Share

Wanita Penjual ASI
Wanita Penjual ASI
Author: Risma Dewi

Tawar Menawar

 DICARI!

Wanita menyusui yang bersedia memberikan ASI eksklusif untuk putri saya, Arumi Nasha. 

Syarat utama adalah wanita yang benar-benar sehat jiwa raga, dan memang dalam masa menyusui dari seorang anak PEREMPUAN.

Bagi yang berminat serius, bisa hubungi ke nomor  0852xx185291. Untuk bayaran bisa dibicarakan nanti.

***

Sebuah pengumuman dari akun seseorang yang bernama Hanan Prasetya tiba-tiba lewat di beranda f******k Dimas sore ini. Dalam sekejap pengumuman tersebut langsung mendapat react love, jempol, dan ngakak. Berbagai komentar pun bermunculan. Dimas mulai tertarik untuk membuka kolom komentar.

[Situ sehat?]

[Perlu surat ijin suaminya, enggak? Mau daftar nih] Komen seseakun dengan emotion ngakak.

[Modus]

[Nyus*in anaknya, apa bapaknya?] Komen seseakun lagi dengan emotion tertawa lebar dan langsung mendapat beberapa like dari para netizen lainnya. 

[Aku mau daftar, tapi masih dalam masa pertumbuhan juga]

[Aku mau daftar, tapi laki-laki. Gak punya ASI. Gimana dong]

Dan banyak lagi komentar miring lain yang masuk. Tak satupun dari komen yang masuk menunjukkan rasa simpati. Memang sekilas statusnya tergolong nyeleneh. 

Dimas mencoba membuka profil Si Pencari ASI sambil menyesap rokok. Tak ada apa-apa. Terakhir mengubah foto profilnya 2 tahun yang lalu. Ah! Nampaknya akun fake yang hanya mencari  sensasi di dunia maya. 

Tapi ....

[Tes]

Dimas coba mengirim pesan lewat mesenger. Dalam hitungan detik tanda centang langsung berubah menjadi foto profil Hanan Prasetya. Itu artinya .... akun tersebut aktif dan messenger Dimas dibaca.

Yes!

Dimas bersorak dalam hati. Lekas ia menyalin nomor yang bisa dihubungi, dan mengirim pesan collect, karena pulsanya habis. 

[Saya bersedia memberikan ASI eksklusif untuk putri Anda, asal bayarannya sesuai. Tapi Saya kehabisan pulsa. Kalau Anda serius, telpon saja ke nomor saya ini.]

Harap-harap cemas Dimas menanti apakah lelaki tersebut bersedia membayar pesannya, dan ternyata berhasil. Sms collect diterima. Tak perlu waktu lama, nomor yang sudah diberi nama Hanan tadi memanggil di layar ponsel Dimas. Segera ia menekan puntung rokoknya di dalam asbak.

"Malilaaah! Malilah!"

"Malilaaaah! Sini cepat!" 

"Apa, Mas? Kok teriak-teriak!" Malilah menghampiri dari dalam dengan langkah tertatih-tatih.

"Lelet sekali kamu, Lila! Seperti keong saja," hardik Dimas kesal karena baru saja Malilah mendekat, panggilannya sudah berakhir.

"I-ya Mas. Ini masih sakit. Gak bisa bergerak cepat," jawab Malilah sambil meringis memegang pay*daranya yang nampak membesar. Tepatnya membengkak.

"Mau berenti sakitnya?" Tanya Dimas dengan nada kasar. Malilah mengangguk sedikit ketakutan. 

"Nih! Tadi yang nelpon ada job yang sangat cocok buat kamu yang baru habis lahiran, dan Asi melimpah! "

"Tapi Mas, aku belum pulih. Baru dua hari!" Suara Malilah memelas. 

"Harus mau! Kamu harus kerja, buat ganti uang ibu yang dipakai buat persalinan kamu kemaren. Sia-sia juga ibu ngeluarin uang. Kamu juga gak becus lahirin anak!" ucap Dimas membuat air mata Malilah runtuh kembali. 

Siapa ibu di dunia ini yang tidak ingin melahirkan anak dalam keadaan sehat? Dan hati ibu mana yang tidak hancur ketika anak yang ia lahirkan dengan taruhan nyawa ternyata lebih disayang oleh penciptaNya, hingga tak diijinkan untuk bersama walau hanya dalam hitungan jam?

"Mas! Ini sudah takdir. Bukan salahku! Aku sudah berjuang!"

