Share

Hari Pertama

Sesampainya aku di ruang tamu, ternyata Jesen dan James sudah menungguku sedari tadi. Aku melihat mereka berdua mendatapku tanpa berkedip, dengan tatapan yang sulit diartikan. Aku tersenyum malu dengan tatapan mereka berdua, berbeda dengan tatapan orang-orang yang selama ini melihatku. Biasanya tatapan orang terhadapku hanya sebatas tatapan nafsu dan tatapan iri.

Ketika aku sudah berada di hadapan mereka, akhirnya mereka pun sadar dari lamunannya. Jesen langsung memelukku tiba-tiba, entah apa yang sedang anak kecil yang menggemaskan ini pikirkan. Aku kembali mengelus-elus kepala Jesen yang seperti candu untukku.

"Tante sangat cantik sekali, Jesen tadi sampai sempat tidak mengenali." puji Jesen yang ceplas-ceplos layaknya anak kecil dan itu membuatku sedikit malu.

Aku sedikit berharap mendapatkan pujian dari James juga, namun setelah Jesen selesai memelukku James masih diam saja tanpa berkata apa pun. Rasa kecewa membuat hatiku sedikit nyeri, namun aku tetap berusaha untuk bersikap biasa. Kami bertiga pun berjalan keluar, dan masuk ke dalam mobil menuju ke tempat wisata bermain.

Sesampainya disana Jesen melonjak-lonjak kegirangan, diperjalanan tadi Jesen menceritakan tentang Papanya yang seperti robot. Jangankan mengajaknya pergi berwisata, mengajak bermain di rumah pun tidak pernah karena kesibukan James. Sebenarnya aku tidak tahu persis apa pekerjaan James, dan aku tidak ada niatan untuk menanyakannya.

Sekarang ini Jesen berusia delapan tahun dan tingginya sudah lebih dari ketentuan setiap permainan. Kami pun mencoba semua permainan yang ada disana, teriakan dan canda tawa selalu mengiringi setiap permainan yang kami mainkan. Aku sangat berharap waktu dapat berhenti di saat ini, walaupun aku bukan bagian dari keluarga mereka tetapi aku tetap merasa sangat bahagia bersama mereka.

Ketika hari sudah siang, kami mencari tempat makan yang mendapat persetujuan James. Aku dan Jesen tidak bisa menolak dan mengikuti kemana James berjalan. Kami pun berhenti di sebuah restoran yang menjual makanan sehat. Aku dan Jesen memesan banyak makanan, karena selera makan kami yang sama membuat James menggelengkan kepalanya. Selesei makan kami pun melanjutkan untuk bermain.

Hari pun semakin sore, Jesen sudah tertidur di pangkuanku karena kelelahan. James kemudian menggendongnya dan membawanya menuju mobil. Sesampainya di mobil, James menidurkan Jesen di bangku belakang. Ketika aku akan mengikuti untuk masuk mobil dan duduk di samping Jesen, tiba-tiba James menahan tanganku.

"Ikut aku sebentar yuk!" ajaknya.

"Memang mau kemana?" tanyaku bingung.

"Ada satu permainan yang masih ingin ku naiki, kamu temani aku!"

"Ada-ada saja kamu James, kamu seperti anak kecil."

"Hanya satu lagi, setelah itu kita pulang."

"Baiklah akan aku temani."

Kami berdua kembali masuk ke area permainan, dan menuju area permainan bianglala. Aku sedikit kaget oleh permainan yang di pilih oleh James, walaupun pakaian yang dipakainya sekarang membuat dia terlihat lebih muda, namun tetap tidak sesuai dengan badannya yang tegap. Aku pun tetap mengikuti James untuk masuk dan tidak mengatakan apa pun.

Bianglala mulai berjalan secara perlahan, kita berdua duduk saling berhadapan. Sebenarnya aku merasa sedikit canggung hanya duduk berdua dengannya, namun aku berusaha untuk menetralkan ekspresiku. Aku memilih untuk melihat pemandangan di bawah sana untuk menutupi perasaanku yang campur aduk. Pemandangan yang sangat indah dengan latar belakang matahari yang akan segera tenggelam. Sungguh sangat romantis. Aku pun tiba-tiba teringat dengan James yang sedari tadi hanya diam.

Aku menolehkan pandanganku ke arahnya, seketika aku diam membatu karena ternyata James sedang mentapku dalam diamnya. Aku yang seperti tersihir oleh tatapan matanya hanya bisa menelan salivaku.

