Share

Istirahat

Aku terbangun di tempat asing, kemudian aku teringat semalam aku datang ke rumah James. Sebenarnya aku tidak mengerti apa yang James pikirkan, sehingga bisa melakukan hal seperti ini. Padahal James kini tahu apa pekerjaanku, jika itu pria lain pasti langsung menghindar, ketika tahu apa pekerjaanku. Tetapi James malah memberiku kebebasan selama tiga hari ini dan membayarnya dengan sangat mahal tanpa menyentuhku.

Aku melihat jam menunjukkan pukul empat pagi, aku pun bangun dari tempat tidur. Setelah mencuci muka aku keluar kamar dan menuju dapur. Sudah lama aku tidak memasak, Mami melarangku memasak ataupun bersih-bersih setelah aku bisa bekerja. Padahal memasak adalah satu-satuya hal yang aku senangi di rumah itu.

Aku melihat penanak nasi yang masih kosong, aku pun melihat-lihat bahan makanan yang ada di kulkas dan lemari. Setelah menemukan apa yang aku cari, aku pun mulai memasak. Aku berniat untuk memasak nasi merah, dan juga membuat omelette di tambah sosis goreng untuk sarapan nanti. Tidak lupa aku juga menyiapkan susu untuk Jesen.

Ketika aku membalikkan badan, tiba-tiba aku dikejutkan oleh orang yang ada dibelakangku. Aku secara refleks lansung melangkah mundur. Namun aku kehilangan pijakanku dan hampir jatuh kebelakang, namun dengan sigap James langsung menangkap pinggangku dan menarikku agar tidak terjatuh.

Kini wajah kami sangat dekat, jantungku berdetak sangat cepat, aku berusaha bersikap biasa walaupun detak jantungku terdengar dengan jelas. Mata kami saling bertemu, aku seperti melayang di buatnya. Hingga kami pun tersadar kalau tubuh kami masih menempel kemudian melepaskan pelukan itu.

Aku langsung membalikkan badan, karena sekarang wajahku pasti sudah sangat merah. Padahal aku sudah terbiasa berdekatan dengan banyak pria, tapi aku tidak pernah merasakan debaran seperti ini. Mungkin perasaanku pada James terlihat jelas, dan aku sudah tidak bisa memungkirinya. Tidak ada bedanya dengan perasaan James yang terpampang jelas di raut wajahnya, namun ada perasaan tidak pantas untuk aku bisa bersama dengannya.

"Maaf, tadi aku hanya refleks." kata James menjelaskan dengan gugup.

"Tidak masalah, aku malah yang harusnya berterimakasih, kalau bukan karena refleksmu mungkin aku sudah terjatuh."

"Eeemmb..memang kamu sedang masak apa?"tanya Jesen mencari topik.

"Aku hanya membuat omellete, untuk sarapan nanti. Tidak masalah kan?"

"Tidak, aku dan Jesen juga sering makan omellete buatanku."

"Kamu masak sendiri James? Jadi kamu bisa masak?" tanyaku tidak percaya, karena dari postur tubuh dan pembawaannya tidak akan ada orang yang percaya kalau dia bisa memasak.

"Aku tidak memperkejakan pembantu untuk masalah memasak. Aku sedikit lebih hati-hati untuk soal makanan, jadi aku memilih untuk memasak sendiri. Ingat waktu kita pertama bertemu?"

"Emb ya, waktu di restoran?" tanyaku memastikan.

"Iya, waktu itu aku marah kepada Jesen karena memakan masakan yang tidak sehat itu. selama ini kalaupun aku tidak bisa memasak, aku akan memesankan makanan di restoran yang sudah aku percaya kualitasnya." jawab James menjelaskan.

"Tapi untuk sesekali tidak masalahkan?" jawabku sambil meringis memperlihatkan gigiku."

"Jangan diulang lagi, okey? Kamu kenapa bangun sepagi ini? Kamu tidak bisa tidur? Apa kamarnya kurang nyaman?" tanya James berentetan.

"Tidak James, aku tidur dengan sangat pulas, terimakasih. Aku hanya sudah terbiasa bangun jam segini." jawabku menjelaskan.

"Okey, yang terpenting kamu nyaman. Aku bisa bantu apa?"

"Kamu bantu nyiapain peralatan makan aja gih, ini juga sudah mau selesai."

"Siap!" jawab James sambil mengangkat tangannya memberi hormat.

Aku tertawa geli melihat tingkah James yang baru aku lihat. Tidak kusangka ternyata James memiliki sisi yang seperti ini juga. Setelah selesai menyiapkan sarapan, kami berdua kembali ke kamar masing-masing untuk membesihkan diri dan berganti pakaian. Setelah itu aku kembali menuju meja makan.

