat begitu bahagia.

“Umik, Abah, Ngapunten tapi—”

Aku memegang lengan Mbak Hasna. “Alhamdulilah, Mbak pantas dapat imam seperti Gus Azam.”

Sakit sih, terasa nyeri di dada, tetapi mana mungkin aku meminta Gus Azam memilihku.

“Ada apa Nduk? Apa kamu ndak suka sama Azam?” tanya ami sedikit khawatir, senyumnya memudar ketika melihat raut wajah Mbak Hasna.

“Ami ndak usah khawatir, Mbak Hasna mungkin nervous, mana mungkin nolak Gus Azam, bisa ndak tidur nanti Mbak Hasna.” Aku mencoba mengalihkan fokus ami dan yang lainnya dari ucapan Mbak Hasna yang sempat terputus.

“Dik,” lirih Mbak Hasna lagi, ia kembali menggenggam tanganku yang terasa dingin dan gemetar. Aku menatapnya dan tersenyum kemudian mengangguk.

“Gitu kalau kakak beradik, mau nerima lamaran pake diskusi.” Ternyata abi memperhatikan kami sejak tadi. “Khawatir pisah ranjang itu,” imbuhnya yang diiringi gelak tawa. Aku ikut tertawa meski terasa sangat garing.

“Bagaimana Dik Hasna? Apa saya diterima?” Gus Azam kembali bertanya dengan penuh penekanan sementara Mbak Hasna hanya menunduk.

“Mbak itu Gus Azam tanya,” lirihku tepat di telinga Mbak Hasna. “Mana mungkin Mbak Hasna nolak, kan? Ada pangeran di depan loh.” Godaku dalam keadaan perih.

“Pangeran kodok,” sambung umik.

Suasana penuh tawa, tetapi terasa mati bagiku. Gairah di dada lenyap dalam satu ungkapan rasa yang tak tertuju padaku.

Kupikir rasa ini terbalas dan dapat menyatu dalam sebuah ikatan bahagia melalui taaruf. Nyatanya sosok yang kukagumi menyimpan rasa dan menjatuhkan pilihannya kepada saudaraku. Haruskah aku ikut bahagia sementara aku tidak tahu apa yang akan kualami nanti?

“Kalau Dik Hasna masih ragu, ndak apa-apa. Mungkin mau Shalat Istikharah dulu biar hatinya lebih yakin,” ucap Gus Azam lagi setelah sekian menit Mbak Hasna masih diam membisu tanpa sepatah kata. Jangankan menyambung kata lalu mengucapkannya menjadi kalimat, Mbak Hasna justru mengunci mulutnya rapat-rapat.

“Iya, ndak papa, biar kalian lebih akrab juga to.” Umik ikut menimpali.

“Ngapunten loh Dik Farrah,” ucap Ami sedikit canggung sesekali ia menatap Mbak Hasna yang terus menunduk.

“Ami ini kayak ndak tahu Mbak Hasna si putri malu,” ucapku. Aku tidak ingin ami dan abi tahu akulah yang menunggu Gus Azam sementara pilihan Gus Azam jatuh kepada Mbak Hasna.

“Lah iyo Nduk. Duh, calon mantu yang satu ini, gemes Umik.” Umik mengusap kepalaku dan Mbak Hasna yang berdiri di sampingnya secara bergantian.

Calon mantu satunya? Ingin sekali aku memberontak dan menolak Agam si degil. Huft… nasib-nasib mengharap dapat Gus Azam justru kebagian Agam yang sama sekali bukan kategori lelaki idamanku.

Bagaimana jika dia tak bisa mengaji? Bagaimana jika dia tak bisa mengimami? Duh…. Pikiran, kenapa bisa melayang begitu jauh.

“Lihat Zam, Umikmu seperti anak kecil.” Abi terpingkal mendengar ucapan Abah sementara Gus Azam hanya tersenyum, senyum yang begitu manis sekali.

Ya Rabb, hapuslah rasa kagumku. Jika dia jodoh kakakku maka jangan biarkan rasa ini bertahan dalam kalbu, bantu aku jauh dari perasaan salah, gumamku dalam hati sesaat setelah melihat lesung pipi yang mempesona bersama lengkungan bibir yang ranum milik lelaki yang telah mengkhitbah saudara perempuanku.

“Yu, sebaiknya kita cepetan buat nikahin mereka,” pinta umik tak sabar.

