Setelah selesai acara inti, James tidak memperbolehkanku berdiri lagi begitu lama. James langsung mengantarkanku masuk ke dalam ruang rias tadi, dan ditemani oleh Lina. Benar kata Alice waktu itu, bahwa James akan membawaku kabur dari acara setelahnya. Aku tidak menyangka kalau James akan segentle itu, untuk menghadapi pertanyaan-pertanyaan para tamu seorang diri.Setelah itu aku menghabiskan waktu hanya untuk mengobrol dengan Lina, hingga aku ketiduran. Entah berapa lama, dan setelah aku bangun aku berada di kasur dan sudah berganti pakaian. Aku sangat asing dengan ruangan ini, bahkan James pun tidak terlihat disana. Ini bukan kamarku atau kamar James, ini juga bukan kamar di rumah utama.Aku mencoba turun dari kasur, dan berjalan keluar mencari siapapun orang yang aku kenal. Aku hanya takut diculik oleh seseorang, mungkin memang kedengarannya lucu, tapi mungkin saja ada seseorang yang tidak menyukaiku karena menikah dengan James. Tapi kalau aku diculik, mana mungkin aku dibiarkan be
Ternyata James menahan diri dengan sangat baik. Aku kira kami akan menjalani malam panas di ranjang, tapi nyatanya kami hanya tiduran dengan posisi James yang memelukku dari belakang. Walaupun dia sempat membisikkan tepat di telingaku dengan suara rendah, bahwa dia sedang sangat menahannya. Aku hanya terkekeh mendengar bisikan darinya, dan hanya menikmati tubuh hangat James yang menyentuh punggungku. Aku sangat menyukai posisi ini, perasaan nyaman yang tidak bisa aku ungkapkan dengan kata-kata.Aku masih tidak menyangka, kalau saat ini aku sudah menjadi istri seseorang. Dulu untukku membayangkannya saja sangat sulit, dan aku kira aku akan tetap berada di kubangan lumpur itu hingga aku sudah tidak terpakai lagi. Tapi seperti pangeran berkuda putih, James mengangkat ku dari kubangan itu dan bahkan kini menjunjungku hingga ke atas langit.Semoga saja tidak ada hal lain yang menjatuhkan ku dari ketinggian ini, karena itu pasti akan semakin membuatku terpuruk dari sebelumnya. Aku masih mera
Mobil yang kami tumpangi berhenti di sebuah parkiran, aku tidak tahu jelas tempat apa ini karena di luar cukup gelap. Aku melepas seatbelt dan akan membuka pintu mobil, namun lenganku buru-buru dihadang oleh James."Tunggu dulu, Sayang!""Kenapa? Bukankah kita sudah sampai?""Aku ingin memberikan kejutan untukmu, jadi sebelum keluar kamu tutup mata terlebih dahulu.""Kejutan? Bukankah tempat ini gelap, kejutan apa yang kamu maksud, Sayang?"Aku bingung dengan apa yang direncanakan oleh James, karena tempat ini terlalu sepi dan gelap. Bahkan dari kaca mobil, aku tidak bisa melihat pemandangan di luar selain lampu tempat parkir."Namanya bukan kejutan kalau aku beri tahu, kamu percaya saja sama aku."Akupun mengikuti semua arahan James, dia melilitkan sebuah kain untuk menutupi mataku. Setelahnya terdengar suara James membuka dan menutup pintu mobil di sebelahnya, dan tidak lama kemudian pintu di sebelahku terbuka. James meraih tanganku dengan lembut,sambil memegang bagian atas kepalaku
#Terhalang Status "Mami, hari ini jadwal aku libur ya?" Tanyaku kepada seorang wanita yang sedang duduk di sofa sambil melihat handphonenya. "Mami janji kan kasih aku libur sehari?" Tanyaku lagi dengan nada membujuk. "Baiklah, terserah kamu. Tapi kamu tahu kan kedua bodyguard Mami akan mengawasi kamu?" Wanita itu bertanya untuk memastikan dan dengan nada sedikit mengancam. "Gak masalah, yang penting Mami ijinin aku libur nanti malam juga." aku berusaha membujuknya dengan tatapan yang merayu."Tapi walaupun libur kamu harus tetap datang oke? Mami udah banyak menolak tawaran, kamu tahu?" Mami menjawabnya dengan nada enggan yang sangat terlihat jelas dari raut wajahnya. "Siap Mam, makasih Mami." kataku sambil memeluknya yang berusaha bersikap manis lalu pergi meninggalkan wanita itu. Wanita tadi bukanlah ibu kandungku meskipun aku memanggilnya Mami, ya walau ibu kandungku tidak terlalu jauh berbeda dengannya. Tapi setidaknya dia membiarkan aku tinggal dan
