Share

2

Penulis: KARTIKA DEKA
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-15 11:11:05

POV ALYA

Papa menarik tanganku dengan kasar sampai ke mobil, terpaksa aku ikut karena Papa menarikku sangat kuat. Sempat aku melihat Audi yang kebingungan, lalu gegas menuju motornya.

Papa membuka pintu, dan mendorongku dengan kasar masuk ke dalam mobil. 

“Diam di dalam!” bentak Papa. 

Sebenarnya aku masih marah. Saking marahnya, dadaku rasa bergemuruh. Mungkin lebih baik aku ikut Papa pulang sekarang. Aku tandai wajah wanita itu, awas aja kalau dia berani lagi ganggu Papa. Aku nggak akan tinggal diam. Aku pasti akan buat perhitungan sama dia. 

Sebelum masuk ke mobil, aku masih sempat melihat Papa melihat wanita itu. Wanita itu mengusap pipinya yang basah, tetapi tatapannya fokus padaku. Aku tahu, meski kaca jendela mobil memakai kaca film. Dia malah abai dengan tatapan Papa. 

“Maafkan Alya,” kata Papa padanya, perempuan itu balik badan, dan langsung jalan masuk ke rumahnya, mengabaikan tatapan sinis para tetangga.

Audi memberi kode padaku, kalau dia jalan lebih dulu. 

Papa masuk dan menutup pintu mobil dengan keras. Aku tahu, Papa pasti marah padaku. Tapi, bodo amat lah. Aku nggak mungkin tinggal diam kalau ada perempuan lain yang mau merusak kebahagiaan keluargaku.

“Buat apa Papa minta maaf sama dia?” tanyaku dengan nada ketus pada Papa. “Seharusnya dia yang minta maaf!”

“Diam! Papa nggak pernah mendidik kamu jadi anak yang kurang ajar sama orang tua!” hardik Papa. 

“Tapi Papa juga selalu ngajarin Alya, untuk mempertahankan apa yang menjadi milik Alya!” sengitku tak mau kalah. “Alya nggak mau, perempuan itu menghancurkan keluarga kita!”

“Dia perempuan baik-baik! Bukan yang kayak kamu pikirkan!”

“Nggak ada perempuan baik-baik yang mau jadi selingkuhan!” tangkisku. 

“Kamu semakin kurang ajar! Kamu akan menyesal!” 

“Nggak akan! Selama dia masih ganggu Papa, Alya nggak akan pernah tinggal diam!” 

“Kamu–” Papa tak meneruskan kata-katanya, tetapi aku tau, dia sangat marah karena aku terus membantahnya. 

Aku diam. Bukan karena takut, tetapi karena mengatur emosiku sendiri. 

Sepanjang jalan, tak ada lagi yang bicara. Papa hanya diam, kelihatan sekali kalau wajahnya suntuk dan marah padaku. 

Sampai di rumah, aku langsung saja masuk tanpa mengucap salam. Kuabaikan Mama yang sedang duduk di ruang keluarga. 

Aku masuk ke kamar, dengan membanting pintu kamar.

“Alya kenapa, Pa?” Aku mendengar Mama bertanya pada Papa. 

Tak kudengar jawaban dari Papa. Aku hanya mendengar suara pintu dibuka, lalu ditutup kembali. Pasti Papa masuk ke kamarnya. 

Aku duduk dengan wajah kesal di atas ranjang. Papa yang selama ini jadi idolaku, ternyata sama aja dengan cowok lain.

Sampai sekarang aku belum menemukan lelaki yang tepat untuk menjadi pasangan, meski sekedar pacaran. Sebab, aku menjadikan Papa sebagai model laki-laki idaman. 

Ganteng, mapan, sayang keluarga, berkharisma, begitulah penilaianku terhadap Papa. Hingga sulit bagiku menemukan laki-laki sepertinya. Laki-laki yang kukenal, kebanyakan redflag. Ya, meskipun Papa juga nggak terlalu romantis dan manis dalam bersikap sama Mama, paling tidak, Papa setia. Begitulah penilaianku selama ini. 