Tubuh Malilah merosot. Sakit kehilangan anak pertama mereka masih sangat basah, ditambah dengan perkataan Dimas membuat Malilah merasa hidupnya seperti tak berguna.

Drrrtt ... drtttt ... drtttt ....

Ponsel Dimas dimeja tampak menyala. 

"Nah. Ini. Untung dia telpon lagi. Aku angkat, dan kamu bicara. Bilang bahwa kamu bersedia menyusui anaknya kalau imbalannya sesuai!"

"Ka-mu? Mau aku bekerja sebagai pen-jual ASI untuk orang yang tak dikenal!" Mata Malilah membulat sempurna. Tak percaya.

"Lila! Ibu perlu uangnya kembali cepat! Aku juga enggak ada uang. Cepat angkat dan ikuti aja perkataanku! Daripada mubadzir! Gak capek juga kan, kamu mompa-mompa terus," Dimas menarik kasar lengan Malilah untuk berdiri. Lalu ia menempelkan ponsel yang sudah ia aktifkan loudspeakernya ke telinga Malilah sambil menatapnya tajam. Mengancam.

"Ha-halo!" suara Malilah terdengar gugup. 

"Halo. Benar ini orang yang bersedia memberikan ASI untuk anak saya? Eh, maksudnya membagi ASI?" 

Malilah terdiam, kemudian buru-buru menjawab," i-ya. Benar!" 

Malilah meringis manakala cengkraman tangan suaminya makin keras. Tak ada jawaban dari seberang sana. Terdengar tangisan seorang anak anak yang sepertinya masih kecil. 

"Kalau benar-benar serius, saya boleh minta alamatnya? Saya akan datang ke sana supaya bisa berbicara langsung? Saya benar-benar butuh! Nanti saya kirimin pulsa kalau memang serius?" suara lelaki tersebut memelas di sela suara tangisan anaknya.

Malilah memandang suaminya yang langsung mengisyaratkan untuk menerima tawaran tersebut. 

"Iya! Nanti saya kirim alamat saya," jawab Malilah pasrah. 

Dimas tersenyum senang, dan bertambah senang begitu melihat ada kiriman pulsa masuk ke ponselnya senilai lima puluh ribu rupiah. Lebih dari cukup untuk mengirim pesan yang hanya berisi alamat. 

***

Di kursi tamu Malilah menunduk, antara malu dan pasrah setelah lelaki yang bernama Hanan memperkenalkan dirinya sebagai ayah dari Arumi Nasha. Sedikit risih karena Hanan memperhatikan dirinya dari ujung kaki hingga ujung kepala. 

"Anaknya perempuan juga, kan?" ucap Hanan kemudian.

"Laki-laki! Tapi sudah enggak ada. Langsung meninggal. Karena itu, ASInya banyak dan melimpah. Bikin kesakitan kadang," Sahut Dimas enteng tanpa beban.

"Oh, maaf! Turut berduka. Tapi ... benar Mbak Lila mau? Dan Mas enggak keberatan? Saya benar-benar butuh. Anak saya tidak bisa menerima susu formula. Bermacam merek sudah saya coba. Selalu muntah." Hanan berbicara sambil menatap Dimas seperti meminta persetujuan. 

"Tapi, ibunya kemana?" Malilah bertanya.

Hanan terdiam. Seperti kurang suka mendengar pertanyaan Malilah. Dimas langsung menatap malilah tajam.

"Jawab saja dulu, benar bersedia atau tidak!" jawabnya kemudian.

"Asal bayarannya sesuai!" Sahut Dimas santai. 

"Lima juta sebulan? Cukup? Hanya menyusui?" tawar Hanan. 

"Kurang!"

"Bilang aja, minta berapa?" tanya Hanan memberikan kesempatan.

"Sepuluh juta! Belum ongkos antar jemput," Jawab Dimas membuat Malilah mendelik.

Hanan berpikir sejenak. 

"Boleh, tapi harus siap kapan saja dibutuhkan. Termasuk tengah malam!"

"Lima belas juta! Bawa saja dia tinggal disana! Daripada aku harus bolak-balik antar. Lila enggak bisa naik motor. Angkot juga jarang lewat," tawar Dimas meninggikan harga lagi.

"Mas? Kamu menjualku atau ASI-ku?" tanya Malilah spontan membuat Hanan langsung menatapnya dengan tatapan aneh.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Suami gak tau diri itu namanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status