Sesampainya aku di ruang tamu, ternyata Jesen dan James sudah menungguku sedari tadi. Aku melihat mereka berdua mendatapku tanpa berkedip, dengan tatapan yang sulit diartikan. Aku tersenyum malu dengan tatapan mereka berdua, berbeda dengan tatapan orang-orang yang selama ini melihatku. Biasanya tatapan orang terhadapku hanya sebatas tatapan nafsu dan tatapan iri. Ketika aku sudah berada di hadapan mereka, akhirnya mereka pun sadar dari lamunannya. Jesen langsung memelukku tiba-tiba, entah apa yang sedang anak kecil yang menggemaskan ini pikirkan. Aku kembali mengelus-elus kepala Jesen yang seperti candu untukku. "Tante sangat cantik sekali, Jesen tadi sampai sempat tidak mengenali." puji Jesen yang ceplas-ceplos layaknya anak kecil dan itu membuatku sedikit malu. Aku sedikit berharap mendapatkan pujian dari James juga, namun setelah Jesen selesai memelukku James masih diam saja tanpa berkata apa pun. Rasa kecewa membuat hatiku sedikit nyeri, namun aku tetap berus
Pagi harinya aku kembali terbangun sedikit kesiangan, mungkin karena kelelahan aku tertidur sangat pulas. Aku keluar dari kamar menuju dapur, niatku ingin segera memasak untuk sarapan. Namun sesampainya di dapur aku melihat James yang sedang membuat sandwich telur sangat banyak. Aku tersenyum geli melihat tubuh kekar James yang sedang memakai celemek berwarna merah muda. James yang menyadari kedatanganku langsung tersenyum sambil mengalihkan pandangannya kepadaku. Tidak hanya mata hitamnya yang membuatku seperti tenggelam, senyumannya pun membuatku meleleh dibuatnya. Setelah James selesai menyiapkan semuanya, dia langsung menghampiriku masih dengan celemek yang melekat di tubuhnya. "Sayang, kamu sudah bangun?" tanya James sambil memelukku dari belakang. Aku sedikit kaget dengan panggilannya terhadapku yang berubah dalam semalam. Aku tersenyum menanggapi pertanyaan James. Sebenarnya aku masih canggung mendengarkan panggilan itu, walaupun aku juga menyukainya. Suar
"Bisa bicara sebentar sayang?" James bertanya ketika aku keluar dari kamar setelah menceritakan buku dongeng kepada Jesen hingga dia tertidur."Bicara apa? Apa aku perlu membuatkan kopi?" Aku berjalan menuju dapur tanpa menunggu jawaban.Namun baru dua langkah, tanganku di tahan oleh tangan James yang besar dan menarikku ke pelukannya. Entah mengapa James memelukku lumayan lama tanpa berkata apa pun, membuatku bingung dengan sikapnya. Setelah dia selesai memelukku, tangannya menuntunku menuju ruang keluarga dan kami pun duduk di sofa."Ada apa James? Apa kamu ada masalah?""Bukan aku sayang, tapi kamu.""Aku? Memangnya aku kenapa James?""Kamu terlihat berbeda setelah mengantar Jesen ke sekolah tadi sayang. Sebenarnya apa yang terjadi ketika tadi di sekolah,hem?""Tidak terjadi apa-apa James, aku cuma merasa canggung karena baru pertama mengantar anak kecil ke sekolah." jawabku sedikit berbohong."Aku tahu bukan itu sayang. Kamu tidak mau berceri
Aku terbangun dengan pemandangan wajah pria yang aku cintai. Wajah James yang masih tertidur lelap sangat tampan, rahang yang tegas dan hidung mancungnya membuat semua terlihat sempurna bagiku. Aku pun bergerak perlahan agar James tidak terbangun dan turun dari tempat tidur.Hari ini harusnya menjadi hari terakhirku bersama mereka jika sesuai dengan perjanjian awal James dan Mami. Aku tidak tahu rencana apa yang akan dilakukan James sebenarnya, aku pun juga tidak ingin mengetahuinya.Aku sudah cukup bersyukur dengan semua yang sudah dilakukan oleh James untukku. Sebenarnya aku sudah sejak lama mengumpulkan uang untuk menghancurkan Mami dan rumah bordil itu, tapi aku sendiri pun tidak tahu harus memulainya dari mana.Aku berjalan menuju dapur dan mulai membuat sarapan. Setelah selesai aku langsung kembali ke kamarku untuk membersihkan diri dan berganti pakaian. Ketika selesai aku belum mendengar suara James ataupun Jesen, aku masuk ke kamar James untuk membangunkanny