Aku menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri sendiri. Aku masih marah, bahkan sangat kecewa sama Papa.

Pikiranku berkecamuk. Apa aku harus memberi tahu Mama? Mama pasti akan sangat hancur, kalau tau apa yang sudah dilakukan oleh Papa.

Ponselku bergetar di atas meja. Aku meraihnya dengan cepat. Audi.

[Kamu nggak papa?] pesan dari Audi. 

Aku langsung membalas pesannya dengan cepat. 

[Menurut kamu?]

[Ya aku masih kesel lah]

[Aku mau cari tau soal perempuan itu]

Tak lama, Audi membalas pesanku. 

[Aku temani]

Aku enggan membalas lagi. Kuletakkan saja hapeku di dekat bantal. 

Tok tok tok

Pintu kamarku diketuk.

“Al.” Mama yang memanggil. 

Dengan malas, aku bangkit dan membukakan pintu untuk Mama. 

“Kamu kenapa sama Papa?” tanya Mama begitu pintu terbuka.

“Mama tanya Papa aja,” jawabku. 

Rasanya tak tega kalau aku yang bicara sama Mama. Aku juga ingin tahu, apa Papa bisa jujur sama Mama kalau ditanya. 

“Papa lagi mandi. Mama ingin tahu versi kamu dulu,” desak Mama. 

Nggak. Aku nggak akan kasih tau Mama dulu. Aku tak bisa melihat Mama sedih dan terluka. Biar aku aja yang urus perempuan itu, tanpa melibatkan Mama. 

Aku menghela napas dan berusaha tersenyum, meski terasa dipaksakan.

"Gak ada apa-apa, Ma. Alya cuma capek," jawabku singkat.

Mama menatapku, jelas tidak percaya. Aku tahu Mama cukup peka, tapi aku juga tahu kalau Mama tipe yang nggak akan memaksa kalau aku belum siap bicara.

"Kalau ada apa-apa, cerita sama Mama, ya?" katanya lembut.

Aku mengangguk kecil. "Iya, Ma."

Mama masih menatapku sejenak sebelum akhirnya menghela napas dan beranjak pergi. Begitu pintu tertutup, aku langsung menjatuhkan diri ke kasur, menatap langit-langit dengan perasaan penuh amarah.

~~~~~

Pagi hari, wajahku masih ditekuk kala melihat Papa. Aku masih kesal dengannya. Aku yakin, Papa pasti nanti mau nemui perempuan itu. Pasti mau minta maaf. Cowok kan gitu kalau lagi jatuh cinta.

Kalau aja bukan karena janjiku yang mulai hari ini akan kerja di kantor Papa, aku malas sarapan bareng.

“Ada apa sebenarnya?” Suara Mama memecah keheningan di meja makan. 

Dari pertanyaan Mama, aku yakin, Papa juga nggak cerita sama Mama. 

Aku bangkit, untuk menghindari Mama. 

“Alya, duduk!” tegas Mama. Jiwa pemimpinnya seketika meronta kalau sudah begini. “Berapa kali Mama bilang. Jangan pernah meninggalkan masalah tanpa menyelesaikannya terlebih dahulu.”

Aku menarik nafas dalam, dan terpaksa duduk lagi. Papa diam saja, tampak tenang, seperti tak ada kejadian apa-apa.

“Sekarang cerita, ada apa sebenarnya?” tanya Mama lagi.

“Mama tanya sama Papa,” kataku tetap bersikeras tak mau memberitahu Mama.

“Mama mau kamu yang jawab,” kata Mama. Tatapannya langsung ke mataku. Kalau sudah begini, sulit sekali menghindar dari Mama. 

“Papa selingkuh!” sungutku sambil melirik sinis pada Papa. 

Mama melihat Papa. Anehnya, kenapa Papa terlihat sangat tenang? Papa sama sekali tidak menepis tudinganku. Berarti benar, yang kulihat semalam.

