Sebuah lampu berwarna putih menyorot Syifa diantara kegelapan lalu sebuah lampu menyorot seorang pria didepannya yang berjarak 50 meter. Pria itu berjalan ke arah Syifa. Syifa terkejut karena melihat Zain disana. Zain berjalan ke arahnya. Ia mengambil mikrofon didepannya dan mengagetkan Syifa dengan pernyataannya.
"Syifa, sejak pertama kali kita bertemu, hatiku merasa berwarna, kau telah mengisi kekosongan yang ada pada diriku. Aku tahu ini terlalu cepat. Tetapi cinta tidak mengenal waktu, berapa lama kita bertemu atau berapa lama kita bersama. Cinta datang dari hati, dan didalam hatiku hanya ada satu namamu, Syifa. Aku mencintaimu, maukah kamu menjadi kekasihku?" Tanya Zain.
Syifa terdiam. Ia belum bisa menerima semua yang Zain katakan. Hanya saja ia tidak mau membuatnya dan Zain malu karena menolaknya. Para tamu mulai bersuara.
"Terima, terima, terima."
Syifa yang bingung lidahnya berkata tanpa ia pikirkan apa konsekuaensinya.
"Iya. Aku menerimamu menjadi kekasihmu."
"Terima kasih, Syifa." Zain mencium tangan Syifa.
Lampu yang mati menyala kembali. Diluar ruangan terdapat suara kembang api yang bersahutan. Para tamu melihat keluar di dekat kolam renang. Kembang api itu bertuliskan I LOVE YOU SYIFA. Para tamu sangat terhibur, acara ulang tahun menjadi acara pernyataan cinta.
Syifa dan Zain duduk berdua. Menikmati indahnya malam dan hidangan makan malam dimeja.
"Zain, apa yang kau lakukan tadi. Kau membuatku sangat malu."
"Apakah aku tidak cukup tampan sehingga membuatmu malu?"
"Bukan begitu, ini terlalu mendadak. Aku juga belum mengenalmu."
"Lalu?"
"Aku hanya tidak mau kamu dan aku malu. Jadi aku menerimamu. Bagaimana kalau.."
"Huss.." Zain meletakkan jari telunjuknya dibibir Syifa.
"Kamu sudah mengatakan menerimaku menjadi kekasihmu. Jadi kamu harus melakukannya sampai akhir."
"Terserah." Syifa tidak tahu harus bagaimana setelah ini. Ia tahu Zain adalah orang yang sangat berpengaruh dikota ini. Zain memang sangat sempurna. Tidak ada wanita yang bisa menolak pesonanya.
Pesta telah usai, Syifa pulang dengan Hanna. Dimobil, Hanna bertanya tentang Zain dan Syifa hanya menjawab bahwa mereka barusaja kenal beberapa hari yang lalu. Hanna berharap semoga Zain adalah laki-laki yang baik yang dikirimkan Tuhan untuk Syifa seperti do'anya.
______
Pagi yang cerah, Syifa memasak di dapur. Hari ini hari minggu. Waktunya melepas penat setelah bekerja keras.
"Nona, ada tamu yang mencari non." Ucap seorang pembantu.
"Siapa bi?"
"Tidak tau nyonya. Seorang pria, tinggi dan tampan, non."
"Baiklah, aku akan kesana." Syifa meletakkan celemeknya dan memcuci tangannya. Ia melangkahkan kakinya ke ruang tamu.
"Zain. Dari mana kamu tahu rumahku?"
"Tidak ada hal yang tidak aku tahu tentangmu. Bersiaplah. Aku akan mengajakmu ke suatu tempat."
"Aku akan mengganti bajuku dulu." Syifa melangkahkan kaki ke kamarnya dilantai dua.
"Sayang, Siapa tamunya." Tanya Hanna.
"Zain, ibu. Aku akan keluar"
"Ajaklah ia sarapan bersamamu dulu."
"Baiklah."
Syifa dan Zain sarapan bersama. Zain menyuapkan makanan kemulut Syifa. Syifa membuka mulutnya dan memakannya. Mereka bercanda tawa tanpa mereka sadari Hanna melihat kebersamaan mereka. Hanna sangat bahagia karena Syifa bisa tertawa kembali setelah kepergian ayahnya.
Zain membukakan pintu mobilnya untuk Syifa. Syifa merasa dirinya seperti putri saja. Syifa duduk disebelah Zain. Zain memasangkan seatbelt Syifa.
