Share

Kebahagiaan Jesen

Pagi harinya aku kembali terbangun sedikit kesiangan, mungkin karena kelelahan aku tertidur sangat pulas. Aku keluar dari kamar menuju dapur, niatku ingin segera memasak untuk sarapan. Namun sesampainya di dapur aku melihat James yang sedang membuat sandwich telur sangat banyak. Aku tersenyum geli melihat tubuh kekar James yang sedang memakai celemek berwarna merah muda.

James yang menyadari kedatanganku langsung tersenyum sambil mengalihkan pandangannya kepadaku. Tidak hanya mata hitamnya yang membuatku seperti tenggelam, senyumannya pun membuatku meleleh dibuatnya. Setelah James selesai menyiapkan semuanya, dia langsung menghampiriku masih dengan celemek yang melekat di tubuhnya.

"Sayang, kamu sudah bangun?" tanya James sambil memelukku dari belakang.

Aku sedikit kaget dengan panggilannya terhadapku yang berubah dalam semalam. Aku tersenyum menanggapi pertanyaan James. Sebenarnya aku masih canggung mendengarkan panggilan itu, walaupun aku juga menyukainya. Suara James yang berat dan tegas tapi kini memanggilku dengan sangat lembut, membuatku merasa malu dan bahagia disaat bersamaan.

"Apakah tidurmu tadi malam nyenyak sayang?" tanya James lagi yang masih memelukku.

"Iya, aku sangat pulas tidur semalam, mungkin aku terlalu lelah berlari seharian." jawabku sambil melepas pelukan James dan berbalik.

"Kamu tahu James, kamu sangat menggemasan memakai celemek ini." kataku sambil menahan tawa.

"Hanya ini yang ada, entah dulu kenapa Andre bisa membelikanku warna seperti ini." kilah James sambil menggerutu.

"Mungkin Andre sudah tahu kalau kamu akan sangat menggemaskan memakai ini." kataku sambil tertawa.

"Apa kamu sangat menyukai aku yang seperti ini hem? kalau iya aku akan rela memakai ini terus asal kamu bahagia." katanya menggombal.

"Bisa saja kamu James, aku akan berpura-pura tidak mengenalmu kalau kau sampai pakai ini terus." jawabku menggoda.

"Kamu sangat tega sayang, apa kamu tidak takut akan ada perempuan lain menemaniku?" tanya James merajuk.

"Kalau kamu mau aku tidak bisa apa-apa James." kataku pura-pura pasrah.

"Aku hanya ingin denganmu sayang." tiba-tiba James menarikku ke pelukannya.

"Call me sayang or honey please!" minta Jesen sambil mengkedip-kedipkan matanya.

"Aku masih canggung James, ini terlalu tiba-tiba untukku. Beri aku waktu."

"Emm, baiklah. Kalau kamu sudah siap, aku akan selalu siap mendengarnya." katanya sambil mencium keningku.

Setelah itu kami bergegas ke kamar masing-masing untuk mandi dan berganti pakaian. Ketika selesai kami berkumpul di meja makan bersama Jesen juga. Jesen kini selalu bersemangat tiap pagi, dan itu menular kepadaku.

"Sayang, kamu nanti bisa antar Jesen sekolah? Aku akan ada meeting pagi ini, nanti kamu bisa diantar sopir." tanya James kepadaku yang medapatkan balasan mataku yang melotot karena panggilannya.

"Kenapa Papa memanggil tante Daisy sayang?" tanya Jesen polos.

"Karena Papa sayang sama Tante Daisy, makanya panggil sayang." jawab James santai.

Aku kaget dengan jawaban itu, aku kira Jesen akan curiga. Namun ternyata dia hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti.

"Jesen mau diantar sekolah sama Tante?"

"Tentu dong Tan, Jesen malah bahagiaaaa sekali kalau Tante Daisy mau antar Jesen." jawab Jesen polos layaknya anak kecil kebanyakan.

Setelah selesai makan James berangkat duluan untuk bekerja, sedangkan aku bersiap untuk mengantar Jesen. Jesen terlihat lebih menggemaskan saat dia memakai seragam sekolahnya. Kami berdua langsung masuk kedalam mobil dan menuju sekolah.

Selama diperjalanan James bernyanyi riang, mungkin dia rindu sosok ibu yang mengantarkannya ke sekolah. Sehingga dia terlihat sangat bahagia ketika aku antar. Hingga mobil pun sampai di tempat parkir sekolah.