~~~~~~~~

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Wanita Lain di Hati Papa   98

    Beberapa minggu kemudian. Gedung tinggi Vantara Group tampak megah seperti biasa. Nadine baru saja masuk ruangannya ketika sekretaris pribadinya datang dengan wajah panik.“Bu Nadine, kita dapat somasi. Dari firma hukum yang mewakili Alya dan Angkasa Group.”“Somasi?” Nadine mengerutkan kening. Ia membuka dokumen yang dibawa sekretarisnya. Matanya melebar membaca isi surat itu.Somasi ini menyatakan bahwa Vantara Group, atas perintah langsung dari Nadine Ardianto, diduga terlibat dalam tindakan sabotase, manipulasi data keuangan, pelanggaran kerahasiaan perusahaan, dan pencucian uang melalui PT Saka Muda, dengan bukti rekaman digital, laporan audit independen, serta pengakuan dari salah satu mantan komisaris PT Saka Muda yang kini bekerja sama dengan pihak berwenang.Nadine melempar dokumen itu ke meja.“Ini perang,” gumamnya dingin.Di sisi lain, Alya berdiri di podium kecil dalam sebuah konferensi pers yang diselenggarakan di salah satu hotel besar.Wartawan, investor, pengamat bis

  • Wanita Lain di Hati Papa   97

    Alya menatap layar laptopnya dengan dada sesak. Tatapannya terpaku pada sosok Dimas Gunawan, pria yang selama ini dikenal sebagai pilar keuangan perusahaan. Lelaki dengan sikap kalem, tutur kata halus, dan penuh wibawa. Tak ada tanda-tanda kalau laki-laki itu akan berkhianat. Rasanya Alya sampai tak tahu harus percaya pada siapa. Dia sangat kecewa. Dikhianati seseorang yang begitu ia percaya.Ia segera meraih ponselnya dan mengetik cepat pesan untuk Kayra.[Siapkan ruangan rapat rahasia. Hanya kita berdua, pengacara, dan satu orang staf IT. Aku butuh rekaman CCTV lengkap dari tiga hari terakhir. Dan mulai sekarang, pantau semua aktivitas Dimas Gunawan. Jangan sampai dia tahu]~~~~~Kayra, dua staf IT pilihan, dan pengacara perusahaan duduk di dalam ruangan bersama dengan bos mereka, Alya. Di layar besar, mereka memutar ulang beberapa rekaman dari berbagai sudut gedung.“Ini dia,” ujar salah satu staf IT sambil memperbesar tampilan video. “Ini rekaman dari dua hari sebelum kebakaran.”

  • Wanita Lain di Hati Papa   96

    Pagi buta hape Alya berdering hingga memekakkan telinga. Disusun suara ketukan panik di depan pintu kamarnya. Alya segera membuka matanya, dia langsung melihat hape yang sudah tak berdering lagi. Mungkin karena dia terlalu lama menjawab. Alya melihat jam di dinding, masih pukul tiga pagi. “Alya!” panggil Bastian sambil mengetuk pintu kamar Alya. “Iya,” sahut Alya masih setengah mengantuk. Namun begitu, dia tetap bangkit dan melangkah agak sempoyongan ke arah pintu kamarnya sambil memegangi perutnya.Begitu membuka pintu, wajah tegang Bastian yang terlihat. “Kamu sudah angkat telepon dari Pak Jhon?” tanya Bastian. Jhon adalah kepala keamanan gudang pusat perusahaan yang ada di area kawasan industri. “Oh, tadi Pak Jhon. Belum sempat, Pa. Ada apa?” tanya Alya yang sudah mulai menghilang rasa kantuknya. Pasti ada hal penting kalau jam segini kepala keamanan sampai menghubungi.“Gudang pusat kebakaran,” kata Bastian membuat Alya tercekat. Mereka semua segera bersiap. Tak ada yang ber