"Zain, ini tidak perlu. Aku misa memasangkannya sendiri." Ucap Syifa.
"Diamlah." Hati syifa berdebar berada sangat dekat dengan Zain. Zain melihat mata Syifa. Mata yang indah, hidung mancung dan bibir yang menggoda. Ingin sekali Zain menciumnya tetapi ia mengurungkannya.
"Sudah selesai." Zain mengemudikan mobilnya. Ia memutar musik romantis yang membuat Syifa berbunga-bunga seperti hatinya saat ini.
"Kita mau kemana?" Tanya Syifa.
"Ke pantai. Aku suka pemandangan pantai. Luas dan menyejukkan." Jawab Zain.
Sesampainya dipantai. Zain menggandeng tangan Syifa, mengabadikan kebersamaan mereka dengan wajah yang bersinar. Dua orang yang saling jatuh cinta, mekangkah bersama menyusuri keindahan semesta.
"Apa kamu mau naik jetski." Tanya Zain.
"Aku belum pernah menaikinya."
"Ayo, ikut denganku."
Zain memesan jetski dan menggandeng Syifa di belakangnya. Jetski melaju dengan kencang membuat Syifa berteriak kencang.
"Aaaaaaaaa"
"I love you, Syifa." Ucap Zain dengan keras.
"I love you too, Zain." Jawab Syifa dengan lantang. Kencangnya jetski membuat Syifa mempererat pelukannya pada Zain. Zain tersenyum penuh kemenangan.
Selesai dengan bermain jetski. Syifa dan Zain makan siang, tanpa mereka sadari ada sebuah kamera yang menangkap kebersamaan mereka.
Bersambung
Hai para readers. Terima kasih sudah membaca cerita Zain dan Syifa. Jangan lupa vote dan komentarnya ya.. thank you.
Keesokan harinya Sherly membelikan ponsel baru kepada Syifa. Ponsel Syifa sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Iya dengan berat hati memberikannya kepada Syifa. Sherly : "Sorry atas kejadian kmrn Fa, ni ponsel buat kamu."Syifa : "Thanks."Syifa duduk di kursi kerjanya dan mencoba memasukkan kartu nya tetapi kartunya telah rusak. " Kok nggak bisa sih, jangan jangan kartunya rusak lagi, oh my God." Keluh Syifa.Sepulang kerja ia terpaksa membeli nomor baru dan ia mencoba menghubungi Zain.Syifa : "Hallo Zain, ini aku Syifa, hp ku rusak kmrn jadi aku ganti hp dan nmr baru. Are you okey today?."Zain : "Hallo honey. I'm fine."Syifa : "Hari ini aku mau izin cuti lalu aku mau ke apartemen kamu setelah ini."Zain: "Tidak honey, aku akan jemput kmu hari ini."Syifa : "Beneran? Kamu Uda bisa nyetir sekarang?"Zain :" Udah dong. Kamu tenang aja "Tak lama kemudian Zain sudah berada di depan gedung tempat Syifa bekerja. Syifa datang menghampiri Zain. Di mobil Zain bercerita tentang kejadian aneh
Satu minggu kemudianKaki zain sudah sembuh. Ia bisa berjalan seperti sedia kala. Hanya ada sedikit bekas luka di kakinya. Ia berencana menemui dokter kulit di luar negeri sekaligus honeymoon setelah hari pernikahannya. Zain merasa lega atas kesembuhannya. Lima hari lagi adalah hari pernikahan Zain dan Syifa. Didepan gedung apartemen, Bella berjalan dengan tergesa-gesa. Ini adalah hari terakhirnya untuk memeriksa Zain. Terdengar suara asing yang memanggilnya. Ia menoleh kebelakang dan mendapati Azka disana. "Bella." Panggil Azka. "Azka." Ucap Bella heran. Ia tidak menyangka dipanggil oleh laki-laki yang dikaguminya. "Kebetulan saya lewat dan membeli beberapa sarapan. Ini untukmu dan satu lagi untuk pasienmu." Azka menyodorkan dua kotak berisi makanan dan 2 botol minuman. Bella hanya diam menatap Azka. Ia mengagumi wajah tampan dan rupawannya. "Kok, bengong. Ayo ambil." "Eh, iya terimakasih." Azka berlalu mening