Setelah kami turun dari mobil, kami berdua langsung menuju kelas Jesen. Sesampainya di depan kelas, Jesen langsung memelukku kemudian berlari masuk ke dalam kelas. Aku merasakan banyak sekali tatapan mata yang mengarah kepadaku. Asal tatapan itu dari orang tua murid yang datang mengantar.

Aku sedikit peka dengan hal seperti ini, karena sudah terlalu sering orang lain membicarakan ku atau menatapku dengan tatapan tidak suka dan iri. Mendengar bisikan-bisikan itu, aku berusaha bersikap biasa dan mencoba mendekat kemudian menyapa mereka.

"Permisi...boleh saya ikut duduk?" tanyaku sopan.

"Boleh, silahkan." jawab salah satu ibu-ibu itu.

"Jeng, kamu pacar baru Tuan James ya? Tuan James nya kemana? Kenapa tidak ikut?" tanya ibu yang lainnya ketika aku sudah duduk.

"James sedang ada meeting di kantornya, jadi saya yang menggantikan untuk mengantar Jesen." jawabku sambil tersenyum ramah.

"Tuan James kan CEO LEWIS GROUP, pasti jeng ini juga anak orang kaya ya?" tanya yang lainnya.

"Jeng Ina ini bagaimana, jangan tanya seperti itu. Sudah pasti lah seleranya Tuan James yang tinggi-tinggi juga."

Aku serasa tertampar dengan pertanyaan dan pernyataan itu. Aku hanya bisa memaksakan senyumanku tanpa menjawab pertanyaan mereka. Yang sekarang aku pikirkan adalah seorang James ternyata CEO di perusahaan besar LEWIS GROUP? Bagaimana aku bisa memperkenalkan diri dengan statusku yang seperti ini? Kita berdua miliki status yang sangat berbeda.

Dari awal aku sudah tahu kalau lingkup kita berbeda, bahkan tidak seharusnya James bersama seorang pelacur sepertiku walaupun dia buka CEO. Namun hatiku tidak ingin mengakuinya, aku hanya ingin menikmati waktu saat ini yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.

Aku menunggu Jesen hingga pulang sekolah, selama menunggu aku hanya mendengarkan obrolan ibu-ibu disana tanpa berkata apapun. Aku sebenarnya merasa canggung dan takut jika salah bicara, aku takut Jesen akan malu karena aku.

Setelah Jesen selesai, dia langsung berlari menghampiriku. Rasa bahagia terlihat jelas dari raut wajahnya, ada perasaan getir ketika melihat Jesen yang seperti itu. Rasa ingin menjaga kebahagiannya dan juga rasa takut menyakitinya membuatku merasa serba salah.

Kami berdua pun masuk ke dalam mobil dan kembali pulang kerumah. Di sepanjang perjalanan Jesen menceritakan pelajaran yang tadi dia dapatkan di sekolah. Dia sangat bahagia dapat menceritakan semua itu.

"Tante, makasih ya udah anter Jesen sekolah hari ini. Jesen senang sekali, coba kalau Tante Daisy bisa jadi Mama Jesen pasti Jesen gak perlu dengar ejekan teman-teman yang bilang Jesen gak punya Mama."

Aku kaget dengan kata-kata Jesen, sebenarnya aku ingin sekali bilang akan jadi Mamanya. Tapi hati terdalamku tidak berani mengatakan itu, masih ada rasa takut yang menghantuiku. Aku hanya tersenyum menanggapi perkataan Jesen dan mengelus rambutnya.

Sesampainya di rumah aku langsung menyuruh Jesen berganti pakaian dan cuci tangan. Aku kembali berkutat di dapur untuk menyiapkan makan siang.

Malam harinya James pulang ketika makan malam sudah siap. Kami bertiga pun makan sambil mendengarkan kebahagiaan Jesen hari ini. James melihatku tanpa berkata apa-apa, dia seperti paham dengan apa yang terjadi kepadaku.

"Besok Papa juga akan menemani Jesen sekolah bersama Tante Daisy." kata James tiba-tiba.

"Yang benar Pa? Horeee Jesen diantar Papa juga!" Jesen terlihat sangat bahagia.

Aku hanya tersenyum menanggapinya, aku bahagia sebenarnya. Tapi ketika aku teringat dengan kondisiku, hatiku kembali terasa nyeri. Aku benar-benar takut kebahagiaan ini akan segera hilang.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status