  • Wanita Lain di Hati Papa   95

    Sudah tiga hari berlalu sejak pertemuannya dengan Nadine, tapi kata-kata perempuan itu masih bergema di kepala Alya.Hari itu, Alya datang lebih pagi ke kantor pusat Angkasa Group. Ia mengenakan setelan abu muda dengan blouse navy di dalamnya. Meski kehamilannya sudah masuk bulan keenam, tak satupun dari staf berani menyepelekan ketegasannya.“Bu Alya,” sapa tim logistik saat ia memasuki ruang rapat internal, “kami sudah menerima laporan dari tiga distributor besar. Mereka menolak memperpanjang kontrak. Dua di antaranya bahkan sudah menandatangani kontrak baru dengan pihak lain.”Alya menatap layar proyektor. Grafik distribusi menunjukkan penurunan tajam dalam dua minggu terakhir.“Ini tidak wajar,” gumamnya. “Distribusi kita sebelumnya stabil. Tidak ada kendala pengiriman, pembayaran lancar, hubungan baik. Tiba-tiba semua berubah drastis?”“Menurut kabar yang kami dapat, perusahaan Vantara Group yang sekarang mengurus distribusi mereka,” jelas salah satu staf.Alya mengangguk pelan.

  • Wanita Lain di Hati Papa   94

    Mendengar pertanyaan itu, Bastian langsung bungkam. Seakan-akan berusaha menemukan satu kata bijak untuk disampaikan pada Alya.“Papa sudah semakin tua. Papa sudah berjanji akan menua bersama Mama. Ibu kamu juga sudah ada yang menjaga. Mungkin, dia tetap ada di hati Papa, jadi Adik Papa,” kata Bastian. Alya tersenyum mendengar jawaban papanya. Dirinya berharap, papanya tak lagi meletakkan ibunya di dalam hati menggantikan posisi sang Mama. Hatinya bahagia akhirnya, mamanya bisa berdamai dengan ibunya. Kebahagiaannya semakin sempurna, karena ibunya juga sudah menemukan pendamping. “Ayok pulang. Malah senyum-senyum,” tegur Bastian sambil membukakan pintu mobil untuk anaknya. “Makasih papaku yang ganteng,” ucapnya lalu masuk. Bastian tertawa dan ikut masuk ke dalam mobil. ~~~~~~Hari itu langit Jakarta mendung, seolah ikut meramalkan suasana yang akan berubah dalam hidup Alya.Alya melangkah memasuki lobi gedung perkantoran megah berlantai tiga puluh dua di kawasan bisnis. Sepatunya

  • Wanita Lain di Hati Papa   93

    Setelah urusan dengan Arjuna dan keluarganya selesai tanpa banyak drama dan perjanjian hitam di atas putih kalau mereka tak akan lagi mengganggu keluarga Bastian apapun alasannya, keluarga Bastian memutuskan datang ke rumah Handoko. Suasana di ruang tamu rumah Handoko terasa mencekam bagi Ratna. Dirinya merasa dihakimi, padahal dirinya dan Bastian belum menceritakan maksud kedatangan mereka ke rumah Handoko.Handoko duduk di kursi panjang dengan punggung tegak, kedua tangan disatukan di atas pangkuan. Wajahnya tampak sangar, matanya menatap Ratna dan Bastian tanpa sedikit pun senyum.Ratna mencoba mengatur napas. Tangannya yang dingin digenggam erat oleh Bastian, memberi isyarat agar ia tak perlu takut bicara.“Jadi,” kata Handoko membuka suara, “kalian datang mau apa?”Sebelum mulai bicara, Ratna menarik nafas dalam. “Ada hal yang ingin Ratna sampaikan sama Om.”“Apa?” tanya Handoko membuat Ratna semakin menggengam tangannya yang dingin. “Tentang Alya,” kata Ratna pelan. Tak ada p

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status