Share

CEO 2 Menuruti Ibrahim

Penulis: Ziya_Khan21
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-15 12:27:45

Satu detik

Dua detik

Tatapan tajam dari iris mata sehitam jelaga milik Ibrahim berhasil membungkam mulut Alayya. Wanita cantik berhidung mancung itu pun sampai tidak bisa berkedip karena terpesona oleh ketampanan yang dimiliki pria di hadapannya ini. 

Jantungnya pun ikut berdentam-dentam seakan tahu siapa yang sedang ada di dekatnya. Refleks tangan kanan Alayya menyentuh dadanya sendiri. Dirinya tidak mengerti kenapa bisa merasa deg-degan seperti ini.

“Kenapa diam? Apa jantungmu berbisik memberi tahu siapa saya?” tebak Ibrahim sambil tersenyum sinis kala melihat Alayya meraba dadanya sendiri. 

Alayya tidak terima, dengan kedua tangannya dia dorong tubuh Ibrahim menjauh. “Jangan asal bicara Anda, Tuan. Saya tidak mengenal Anda apalagi almarhum istri Anda. Lebih baik Anda pergi dari sini dan biarkan saya melanjutkan pekerjaan saya.”

Wanita itu kembali membuang muka, sekuat tenaga dia mencoba mengingkari apa yang sudah dirasakan pada jantungnya sendiri. 

“Alayya Farhana Pramudhita, 24 tahun. Nama samaran Ayya Cantika, berasal dari Surabaya. Itu kamu, bukan?” Alayya sukses kembali terbelalak dengan ucapan Ibrahim. 

“Bagaimana Anda bisa tahu nama asli saya? Sebenarnya siapa Anda?” Bukan hanya Alayya. Hardiawan yang masih di cekal oleh ajudan Ibrahim pun jadi ikut penasaran kenapa pria konglomerat itu bisa mengenal wanita malam seperti Alayya. 

Ibrahim tersenyum miring, lalu berkata, “Karena saya adalah suami dari pemilik jantung yang ada di dalam tubuhmu.”

Refleks Alayya kembali menyentuh dadanya. Degub jantungnya semakin tidak beraturan saat Ibrahim mengatakan siapa dirinya. Tidak ingin percaya, tetapi ada rasa aneh yang perlahan merasukinya. “Perasaan apa ini?” gumam Alayya dalam hati. 

“Ini tidak mungkin, Tuan. Saya tidak mengerti apa yang Anda ucapkan,” kilah Alayya sekali lagi. Dia benar-benar tidak ingin mempercayai ucapan lelaki yang baru saja dilihatnya.

Ibrahim hampir kehilangan kesabaran sekarang. Dia kembali melangkahkan kakinya mendekati ranjang dengan satu tangan ada di dalam kantong celana bahannya. 

“Satu tahun yang lalu, kamu melakukan transplantasi jantung di salah satu rumah sakit di kota ini, bukan? Khairunissa Azalia Wahyudi adalah pendonor itu dan dia adalah istri saya,” terang Ibrahim tanpa mengalihkan sedikit pun matanya dari iris mata Alayya. 

“I-ini nggak mungkin,” ucap Alayya terbata. 

“Selama satu tahun ini saya berusaha keras mencari siapa saja orang yang menerima tiga organ tubuh yang didonorkan oleh istri saya. Untuk mata dan ginjal, sejak lama saya sudah mengetahui pemiliknya barunya, tapi untuk jantungnya saya harus susah payah menemukanmu karena kamu sering berganti nama dan berpindah tempat.” Ibrahim menjeda kalimatnya hanya untuk melihat reaksi yang ditunjukkan oleh Alayya. Wanita itu tentu saja hanya bisa terpaku mendengar penjelasannya. Tanpa ingin berlama-lama, Ibrahim pun kembali melanjutkan bicaranya. “Saya nggak nyangka sama sekali kalau jantung istri saya ada dalam tubuh seorang wanita malam sepertimu. Itu kenapa saya ingin membawamu bersama saya karena saya tidak ingin jantung dari wanita yang saya cintai harus rusak oleh kebiasaan burukmu yang belum juga hilang. Sekarang kamu udah tahu alasan saya menginginkanmu, bukan? Pakailah pakaianmu dan ikut saya pulang.” 

Ibrahim pikir semua penjelasannya akan dengan mudah membuat Alayya menurutinya, tetapi dia salah saat Alayya justru berucap, “Bagaimana kalau saya tetap nggak mau ikut denganmu, Tuan?”