"Kamu sangat cantik, sayang." ucap James sambil mengecup dahiku. Aku sangat malu dengan perlakuan mereka berdua, namun aku juga sangat bahagia dibuatnya. Kami bertiga pun berangkat menuju restoran yang sudah disiapkan oleh James. James tadi bercerita tentang keluarganya, orang tuanya yang masih lengkap dengan Mama Elena yang suka merawat tanaman dan Papa Ricard yang sudah pensiun namun terkadang tetap memantau perusahaan dari rumah. Kemudian ada satu kakak bernama Jeremi dan kedua adik kembarnya yang bernama Alex dan Alice, aku sedikit terkejut sewaktu James menceritakan bahwa dia memiliki adik kembar. Pasti seru jika bisa memiliki anak kembar, itu membuatku sempat membayangkan jika kami nanti memiliki anak kembar. Aku sudah membayangkan sampai sejauh itu, padahal kini aku baru tahap awal untuk meminta ijin keluarga James. Kami sampai di restoran sedikit terlambat, terlihat semua keluarga sudah berkumpul di meja yang di tata menjadi satu agar semua keluarga d
Pagi ini seperti biasa aku menyiapkan sarapan dan perlengkapan sekolah Jesen, aku juga menyiapkan pakaian yang akan James pakai untuk bekerja. Ini hari yang sangat aku tunggu-tunggu ketika mengingat kalau hari ini pertemuanku dengan sahabatku kembali.Sudah empat hari aku tidak bertemu dengannya, padahal selama ini aku selalu kumpul dengannya ketika kita di rumah bordil. Lina orang satu-satunya yang sangat peduli denganku di rumah bordil itu, walaupun usianya lebih tua dua tahun dariku tapi dia tetap menyuruhku untuk memanggilnya hanya dengan nama. Dia bilang merasa risih bila aku terus memanggilnya kakak, katanya dia ingin tetap merasa muda waktu itu.Aku sangat takjub ketika memainkan ponsel yang diberikan James semalam, semua bisa aku lakukan hanya dengan satu alat. Aku menekan nama Lina di layar ponselku, terdengar suara deringan ponsel hingga terdengar sebuah suara dari seberang sana dan nampak dirinya yang sedang bangun tidur."Bangun woi, matahari u
Suara langkah kami yang tergesa menuruni tangga terdengar sangat jelas, tanganku yang menggandeng mereka sudah berkeringat dingin dan badanku bergetar. Kami pun memasuki mobil yang telah menunggu kami, Lina yang tahu dengan keadaanku langsung mengambilkan obat dan minuman yang sudah aku pesan sebelumnya untuk berjaga-jaga.Selama ini hanya Lina yang mempedulikanku, merawatku dan mengantarkanku ke rumah sakit. Mami hanya tahu kalau aku sakit biasa ketika Lina mengantarku periksa, sehingga hanya Lina lah yang tahu kalau aku memiliki gangguan panik yang lumayan parah. Aku meminum obat yang disodorkan oleh Lina dan kembali menyandarkan kepalaku di sandaran kursi mobil."Tante Daisy kenapa? Tante sakit? Apa perlu ke rumah sakit?" pertanyaan Jesen membuatku sedikit tersadar dari rasa panik yang menyerangku."Tante tidak apa-apa sayang, Tante hanya tidak enak badan." jawabku dengan suara lirih."Tapi wajah Tante pucat, kita ke rumah sakit aja ya biar Tante bisa
Sudah tiga hari aku menginap dirumah sakit ini, setelah ini aku akan dibawa untuk pengobatanku yang terakhir sebelum aku di perbolehkan pulang. Aku sudah meminta James untuk membawaku pulang sejak hari pertama, namun sikap keras kepalanya membuatku tidak bisa berkutik. Walaupun begitu dia sangat sigap saat menjagaku di rumah sakit, dia bahkan rela memindahkan semua pekerjaannya ke rumah sakit hanya untuk menemaniku. James sangat over protective terhadapku sejak aku bilang untuk mengakhiri hubungan ini, padahal sudah kukatakan berkali-kali jika aku berubah pikiran. Jesen juga menjadi sangat manja terhadapku, dia selalu datang setelah pulang sekolah dan memintaku membacakan buku cerita. Aku sangat bahagia dengan perhatian mereka, tetapi aku juga lebih takut kalau kehilangan itu. "Nona Daisy, sudah siap terapi hari ini?" aku memasuk ke sebuah ruangan yang biasa digunakan untuk proses terapi, disana dokter yang bertanggung jawab atas penyakitku menyapaku dengan ramah.