“Aku terserah anak-anak saja Dik Farrah, kalau mereka setuju sama niat baik kita ndak ada salahnya kita lakukan pernikahan secepat mungkin dan ndak menunda waktu.”

“Bagaimana? Azam sejak dari rumah sudah mengatakan akan mengkhitbah Hasna, kami sudah membicarakan dengan Agam juga. Apa Nduk Halwa menerima lamaran kami untuk Agam?”

Aku menghela nafas berat, melihat senyum Ami dan abi juga Mbak Hasna yang memandangku dengan pandangan yang sulit dijabarkan.

“Halwa terima Umik, Abah. Insyaallah,” ucapku, keringat dingin membasahi dahi mengucapkan kalimat yang tak begitu panjang, tetapi terasa berat seperti membawa satu ton beban.

“Halwa,” pekik Mbak Hasna setelah mendengar jawabanku.

Tawa dari semua orang berubah sunyi sesaat setelah Mbak Hasna memanggil namaku dengan nada tinggi.

Sorotan tajam dari mata abi penuh selidik, belum lagi pasti setelah ini ami akan memborong banyak pertanyaan. Huft, alasan apalagi yang harus kukatakan pada mereka?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Wanita Lain Di Hati Suamiku    Kedatangan Ana

    Mendengar penjelasan Mbak Ida aku tak dapat lagi bisa protes. Memang bukan salahnya semuanya karena Guss Azam, ia serakah memulai hubungan dengan kebohongan. Meski Mbak Ida dan Mbak Hasna sama-sama menerima, tetapi itu tidak benar, yang masih kusayangkan kenapa mereka berbohong? Jika mereka saling cinta harusnya mereka jujur sejak dulu.“Ngapunten Mbak, Dik Halwa. Mbak tahu diri, karena orang tua kalian Mbak bisa hidup lebih baik seperti sekarang, karena itu Mbak siap menebus semuanya, kalaupun ada yang harus mengalah itu Mbak,” ucap Mbak Ida lirih.“Mbak, kita udah bahas ini. Kita akan jelaskan perlahan dengan Abi dan Abah. Ndak ada yang berubah,” tungkas Mbak Hasna tak setuju dengan ucapan Mbak Ida.Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran Mbak Hasna, sebaik-baiknya wanita mereka tetap tidak ingin dimadu, mereka pasti ingin menjalani cinta yang sempurna, tetapi tidak dengan kakakku itu, entah apa yang salah dengannya.“Sekarang sampun jelas, ndak

  • Wanita Lain Di Hati Suamiku    LUKA DAN TABAH

    HASNA POV“Jika sudah takdir, kemanapun kamu pergi ia akan datang. Jika sudah takdir jangankan kilometer, pulau saja akan mudah dilalui untuk memberikan kemenangan pada pertemuan.” Hasna Qaieren Eleanor.Gus Azam, begitulah aku dan adikku Halwa memanggil lelaki tinggi semampai yang selalu memakai sarung dan peci. Baju koko yang selalu digulung hingga ke siku, selalu menyapa dengan senyuman, kumis tipis membuatnya bertambah manis.Lelaki yang menjadi idola santriwati termasuk adikku Halwa, aku tak bohong jika memandangnya saja kita akan terhipnotis. Aku pun menyimpan hati untuknya, tetapi ketika adikku selalu menyebut namanya, bercerita tentang kebaikannya dan sikap santunya aku menyimpan rasa ini sendiri. Tidak mungkin aku akan bersaing dengan adikku meski kami tahu dia pun sudah dijodohkan dengan kami. Tidak hanya Gus Azam, ada Gus Agam yang tak kalah tampan, tetapi sikap mereka berbanding terbalik. Gus Agam pemuda dengan segala kebebasannya. Di

  • Wanita Lain Di Hati Suamiku    Jangan Salahkan Takdir bagian 2

    IDA POVTiga hari menjelang pernikahan mereka aku menyibukan diri di madrasah, mengalihkan semua panggilan dari Gus Azam, tak ingin menemuinya. Hingga datang hari di mana ia mengucap ijab kabul untuk Hasna, tatapan matanya seolah memohon untuk bicara, tetapi aku mengalihkan pandangan dan memilih pergi meninggalkan tempat yang menjadi saksi mereka telah halal.Hatiku sakit, aku seolah tak percaya dengan semua ini, tetapi ini nyata. Aku tidak bisa berpaling dari kenyataan ini, mau tidak mau aku harus menerima semua ini. Aku menangis seorang diri setiap malam, menahan derita lara ini, hingga aku tahu aku mengandung. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan sementara abi berniat menjodohkanku dengan seorang pemuda yang ia anggap sangat baik dan pantas untukku. Aku ingin jujur, tetapi takut jika abi akan murka, aku ingin diam tetapi jelas ini akan semakin membuat masalah besar.Kuputuskan untuk pergi dari rumah abi, mengatakan ingin membantu teman di sebuah panti jompo yang butuh bantuan p