Jesen yang melihatku pertama kali langsung teriak-teriak kegirangan sambil berlari ke pelukanku. Aku yang melihat reaksi Jesen sangat kaget dibuatnya, pasalnya belum pernah ada yang sebahagia ini ketika bertemu denganku. Wajah Jesen yang berada di perutku membuat aku geli dan bahagia melihatnya.

Tanganku mebelai kepala Jesen, rambutnya sangat halus berwarna hitam pekat, persis seperti rambut James. Namun warna mata mereka berbeda, Jesen memiliki warna mata yang kecoklatan sedangkan milik James berwarna hitam pekat. Mereka berdua terlihat sangat mirip namun terkadang juga sangat berbeda.

Setelah lumayan lama drama Jesen kepadaku, akhirnya kami semua menuju meja makan untuk sarapan. James terlihat kaget ketika memakan masakanku, aku sempat takut kalau masakan yang aku buat tidak sesuai dengan seleranya.

"Apakah masakanku tidak enak?" tanyaku khawatir dengan ekspresi James.

"Emb, bukan. Aku hanya merasa kaget. Bagaimana bisa rasa omellete yang aku buat sangat berbeda jauh dengan omellete yang kamu buat?" tanya James membuatku bingung dengan jawaban yang dia berikan.

"Maksud kamu bagaimana?" Tanyaku tidak mengerti.

"Ini sangat enak Tante, beda sekali dengan yang Papa masak selama ini. Jesen sangat suka." jawab Jesen menjawab pertanyaanku menggantikan James.

"Syukurlah kalau kalian suka. Kamu jahat James, aku kira masakanku bermasalah." jawabku sambil pura-pura marah.

"Aku sungguh kaget dengan rasanya, aku tidak berbohong." jawab James mengelak.

"Pokoknya kamu jahat, aku tidak mau dekat-dekat denganmu, aku hanya akan bersama Jesen." tambahku pura-pura merajuk.

"Kenapa bisa begitu, Jesen bantu papa menjelaskan." rengek James kepada Jesen.

"Tidak apa-apa pa, Jesen juga ingin bersama Tante Daisy terus." jawab Jesen sambil tersenyum melihat tingkah papanya yang belum pernah dilakukan sebelumnya.

"Baiklah kalau begitu Papa tidak jadi mengajakmu ke wahana bermain." jawab James merajuk.

"Papa! Jesen mau ke tempat bermain!" teriak Jesen tidak terima.

"Baiklah kalau kalian setuju, segera selesaikan makan kalian kemudian bersiap-siaplah, Kita akan segera berangkat." Kata James membuat semangat.

"YEEEEE.. Jesen sayang papa. Tante Daisy ikut kan Pa?" jawab Jesen antusias.

"Tentu dong, Tante Daisy akan ikut kita selama tiga hari."

"Apa Papa serius Tante? Tante Daisy benar akan nemenin Jesen selama tiga hari?" tanya Jesen kepadaku memastikan.

Aku pun mengangguk mengiyakan pertanyaan Jesen. Melihat anggukanku Jesen turun dari kursinya dan langsung berlari memelukku sekilas, kemudian dia berlari menuju kamarnya untuk bersiap-siap. Aku hanya bisa menggelengkan kepala, aku sangat bingung dengan reaksi Jesen yang meluap-luap, membuatku merasakan perasaan hangat yang menjalar di hatiku.

Aku ikut kembali ke kamar untuk bersiap-siap, perlengkapan pribadi yang di maksud James tadi malam sudah diantar oleh Andre. Awalnya aku mengira Andre sendiri yang membelinya, tetapi ternyata dia datang bersama pacarnya kemudian pergi lagi setelah menyerahkan semua belanjaan.

Aku mulai memilih pakaian yang akan aku gunakan, dan akhirnya pilihanku jatuh di dress dengan panjang selutut dan berwarna kuning. Dress itu bermotifkan bunga Daisy yang sangat cantik, sebenarnya aku sangat benci dengan bunga daisy, kala mengingat kehidupan yang aku jalani. Namun entah kenapa aku melihat bunga daisy yang berada di pakaian itu sangat terlihat cantik.

Setelah merias wajahku dengan tipis dan natural, aku kembali melihat kaca secara keseluruhan. Aku berdebar seolah aku akan pergi berkencan dengan seorang pria, tidak salah sebenarnya karena aku memang pergi dengan seorang pria namun dengan anaknya juga. Semua terlihat sudah pas menurutku. kemudian aku pun melangkah keluar dan berjalan menuju ruang tamu.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status