Jujur saja, mendengar pertanyaannya itu, Ibrahim ingin sekali menarik wanita itu dari atas ranjang dan memaksanya pergi, tetapi pria tampan berhidung mancung itu bukan orang yang bisa kasar pada perempuan. Maka satu kalimat yang dia ucapkan kali ini, dia yakin pasti akan mampu meruntuhkan kekeraskepalaan Alayya. “Ikut saya pulang dan tinggalkan pekerjaanmu ini atau kembalikan jantung istri saya sekarang.”

Detik itu juga jantung yang sejak tadi berdetak tidak karuan mendadak seperti kehilangan kemampuannya berdenyut. Ancaman Ibrahim tidak bisa dia abaikan karena laki-laki itu mengatakannya dengan wajah yang serius dan tidak terbantahkan. 

“Baik. Anda menang kali ini, Tuan. Saya akan ikut Anda,” ujar Alayya pada akhirnya yang mana membuat Ibrahim tersenyum lega. 

Wanita itu pun segera beringsut dari ranjang besarnya. Dengan tubuh tetap dibalut selimut, Alayya menuju toilet kamar mewah itu untuk memakai kembali pakaiannya. 

Sementara menunggu Alayya selesai berpakaian, Ibrahim kembali menghadapi Hardiawan. Dia meminta ajudannya melepaskan pria paruh baya itu untuk membiarkannya pergi dari kamar itu. 

Hardiawan pun tidak berniat melawan atau pun membantah. Dia masih ingin hidup dan alasan Ibrahim memaksa mengambil alih wanita malam bayarannya pun sangat jelas. 

“Ini uang yang udah Anda berikan pada Ayya. Saya menggantinya tiga kali lipat,” ucap Ibrahim sesaat sebelum Hardiawan benar-benar meninggalkan kamar itu. “Kalau kurang sebutkan saja berapa yang Anda mau,” lanjutnya sambil mengulurkan satu lembar cek pada pria yang lebih tua darinya itu. Hardiawan tersenyum sinis dan mendorong pelan tangan Ibrahim yang terulur. 

“Saya nggak semiskin itu sampai anda harus mengganti uang saya, Tuan. Lagi pula saya tahu alasan kuat Anda menginginkan Ayya. Lupakan aja. Saya permisi,” tegas pria itu yang kemudian beranjak dari hadapan Ibrahim. 

***

Rumah mewah bergaya Eropa klasik dengan warna dindingnya yang dominan putih di depan Alayya adalah milik Ibrahim. Rumah inilah yang akan jadi tempat tinggal barunya setelah Ibrahim berhasil membujuknya untuk ikut dengan pria tinggi semampai itu. 

“Wah! Saya nggak salah lihat? Rumah Anda besar sekali Tuan?” pekik Alayya setelah turun dari mobil Mercedes Benz hitam. 

“Ayo masuk,” ucap Ibrahim tanpa berniat menanggapi pujian Alayya pada rumahnya. 

Wanita itu mengerucutkan bibirnya kesal, tetapi langkah kakinya tetap saja mengikuti pria itu berjalan. 

Tanpa memencet bel, dua daun pintu bercat hitam itu terbuka. Ada seorang wanita paruh baya dengan pakaian seragam ala kantoran menyambut keduanya. 

“Assalamu'alaikum,” sapa Ibrahim sopan.

“Wa'alaikumsalam, Tuan,” sahut wanita itu sembari bergerak ke sisi kanan untuk memberi jalan pada Tuan rumahnya. 

Alayya yang mengikuti Ibrahim masuk tanpa bicara kembali dibuat terperangah dengan pemandangan yang tertangkap mata indahnya saat sudah berada di dalam rumah. Semua perabotan mewah dan dia yakin sangat mahal harganya itu benar-benar membuat Alayya tertegun di tempat sampai dia tidak menyadari kehadiran seorang wanita lain yang lebih tua dari wanita yang tadi membukakan pintu utama rumah ini. 

“Kamu udah pulang Ibrahim?” tanya wanita itu sembari berjalan mendekat. 

“Iya, Tante. Oiya, kenalkan dia Alayya. Mulai hari ini dia akan tinggal bersama kita di sini. Ayya, ini Tante Mustika, dia adik almarhum ayah saya yang sudah merawat saya sejak kecil.” Ibrahim memperkenalkan wanita itu pada Alayya, tetapi karena tidak ada tanggapan, Ibrahim menengok ke belakang punggungnya, ternyata Alayya sedang memunggunginya sambil membawa matanya menyusuri tiap sudut rumah mewah ini. 

