Share

Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas
Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas
Penulis: Ayunina Sharlyn

Bab 1. Pesona CEO Dingin

“Terima kasih, Bu Veronica. Veronica Astrid Prawira. Proposal ini cukup menarik, tetapi tetap keputusan akan kami serahkan kepada pimpinan untuk menyetujuinya atau tidak.” Wanita setengah baya berkacamata itu bicara dengan senyum manis.

Veronica tidak mengira akan mendapat jawaban normatif setelah panjang lebar dia paparkan proposal bisnis yang dia akan lakukan.

“Oh, baik, Bu Ranintya. Kira-kira bisa saya bertemu dengan pimpinan hari ini juga?” Sambil membaca papan nama di meja, Veronica memandang wanita di depannya.

Yang ada di kepala Veronica, begitu proposal dia paparkan, segera akan mendapat sambutan baik dan usaha yang dia rintis pun bisa cepat punya rekan untuk berkembang. Sayang sekali, jawaban itu yang dia terima. Dan Veronica tidak bisa menunggu. Dia harus mendapat kepastian.

“Maaf, Bu, kalau hari ini pimpinan kami sudah punya jadwal. Saya akan sampaikan perihal pengajuan ini dan beliau akan mengatur pertemuan dengan Bu Veronica. Saya kira paling lama tiga hari sampai lima hari ke depan pertemuan bisa dilakukan.” Wanita dengan rambut sebagian mulai memutih itu menjawab dengan tetap tenang, tetap mengurai senyum manisnya.

Tidak! Sampai lima hari ke depan, ada deretan jadwal yang Veronica sudah atur. Ini bisa menunda beberapa hal lain. Tidak bisa!

“Bu Ranintya, saya mohon, sebentar saja, saya minta waktu bertemu dengan pimpinan Ibu. Tidak akan lebih dari lima belas menit, atau … dua puluh menit. Saya mohon, Bu,” ucap Veronica bersungguh-sungguh. Dia tidak boleh kehilangan kesempatan.

Kalau saja Veronica tahu, setelah pemaparan proposal dia masih harus menunggu lebih baik dia minta bertemu langsung saja dengan pimpinan dari awal.

Ranintya cepat menarik senyumnya. Dia cukup terkejut dengan sikap Veronica yang mendesak seperti itu.

“Saya juga meminta pengertian Bu Veronica. Pimpinan saya, CEO perusahaan ini, punya jadwal yang tidak bisa dengan mudah dialihkan. Jam ini beliau masih ada meeting dengan rekan bisnis dari beberapa perusahaan. Usai meeting itu, langsung akan menuju ke lain tempat untuk jadwal selanjutnya. Saya juga harus bersiap mendampingi beliau.” Keramahan wanita itu berubah menjadi tatapan dan nada suara yang tegas.

“Ah, Bu, sekali lagi saya minta maaf. Hari ini saja berikan sa-“

“Bu, Rani! Apa sudah siap?!”

Ranintya mengangkat wajahnya melihat ke arah pintu. Veronia memutar kepala dan melihat juga ke arah yang sama. Seorang pria tampan dan gagah berdiri di sana. Dia mengenakan kaos putih dilengkapi dengan jas hitam.

“Sebentar, Pak Hendrick, saya siap dalam dua menit.” Tegas, Ranintya menjawab. Seandainya Veronica tidak menahannya, pasti dia sudah siap.

Veronica berdiri dan menghadap ke arah pria tampan itu. Wajahnya tegas, dengan pandangan mata tajam dan berkharisma. Dia melihat sekilas pada Veronica lalu beralih pada Ranintya, sekretarisnya.

“Oke, aku tunggu di lobi, Bu Rani,” kata pria itu, kemudian beranjak meninggalkan ruangan itu.

“Pak CEO!” Veronica dengan sigap bergerak dan menuju ke pintu.

Ranintya terkejut melihat secepat itu Veronica bergerak.

“Pak CEO!” panggil Veronica lagi lebih keras.

Pria tampan penuh kharisma itu berbalik, melihat pada Veronica. Seorang wanita tinggi dengan bentuk tubuh sintal dan sikap anggun. Rambutnya berwarna coklat gelap, lurus panjang hingga hampir sepunggungnya. Melihat penampilannya, usianya baru masuk tiga puluhan.

“Perlu dengan saya?” Pria itu menatap tajam pada Veronica.

Suaranya tenang, tapi tegas. Namun, tatapannya dingin dan tajam. Meski begitu, kharismanya kembali menyeruak. Kali ini Veronica terpana. Pesona dari CEO dingin itu tak bisa dia elakkan.

“Saya minta waktu sebentar, saya ingin bicara dengan Pak CEO.” Veronica memberanikan diri.

Dia melangkah tiga tapak ke depan, berhadapan dengan CEO yang berdiri tegak, masih dengan tatapan dingin terarah padanya.

