Share

Permintaan Maaf

"maaf." Aku masih menundukkan kepalaku di atas setir.

Satu kata itu lolos dari mulutku dan membuatku takut untuk melihat reaksinya. Akupun berusaha memberanikan diri untuk melihat reaksi dari ucapanku tadi.

"Sebenarnya apa maksud anda?" tanyanya sedikit putus asa.

Melihat tatapannya yang terlihat marah bercampur bingung membuatku kembali membulatkan tekad untuk meminta maaf dengan benar.

"Aku minta maaf atas sikapku tadi, aku juga meminta maaf atas perkataan dan perbuatan kasarku." mohonku tulus.

Aku pun menghadap ke arahnya dan menatap matanya agar dia bisa melihat permintaan maafku tulus. Dia menatapku membisu, mungkin dia masing bingung dengan tindakanku yang labil. Aku pun juga tidak terlalu berharap dia akan langsung memaafkanku, aku menunggu beberapa saat namun dia tetap tidak merespon ku.

"Selama tiga hari ini istirahatlah. Aku tidak akan macam-macam denganmu." Aku menjelaskan agar dia tidak salah paham, tapi dia tetap tidak memberi respon.

"Dan tolong temuilah Jesen, sedari siang dia selalu bercerita tentangmu dan bertanya kapan bisa bertemu kamu lagi." tambahku ragu, aku pikir ketika menyebutkan nama Jesen dia akan menjawab semua pernyataanku.

"Anda bercanda? Baru tadi anda berteriak kepada saya untuk tidak muncul dihadapan anak anda, kemudian anda sekarang meminta saya bertemu dengannya? Apakah anda punya dua kepribadian? Anda sangat labil sekali." jawabnya marah dan mengalihkan pandangan dariku.

"Sekali lagi aku minta maaf, hem. Aku berjanji akan memperlakukanmu dengan lebih baik, jadi aku mohon kamu mau ikut denganku." Kataku memohon.

Daisy terlihat masih diam berpikir, dan dia pun akhirnya menganggukkan kepala tanda menyetujui. Entah kenapa senyumku mengembang, aku sedikit merasa lega walaupun belum mendengar kalau dia sudah memaafkanku. Aku akan membuktikan dengan perbuatan kalau aku benar-benar mengakui kesalahan, aku pun menjalankan mobil kembali dengan perasaan senang.

Mobil pun berhenti tepat di depan rumah. Ketika aku menengok ke arah Daisy, ternyata dia sedang duduk terlelap di kursinya. Aku melihat wajahnya yang terlihat lelah dan bertambah pucat, membuatku mengurungkan niat untuk membangunkannya. Semakin aku memandang wajah itu, semakin terpesona aku dibuatnya. Kulit yang putih halus dengan bibir mungil yang membuatnya terlihat sangat menggemaskan.

Aku terus menatapnya sambil tersenyum, entah kenapa ada perasaan nyaman yang tidak bisa dijelaskan. Sebenarnya siapa pun akan menghindar darinya, setelah tahu apa pekerjaannya. Awalnya aku pun sama, ada rasa ingin menghindarinya. Namun rasa ketertarikanku tidak bisa dibantah, jadi aku pun melakukan hal gila ini.

Aku melepaskan jaketku untuk menyelimutinya, sekitar hampir satu jam aku menunggunya terbangun, dan akhirnya dia mulai menggeliat bangun dari tidur cantiknya. Aku segera berpura-pura seperti baru saja menghentikan mobil, aku tidak mau dia berpikiran buruk tentangku karena membiarkannya tidur begitu lama.

Di perjalanan tadi aku sudah menyuruh andre untuk menyiapkan semua keperluan wanita. Andre sempat sedikit protes, namun aku menyuruhnya meminta tolong kepada pacarnya untuk memilihkan. Aku juga menjajikan bonus bulanan untuknya, Andre pun langsung menyetujuinya. Siapa yang akan menolak untuk bekerja sambil kencan dengan pacarnya dan mendapatkan bonus pula.

Aku pun mengantarkan Daisy menuju salah satu kamar yang akan ditempatinya selama tiga hari ini. Aku sedikit takut Daisy akan merasa tidak nyaman, sehingga aku memberikannya kamar di samping kamar Jesen. Untung Jesen sudah tidur malam ini, sehingga Daisy bisa langsung istirahat.