"Kenapa kamu menatapku seperti itu?" pertanyaan itu meluncur dengan usahaku untuk mengembalikan kesadaranku.

"Karena kamu cantik." kata James dengan lembut yang membuat tubuhku lemas seperti tak bertulang.

"Jangan bercanda James, aku sangat malu mendengarmu mengatakan itu." kataku sambil menutup wajahku yang mungkin sudah memerah karena malu.

James tidak menjawab kata-kataku, aku penasaran kenapa dia hanya diam dan tidak merespon. Aku menurunkan tanganku yang menutupi wajah, aku terkesiap karena James sudah berada tepat disampingku. James tetap memandangku dari arah samping, membuatku kikuk dan bingung harus berbuat apa.

"Aku tidak bercanda Daisy, kamu memang sangat cantik." kata James menjawab pertanyaanku tadi membuatku bertambah salah tingkah dibuatnya.

"Aku memang selalu cantik. Apa kamu baru menyadarinya James?"

Aku berusaha bersikap tenang, sambil menyibakkan rambutku agar memperlihatkan kalau aku tidak terpengaruh dengan kata-katanya. Walaupun sebenarnya di dalam hatiku, sudah seperti ada kembang api yang meledak-ledak.

"Ya, kamu benar. Aku sudah menyadarinya dari awal kita bertemu, dan aku selalu tersihir oleh kecantikanmu. Aku jatuh hati kepadamu, walaupun kita baru bertemu tapi aku sangat yakin dengan perasaanku kepadamu. Apakah kamu mau menjalin hubungan denganku?".

James mengatakan itu semua sambil tetap menatap lurus ke dalam mataku. Aku tidak tahu harus menjawab bagaimana, status kita tidak akan mudah untuk bisa bersama. Bagaimana dengan Mami dan balas dendamku yang sudah aku rencanakan selama ini? Namun tidak bisa kupungkiri perasaanku terhadap James, dan aku pun sangat sayang terhadap Jesen. Tapi disisi lain, aku takut nantinya Jesen akan malu mengakuiku yang seperti ini.

Seperti paham akan kegusaran hatiku, James langsung mendekatkan wajahnya ke hadapanku secara perlahan. James mencium bibirku dengan lembut, aku sempat kaget dan terkesiap pada awalnya. Namun ciuman James yang lembut sangat memabukkanku, aku secara perlahan memejamkan mata dan membalas ciuman James.

James yang senang karena ciumannya mendapat balasan, dia pun langsung memasukkan lidahnya dan memainkannya di dalam mulutku. Kami pun berciuman sangat lama, kami seperti enggan untuk melepaskan pagutan itu. Tak berselang lama bianglala pun berhenti, kami dengan terpaksa melepaskan ciuman kami. Kami berdua berjalan menuju mobil sambil berpegangan tangan.

"Aku anggap itu tadi jawaban iya, hem?" tanya James ketika berjalan.

"Baiklah, aku juga tidak bisa mengelak dari perasaanku." jawabku malu.

"Yes, aku sangat senang. Jadi hari ini adalah hari pertama kita." kata James semangat.

"Tapi James, kamu tahu kan apa pekerjaanku? Bagaimana dengan selanjutnya?" tanyaku sedikit khawatir.

"Tenang, kita pikirakan itu nanti, Kita jalani saat-saat ini dengan perasaan bahagia." jawab James menenangkanku.

"Baiklah." jawabku pasrah.

Kami pun berjalan menuju mobil, didalam mobil Jesen masih terlihat tertidur pulas. Wajahnya ketika tertidur sangat polos dan menggemaskan. Mobil pun mulai berjalan meninggalkan tempat wisata itu. Di perjalanan kami di penuhi perasaan bahagia, aku duduk di kursi belakang sambil membelai rambut hitam Jesen.

Sesampainya di rumah, James menggendong Jesen dan menidurkannya dikamar. Aku juga berjalan menuju kamar setelah mengucapkan selamat malam kepada James. Aku membersihkan diri yang sudah sangat lengket setelah bermain seharian. Setelah selesai aku berganti pakaian dan segera menuju kasur untuk merebahkan diri.

Aku membayangkan kembali kegiatan hari ini yang sudah kami lakukan tadi. Hari ini sangat terkesan untukku, hari yang akan menjadi kenangan pertama untuk kebahagiaan yang sesungguhnya, Ini hari pertamaku merasa bebas dan juga hari pertamaku mendapatkan pengakuan. Aku berharap semoga hari-hari selanjutnya bisa tetap seperti ini. Aku mulai terlelap karena kelelahan.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status