  • Wanita Lain Di Hati Suamiku    Jangan Salahkan Takdir bagian 1

    IDA POV "Cinta hanya tentang bagaimana kamu harus menerima tanpa menyakiti." Ida Humaira.Ingatan itu membawaku dalam sebuah rasa bersalah yang teramat dalam, aku tidak tahu jika kedua orang tua angkatku yang telah membawaku dari kejamnya dunia pinggir jalan kedalam sebuah rumah penuh kenyamanan dan kedamaian akan menjodohkan putrinya dengan lelaki yang telah meminangku. Lelaki yang terang terangan mengatakan suka dan ingin menikah denganku, lelaki anak Kyai pimpinan pesantren. Bagus rupa dan akhlaknya, aku tidak menyangka pria yang kukagumi itu memiliki rasa kepadaku.Semua bermula saat aku sering ikut abi pergi ke pesantren Abah Habib, kami tak sengaja bertemu. Pemuda dengan panggilan Gus Azam, lelaki yang membantuku menghafal Al-Qur'an, lelaki yang selalu tersenyum kepadaku. Lama kami menyimpan rasa. Sempat abi melarang aku untuk ikut dengannya dan lebih fokus ke pelajaran madrasah, tetapi aku menolak aku tetap ingin membantu di pesantren Abah Habib, meski hanya sekedar membantu m

  • Wanita Lain Di Hati Suamiku    Jangan Bertahan Dalam Lara

    Pagi ini aku berniat pergi ke rumah abi, sebelum itu kusempatkan untuk menemui Mbak Hasna mengingat ucapan Agam semalam setidaknya aku akan mendengarkan alasannya tetap diam meski tahu ia telah dikhianati oleh Gus Azam. Baru saja hendak beranjak dari gazebo tempat aku duduk, Mbak Ida datang mendorong kursi roda Mbak Hasna. Aku diam mematung menatap keduanya, apa umik tahu tentang mereka, kenapa Mbak Ida dengan sesuka hati bisa datang ke sini? Apa di madrasah tidak sedang sibuk?“Dik,” panggil Mbak Hasna lirih.Aku menghampirinya, berlutut di depannya agar tinggi lebih rendah.“Apapun keputusan Mbak Hasna, Halwa selalu ada untuk Mbak. Jangan takut.” Kupegang tangan Mbak Hasna, dan sejenak menatap Mbak Ida yang terus menunduk.“Ngapunten Dik Halwa,” ucap Mbak Ida lirih. Aku tak menghiraukanya, bahkan tak sedikit pun berniat untuk menjawab ucapannya. Kuambil kursi roda dari tangan Mbak Ida dan membawa Mbak Hasna menjauh darinya. Meninggalkan Mbak Ida yang masih berdiri tak protes.“Dik

  • Wanita Lain Di Hati Suamiku    Perjanjian Agung

    “Ngapunten Gus, bagi Halwa sepuluh ribu itu sampun cukup. Halwa bukan wanita yang sempurna akhlaknya, Halwa bukan menantu yang bisa segalanya. Halwa sangat bersyukur bisa mendapat mertua seperti Umik, yang menerima Halwa dengan baik, menyayangi Halwa selayaknya putrinya sendiri. Memberikan kepercayaan besar saat Halwa ndak bisa menahan tangis. Apa pantas Halwa minta lebih dari sepuluh ribu lha wong Halwa saja masih banyak kurangnya.” Aku menghela nafas, sementara Agam masih setia di depanku menunggu aku kembali mengungkap alasan meminta mahar yang terbilang sedikit itu. “Lebih dari itu Halwa hanya ingin menjadi wanita yang diingat tak pernah meminta mahar neko-neko, karena syarat utama dari mahar pernikahan sebenarnya adalah mahar yang tidak memberatkan. Dalam hadis riwayat Ahmad Al-Hakim dan Al-Baihaqi 'Wanita yang paling besar berkahnya adalah wanita yang paling mudah (murah) maharnya.' Itu menyiratkan bahwa wanita yang berhak meminta mahar sebaiknya minta mahar pernikahan yang mer

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status