“Ayya, kamu dengar saya?” sentak Ibrahim yang mana membuat Alayya berjengit kaget. 

“Oh, maaf, Tuan. Saya terlalu kagum dengan isi rumah Anda sampai saya tidak mendengar Anda bicara pada saya. Ada apa?” 

Ibrahim berdecak lalu meraih tangan Alayya untuk menghadap sang tante.

“Kenalkan ini Tante Mustika. Kamu bisa memanggilnya Tante Tika. Dia juga tinggal di sini bersama saya,”

Alayya tersenyum manis lalu mengulurkan tangan kanannya berniat menyapa wanita paruh baya itu. Namun, Mustika tidak semudah itu menyambut uluran tangannya. Mustika justru memilih memindai Alayya dari ujung kepala hingga ujung kaki, hingga tanpa basa basi, wanita tua itu berkata, “Dari mana kamu bawa wanita murahan seperti dia ke rumah kita, Ibrahim ?” 

Bersambung …

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (24)
goodnovel comment avatar
Inon Poenya
ayya mau dijadikan apa ya sama Ibrahim sampe dibawa kerumahnya
goodnovel comment avatar
ida Sari
waduh kasar banget tuh Tante Tika ngomong nya ,,ayya juga ga mau kali ikut sama Ibrahim klu ga di paksa dan di ancam
goodnovel comment avatar
Itta Irawan
nah kehidupan barumu dimulai dirumah ibrahim ay
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda    CEO 91 Bahagia telah Tiba

    "Abang, semua ini terasa seperti mimpi, ya?" Suara Alayya terdengar lembut di tengah keheningan malam, menghiasi ruang kamar mereka yang baru saja kembali sunyi setelah seharian dilalui dengan emosi yang campur aduk. Dia berdiri di depan cermin besar, mengurai rambut panjangnya yang hitam, sedangkan mata almondnya menatap pantulan Ibrahim yang sedang duduk di tepi ranjang, menghadap ke arahnya.Ibrahim tersenyum kecil, senyum yang tidak terlalu sering terlihat di wajahnya yang biasanya kaku dan tegas. Tetapi malam ini, ada kehangatan dalam senyumnya, kehangatan yang hanya bisa dirasakan oleh Alayya. "Ya, Ayya. Semua yang telah kita lalui terasa begitu panjang dan berat, tapi akhirnya... kita sampai di sini."Alayya menoleh, memutar tubuhnya pelan dan berjalan mendekati Ibrahim. Langkahnya lembut, hampir tanpa suara di atas karpet tebal yang menutupi lantai kamar mereka. Dia berhenti tepat di hadapan Ibrahim, menatap dalam-dalam ke mata pria yang kini menj

  • Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda    Bab 90 Akhir dari Mustika

    “Abang, apa kamu yakin dengan ini?" Suara lembut Alayya bergetar saat mereka berjalan menyusuri lorong panjang menuju ruang kerja Mustika di rumah barunya—sebuah tempat yang Ibrahim baru saja ketahui keberadaannya. Mustika baru-baru ini pindah ke rumah itu, menolak untuk tinggal serumah dengan Nazila, ibunya Alayya. Tangan Alayya menggenggam lengan Ibrahim erat, seolah-olah mencari kekuatan dari pria di sampingnya."Aku harus yakin, Ayya," jawab Ibrahim dengan suara tegas namun rendah. Matanya lurus memandang ke depan, wajahnya keras tanpa ekspresi. "Ini bukan hanya soal aku. Ini soalmu juga. Aku tidak bisa membiarkan kejahatan Tante Tika terus berlanjut."Alayya mengangguk pelan, meski hatinya masih berdebar kencang. Berhadapan dengan Mustika bukanlah hal yang mudah. Perempuan licik itu telah melakukan banyak hal untuk merusak hidup mereka, termasuk mengatur kematian Nisa, istri pertama Ibrahim. Namun, sekarang waktunya tiba untuk membongkar semuanya.Di

  • Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda    CEO 89 Rencana Terakhir