"Papaaa.....!" teriak Jesen.Dia turun dari kursinya, dan berlari kearah seorang pria. Aku mengikuti arah Jesen berlari, disana aku melihat Jesen memeluk seorang pria dengan badan yang tegap dan wajah yang menawan. Aku sempat membatu ketika melihat mata hitamnya yang pekat, membuatku seperti tenggelam di dalamnya. Mataku tidak berkedip sama sekali, detak jantungku berdegup tidak beraturan. Apakah ini yang sering orang bilang cinta pada pandangan pertama? Aku pun berusaha menelan salivaku yang sangat sulit kulakukan. "Jesen, kamu kemana saja? Papa sudah mencarimu kemana-mana." kata pria itu dengan tatapan khawatir. "Maafin Jesen Pa, tadi Jesen cuma pergi sebentar untuk melihat mobil-mobilan, tapi setelah selesai Jesen gak lihat Papa dimana-mana." jawab Jesen sambil menundukkan kepalanya. Pria itu mengelus kepala Jesen, dia terlihat sedikit tenang dibandingkan tadi. Kemudian pria itu mengalihkan pandangannya ke arah meja makan yang aku dan Jesen gunakan ta
Aku kaget melihat salah satu pria yang tidak asing, berada tepat di depanku. Dia pun juga terlihat sangat kaget ketika melihatku, tatapan kagetnya terpampang jelas di raut wajahnya. Deg... Entah kenapa aku merasa malu ketika mata kami bertemu, padahal kita baru bertemu tadi siang karena ketidak sengajaan. Ya pria itu adalah James. Wajahnya mengingatkanku dengan wajah polos dan menggemaskan, yang tadi siang kutemui. Kini tatapannya kepadaku terlihat kaget dan tidak percaya. Hatiku sedikit sakit dengan tatapannya itu, mengingat kami bertemu kembali disaat aku sedang bekerja seperti ini. Aku mencoba bersikap profesional, dan melanjutkan melayani salah satu pria dan menuangkannya minuman. Namun tiba-tiba James mencengkeram lenganku dan menariknya, entah apa yang ada difikiran pria yang didepan ku ini. Kenapa dia menarikku? Apa aku membuat kesalahan tadi siang? Atau dia hanya ingin berterima kasih kembali karena sudah menolong anaknya? Setelah keluar dari bar, cengkeraman di lenganku mu
POV James"Pa, tadi Jesen sama Tante Daisy ngobrol banyak banget loh. Tante Daisy baik banget sama Jesen, setiap Jesen cerita Tante Daisy malah tertawa. Tapi Jesen gak marah karena Tante Daisy waktu tertawa cantik." cerita Jesen sangat semangat."Pa, nanti Jesen boleh kan jalan-jalan lagi dengan Tante Daisy? Jesen bahagia banget waktu jalan-jalan sambil nyari papa, padahal Jesen udah capek tapi Tante Daisy langsung nawarin buat gendong Jesen juga." tambah Jesen semakin semangat bercerita. Aku sedikit menyimak cerita Jesen yang bilang dia digendong wanita itu. Jarang ada wanita yang mau menggendong Jesen yang sudah agak besar. Wanita-wanita yang dekat denganku sebelumnya pun bahkan tidak ada yang bisa membuat Jesen berbicara. Jesen juga pernah dibuat menangis oleh wanita yang dekat denganku terakhir kali. Sepanjang perjalanan pulang setelah tadi dari Mall, Jesen hanya bercerita tentang Tante Daisy terus menerus tanpa henti. Itu sedikit membuatku iri, karena sel
Wajah wanita yang tidak asing, yang sedari tadi terbayang-bayang di kepalaku. Wanita yang menolong anakku Jesen dan membuat Jesen tertawa bahagia. Wanita yang senyumannya membuat hatiku tergelitik, sekarang dia berdiri tepat di hadapanku. Mata kami bertemu dan dia terlihat sedikit bingung dan malu. Deg... Aku hanya bisa terpaku ditempat, entah aku harus bersikap seperti apa kepadanya. Menganggap seperti tidak mengenalnya, membuat hatiku tidak tenang. Namun jika aku berlagak mengenalnya, pasti akan terasa lebih canggung. Kami baru bertemu dan kenal tadi siang, itu pun hanya sebentar. Apakah aku punya hak untuk berbicara dengannya? Aku harus bersikap seperti apa dengan kondisi seperti ini?Aku melihatnya menuangkan minuman kepada salah satu temanku. Perasaanku menjadi tidak nyaman dan membuat emosiku mendidih. Tanpa sadar aku mencengkeram lengannya dan menariknya keluar dari bar itu. Entah apa yang ada difikiranku saat ini, yang pasti aku hanya mengikuti refleks badanku. Apakah aku mar