"Ini kamar kamu. Untuk perlengkapan pribadi akan di siapkan sekretarisku, mungkin akan siap besok, sementara kamu bisa pakai pakaian yang ada di atas kasur," Kataku sambil menunjuk pakaian yang terlipat rapi di atas ranjang kamar itu.

Ketika aku menunggu Daisy tidur tadi, aku menghubungi pembantu yang biasanya membersihkan rumah, untuk kembali dan menyiapkan beberapa pakaian dari mantan istriku di kamar ini.

"Iya, makasih. Tapi benar ini tidak apa-apa?" tanyanya sedikit ragu.

"Maksud kamu gimana, hem?" tanyaku bingung akan maksud pertanyaannya tadi.

"Itu..., kamu kan sudah membayar mahal selama tiga hari. Apa emb...maksudku.." dia bertanya dengan gugup yang membuatnya terlihat lucu, membuatku ingin menggodanya.

"Kalau itu yang kamu pikirkan, kamu tidak usah khawatir. Aku tidak akan menyentuhmu, kecuali kalau kamu yang menginginkannya." kataku sambil tersenyum genit.

Daisy pun terlihat memelotkan matanya kaget, dia telihat gugup dan malu. Aku pun tidak tega menggodanya terlalu lama karena wajahnya sudah sangat merah.

"Bercanda, sudah kamu istirahatlah. Besok pagi temuilah Jesen, besok dia pasti akan sangat senang melihatmu."

"Baik, kamu juga istirahat, semoga mimpi indah." kata Daisy sambil masuk kamar dan menutup pintu.

"Selamat malam." jawabku dengan menatap pintu yang ada di hadapanku.

Aku pun berjalan menuju kamar dan membersihkan diri dan berganti pakaian. Setelah itu aku merebahkan tubuhku di atas kasur, aku kembali termenung mengingat kejadian hari ini. Pikiran dan hatiku semakin gundah, ketika mengingat apa yang harus aku lakuan setelah tiga hari ini.

Aku tidak akan rela jika Daisy kembali ketempat itu lagi, membayangkan Daisy bersama pria lain membuatku frustasi. Sebenarnya aku bisa saja menghancurkan rumah pelacuran itu, tapi aku takut Daisy tidak suka dengan caraku. Mungkin besok aku harus membicarakan hal ini dengannya, aku akan membantu apapun keputusannya nanti. Mataku mulai terasa berat dan aku pun memejamkan mata dan kemudian terlelap.

Paginya aku mencium bau harum masakan, padahal tidak ada pembantu yang memasak. Pembantu hanya datang untuk membersihkan rumah dan mengurus cucian. Selama ini walaupun tidak terlalu jago, aku yang membuatkan sarapan dan makan malam untuk Jesen. Aku terlalu berhati-hati untuk masalah makanan. Jika aku ada meeting di perusahaan dan tidak bisa memasak untuk Jesen, aku akan memesan makanan di restoran langgananku yang sudah terjamin kebersihannya dan nilai gizinya.

Akupun melihat jam yang ada di atas meja, terlihat jam masih menunjukkan pukul setengah lima pagi. Aku bangun dari tempat tidurku dan berjalan menuju dapur untuk melihat asal bau ini. Sesampainya di dapur, aku melihat Daisy sedang berkutan dengan bahan-bahan masakan.

Dia belum menyadari kedatanganku, aku berhenti untuk melihat Daisy yang memasak dan sesekali bersenandung. Aku tidak tahu dia punya sisi yang seperti ini, membayangkan aku bisa melihatnya seperti ini lagi dikemudian hari membuatku merasa nyaman.

Aku pun berjalan mendekat, dan berdiri tepat dibelakangnya. Ketika dia membalikkan badan, dia terkejut melihatku dan langsung melangkah mundur. Namun dia kehilangan pijakannya dan hampir jatuh kebelakang, dengan sigap aku langsung menangkap pinggangnya dan menariknya agar tidak terjatuh.

Kini wajah Daisy berada tepat di depan wajahku. Jantungku mulai berdetak cepat dan keras, aku berusaha menelan salivaku yang sangat sulit. Mata kami saling bertemu, seperti ada lem yang membuatku tidak bisa terlepas dari matanya. Hingga kami pun tersadar kalau tubuh kami masih menempel kemudian melepaskan pagutan itu.

POV James End

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status