    "Aku tahu ini tidak akan mudah, Ayya, tapi ini harus dilakukan." Suara Ibrahim terdengar dalam dan mantap saat dia menatap ke arah jendela besar di ruang kerjanya. Matanya terpaku pada pemandangan kota di depannya, tetapi pikirannya jelas terfokus pada hal yang jauh lebih dalam dan berat. Di sebelahnya, Alayya berdiri dengan tenang. Tangannya dengan lembut menggenggam tangan Ibrahim, memberinya kekuatan tanpa perlu banyak bicara. Dia tahu keputusan yang diambil Ibrahim bukanlah keputusan yang mudah. Menghadapi keluarga sendiri dalam masalah hukum adalah sesuatu yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. "Abang, aku ada di sini. Apapun yang terjadi, aku akan selalu mendukungmu." Suara Alayya pelan, tetapi penuh ketegasan. Ia menatap Ibrahim dengan penuh keyakinan, mencoba menyampaikan bahwa dia tidak akan pernah membiarkan pria itu menanggung semuanya sendirian. Ibrahim menoleh ke arahnya, matanya sedikit melunak. "Aku tahu, Ayya. Dan aku berterima kasih untuk itu. Tanpamu, mungkin

  • Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda    CEO 88 Bersiaplah, Tante

    Di tempat lain, Mustika menghadapi kecemasan baru.Mustika duduk di depan meja kerjanya, tangannya gemetar saat memegang telepon. Berita tentang kemunculan Rivaldo membuat tubuhnya panas dingin. Rivaldo, pria yang sudah lama ia coba singkirkan dari lingkaran kekuasaannya, kini kembali—dan kali ini, dia tampak lebih siap dari sebelumnya."Pantas saja," gumam Mustika dengan suara parau. "Aku seharusnya tahu kalau dia akan kembali."Mustika bangkit dari kursinya, berjalan mondar-mandir di ruang kerjanya dengan langkah gelisah. Matanya sesekali melirik ke jendela, seolah-olah takut ada yang mengawasinya dari luar. Rivaldo tidak hanya ancaman bagi rencana besarnya untuk menguasai kekayaan Ibrahim, tapi juga bagi keselamatannya sendiri.Tangan Mustika mengepal, meremas-remas ujung kain yang dia kenakan. "Sial!" teriaknya marah, melemparkan cangkir teh ke dinding hingga pecah berkeping-keping. "Kenapa sekarang? Kenapa dia harus muncul di saat segalanya hampir sempurna?"Frustrasi dan ketakut

  • Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda    CEO 87 Kepastian

    Ruangan itu akhirnya hening, hanya terdengar napas Ibrahim yang berat dan suara detik jam di dinding. Setelah semua ketegangan dan amarah yang memuncak, tubuh Ibrahim terasa seperti ditarik ke bumi dengan beban yang luar biasa. Ia berdiri di dekat jendela, memandang ke luar dengan pandangan kosong, mencoba menenangkan diri dari gejolak emosi yang baru saja meledak.Di belakangnya, Alayya mendekat perlahan, tanpa suara. Tangannya yang lembut meraih lengan Ibrahim, memberikan sentuhan yang hangat dan menenangkan. Meski amarahnya belum sepenuhnya mereda, sentuhan Alayya mampu membawa Ibrahim kembali pada kenyataan. Hatinya yang penuh kemarahan kini sedikit melunak dengan keberadaan wanita itu di sampingnya."Abang, ayo duduk sebentar." Suara Alayya lembut, penuh kasih, seolah dia paham betul bahwa Ibrahim butuh waktu untuk meredakan semua gejolak perasaannya. Tanpa protes, Ibrahim membiarkan Alayya memimpin dirinya menuju sofa di dekat jendela. Mereka duduk berdampingan, tetapi tak satu

  • Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda    CEO 86 Atur Rencana

    "Sekarang katakan apa yang kamu tahu tentang Tante Tika, Oscar sampai kamu nggak bisa menghentikan rencananya pada Nisa?” Ibrahim kembali menatap tajam pada Oscar yang masih menunduk. Oscar tidak menjawab segera. Napasnya terdengar pendek dan berat, dan meskipun dia sudah berkali-kali merencanakan apa yang akan dikatakannya, lidahnya terasa kaku. Rasanya seluruh tubuhnya tertindih beban yang tak terlihat, menyulitkan dia untuk bicara. Saat dia akhirnya berani mengangkat pandangannya, yang bisa dia lihat hanyalah kemarahan mendalam dari Ibrahim—kemarahan yang sangat pantas diterimanya. "Aku... Takut, Tuan. Nyonya Mustika sudah terlalu kuat." Akhirnya Oscar mengucapkan kata-kata itu, namun suara yang keluar terdengar lebih seperti desahan putus asa. "Aku tahu aku salah, Tuan. Tapi aku tidak tahu bagaimana menghentikannya." "Tak tahu bagaimana?" Ibrahim melangkah mendekat, semakin mempersempit jarak antara mereka. Tu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status