Didepan rumah Syifa, Raka sudah berdiri didepan mobilnya dan menunggu lebih dari lima belas menit untuk menjemput Syifa. Ia melihat arloji ditangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 18.30. Syifa keluar dari rumahnya mengenakan baju sepertiga lengan dengan warna biru polos dan rok sepanjang lutut. Terdapat kalung asesoris dilehernya. Ia terlihat rapi dan stylish. "Nona, Silahkan masuk." Raka membukakan pintu mobil. "Terima kasih." Mobil Rolls Royce hitam itu melesat meninggalkan rumah Syifa menuju apartemen Zain. Entah mengapa Syifa masih kesal karena Zain mempekerjakan perawat wanita di apartemennya. Dia hanya seorang perawat dan mengapa Syifa cemburu. Pikiran Syifa perlu dibersihkan dari pikiran negatif tentang Zain. Mereka sampai di apartemen Zain. Zain membukakan pintu untuk Syifa dan mempersilahkannya untuk duduk. Syifa duduk di sofa ruang tamu diikuti Zain. Di atas meja terdapat album undangan pernikahan yang
Di depan swalayan yang terletak dekat dari apartemen, Bella sudah menyelesaikan belanjaannya. Ia membawa dua plastik besar dengan banyak bahan makanan dan buah buahan. Keringat bercucuran dipelipisnya. "Melelahkan sekali." Ia mengusap keringat yang menetes di dahinya. Tangannya terasa pegal membawa banyak barang. "Brug" Tidak sengaja Bella menabrak dada bidang tubuh tegap di depannya. Hatinya berdegup kencang. Seorang pria mengambilkan dua kantong plastik besar berwarna hitam itu. "Apa anda baik-baik saja." Pria itu mendongakkan wajahnya. Menampakkan senyum yang menawan hati siapapun yang melihatnya. Bella tertegun sesaat. Ia tidak bisa mengalihkan pandangannya pada pria didepannya. Ia sulit berkata- kata. Bibirnya terasa berat mengungkapkan kekagumannya. "Tampan." Bella berkata dengan sangat pelan. Ia melongo seperti orang yang linglung."Apa?" Tanya pria itu."Tidak ada. lupakan saja. Maaf aku tidak meli
Zain mengerutkan keningnya. Ia tidak mengerti mengapa ekspresi wajah Syifa mendadak masam dan pergi begitu saja. Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Raka sudah siap menjemput Tuannya untuk pulang ke apartemen. Sebuah tongkat bantu jalan digunakan Zain untuk menopang bagian tubuhnya saat berjalan. Mobil lamborghini melesat melewati jalanan yang padat. Banyak kendaraan berlalu lalang membuat kemacetan yang membosankan. "Raka, apa kamu sudah menyelidiki suruhan siapa preman-preman yang berani mencelakaiku kemarin?" "Aku sudah menyuruh orang-orang kita menyelidikinya. Namun plat mobil mereka palsu. Kami sedikit kesulitan menyelidiki mereka karena mereka tidak meninggalkan jejak apapun." "Selidiki lagi lebih lanjut. Aku tidak mau mereka lolos begitu saja." "Baik Tuan Muda." Sesampainya di apartemen kelas atas yang megah dan luas miliknya. Zain merebahkan tubuhnya di ranjang king size yang lembut. Kakinya terasa p
Syifa mengemudikan mobil menuju ke rumah sakit. Sesekali Zain melirik Syifa. Sorot matanya memancarkan kekaguman atas keindahan makhluk Tuhan yang ada didepannya.Mereka sampai di rumah sakit dan Zain segera mendapatkan pertolongan. Zain diberikan obat luar dan diberi perban. Dokter juga meresepkan beberapa obat untuk diminum. "Dokter, bagaimana keadaannya?" Tanya Syifa cemas."Untunglah lukanya tidak terlalu serius. Dua atau tiga hari lagi perban sudah bisa dibuka." Dokter memberikan penjelasan seperlunya."Syukurlah. Terima kasih, Dok.""Sama-sama."Syifa memasuki ruang pasien VIP dan duduk disebelah Zain di ranjang pasien."Kamu pasti akan segera sembuh. Apakah ini sakit?" Tangan Syifa memegang kaki Zain yang berbalut perban. "Kau sangat perhatian padaku." Syifa membalas perkataan Zain dengan tersenyum simpul. Malam semakin larut. Syifa membuka ponselnya dan membaca sebuah pesan masuk dari Hanna. Ibunya menghawat