“Saya Veronica Prawira.” Veronica mengulurkan tangan memperkenalkan diri.

Pria itu hanya menatap saja, tidak bergerak.

“Ehh, saya ingin menyampaikan sesuatu, maksud saya, saya sedang mengembangkan usaha dan ingin melakukan kerja sama dengan perusahaan Bapak.” Veronica segera memperbaiki kesiapannya.

CEO dingin itu membuat Veronica kehilangan fokus. Tapi dia harus segera kembali ke urusannya, tidak boleh sampai kehilangan momen penting itu.

“Pak Hendrick, maafkan saya.” Ranintya muncul dan segera menjelaskan siapa Veronica dan apa tujuannya datang ke kantor itu. Ringkas, jelas, dan padat Ranintya bicara.

CEO dingin itu memandang Veronica selama Ranintya memberi penjelasan. Lalu dia mengulurkan tangannya kepada Veronica.

“Saya Gio, Georgio Hendrick. Silakan ikut dengan saya,” kata Gio lalu berjalan mendahului menuju ke ruangannya.

“Ibu, terima kasih banyak. Sungguh, terima kasih banyak,” ujar Veronica pada Ranintya lalu bergegas menyusul Gio.

Ranintya menarik napas dan menggeleng-geleng. Dia berbalik dan kembali masuk ke dalam ruangannya. Sementara, Gio telah duduk di sofa, di kantornya yang besar dan nyaman. Veronica ikut masuk dan memilih duduk di kursi samping, sedikit berseberangan dengan Gio.

“Silakan. Waktu Anda maksimal lima belas menit,” ucap Gio dengan tatapan tajam, sementara kedua lengan dia lipat di depan dada.

Veronica mengerjap beberapa kali, lalu menarik napas dalam. Dia membuka berkas yang dia bawa dan dia sodorkan di depan Gio.

“Ini proposal saya, Pak. Saya akan paparkan rencana usaha saya yang saya yakin bisa bekerja sama dengan perusahaan ini,” kata Veronica.

Gio mengambil berkas yang ada di depannya. Dia membacanya sekilas, lalu memperhatikan Veronica yang mulai menjelaskan usaha distro yang dia sedang rintis di kota itu. Veronica sudah mendapatkan ketenangan, sehingga percaya dirinya pun bangkit. Dengan lancar dan lugas dia menyampaikan semua yang dia akan lakukan dan dalam hal apa dia yakin bisa bekerja sama dengan perusahaan yang dipimpin oleh Gio.

Selama kurang lebih sepuluh menit Veronica bicara, tatapan Gio tak beralih. Dia seperti tidak bergerak dan tidak juga berkedip. Dia mencermati wanita cantik di depannya itu dengan detil. Cerdas, penuh semangat, dan sangat menarik. Apa yang dia sampaikan tidak terlalu Istimewa, bukan sebuah usaha besar yang perusahaannya bisa mendapat keuntungan besar pula seandainya menerima kerja sama itu. Tetapi, melihat kesungguhan wanita itu, Gio penasaran.

“Jadi demikian, Pak. Saya yakin, dengan menjalin relasi dalam usaha ini, kita akan berkembang bersama.” Veronica mengakhiri pemaparan proposalnya. Matanya memandang penuh harap pada Gio.

“Anda seyakin itu? Bisnis yang Anda bicarakan, punya saingan terlalu banyak. Dalam hal apa Anda bisa meyakinkan saya, kerja sama ini akan bagus buat perusahaan ini?” Tajam, sedikit sinis kalimat itu terdengar.

Design. Design yang saya buat, pasti akan dengan cepat diminati banyak anak muda. Dan akan terus berinovasi dengan cepat, sesuai pasar dan kebutuhan lapangan.” Cepat dan yakin Veronica menjawab.

“Hmm …” Gio mengerutkan keningnya. Dia berpikir akan mengiyakan atau menolak saja permintaan wanita muda itu. Tidak terlalu ada pengaruh juga bagi bisnisnya yang sudah melebar dengan cepat dalam waktu lebih dua tahun.

“Apa yang membuat design Anda akan bertahan? Keunikan apa yang akhirnya konsumen Anda akan tetap mau mengikuti dan menjadikannya favorit?” Pertanyaan Gio lebih jauh, memastikan bahwa Veronica tahu apa yang akan dia jual.

“Ah, ya …” Veronica ingin cepat menjawab tetapi tiba-tiba dia seperti kehilangan kata-kata. Benar! Keunikan apa yang dia mau tonjolkan sehingga produknya akan bisa berumur panjang bersaing di pasaran.

“Anda tidak yakin?” Gio menyunggingkan senyum di ujung bibirnya. Dia sedikit maju, memastikan Veronica tidak siap dengan jawaban yang Gio butuhkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status