Home / Romansa / Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas / Bab 2. Tampan Tapi Sedingin Kulkas

Share

Bab 2. Tampan Tapi Sedingin Kulkas

last update Huling Na-update: 2024-02-22 08:44:07

Veronica menatap Gio dengan mulut sedikit terbuka. Wajah Gio makin dekat. Ketampanannya makin tak terelakkan. Kedua manik tajam itu menghujam hingga ke ulu hati. Debaran kuat pun melanda dada Veronica.

“Saya … Pak, saya yakin …” Veronica masih berusaha menjawab, tidak ingin dia akan pulang tanpa hasil.

Gio kembali tersenyum sinis. Dia berdiri bersiap meninggalkan ruangan itu. “Anda membuang waktu saya, Nona,” ucap Gio.

Lalu pria itu melangkah menuju ke arah pintu.

Veronica mengepalkan kedua tangannya. Tidak, ini belum berakhir.

“Pak Gio, percaya saya, ini bukan a-“

“Dua hari lagi, jam sepuluh. Temui saya di sini, dengan jawaban yang saya tahu, itu menjadi alasan kuat kita bisa bekerja sama,” sela Gio. Rasa penasarannya pada kegigihan wanita muda itu membuat Gio ingin memberinya kesempatan.

“Baik. Saya akan bawakan beberapa contoh. Terima kasih, Pak. Saya pastikan Bapak tidak akan kecewa.” Veronica menatap Gio dengan mata lebar. Semangatnya bangkit mendengar yang Gio sampaikan.

“Silakan.” Gio menunjuk dengan tangannya ke arah pintu, meminta Veronica meninggalkan tempat itu.

Dengan cepat Veronica membereskan bawaannya, lalu dia keluar. Begitu Veronica ada di luar ruangan, Gio menutup dan mengunci kantornya. Tanpa bicara apa-apa pria tampan itu berjalan meninggalkan Veronica yang masih terdiam di tempatnya berdiri.

“Huuffhhh …” Veronica mengembuskan napas berat. Rasanya seperti baru selesai sidang skripsi saja.

“CEO itu tampan dan keren sekali. Tapi ihh, dingin kayak kulkas.” Veronica masih memandangi Gio yang dengan gagahnya berjalan makin jauh. Ternyata yang dia dengar dari seorang teman tentang sikap dingin CEO yang satu ini dan dijuluki CEO Sedingin Kulkas, tepat disematkan padanya.

“Setidaknya dia masih mau ketemu, berarti dia tertarik dengan tawaranku. Aku akan buktikan, aku bisa lebih dari yang dia harapkan. Pasti bisa, Veronica, pasti bisa.” Veronica bicara tegas pada dirinya sendiri.

Tidak menunda lagi, Veronica pun turun menuju lantai dasar kantor itu dan keluar gedung. Veronica berjalan terus ke arah tempat parkir untuk mengambil motornya. Tinggal beberapa meter lagi, sebuah mobil hitam berjalan melintas di depan Veronica. Jendela mobil itu terbuka. Veronica bisa melihat dengan jelas wajah tampan Gio. Dengan kacamata hitam dia makin keren mengendari mobil yang pas banget untuk seorang CEO.

“Siang, Pa …” Veronica membatalkan salam yang dia ucapkan. Senyum yang sudah tersungging terpaksa dia simpan cepat.

Gio tidak melihat Veronica rupanya. Atau pura-pura tidak lihat? Aneh jika pria itu tidak ingat Veronica yang baru sekian menit sebelumya bertemu dan bicara dengannya.

“Aishhh, sombong banget. Dasar kulkas,” ucap Veronica. Kesal juga dicuekin seperti itu.

Veronica meneruskan langkah menuju motornya dan segera melaju menuju ke perumahan tempat di mana dia tinggal dan sekaligus membuka usahanya.

Dia akan bekerja keras menyiapkan semua dan kembali dua hari lagi dengan kejutan baut CEO tampan yang sedingin kulkas itu!

*****

Veronica mengangkat kedua tangannya, meregangkan otot yang kaku, sampai ke punggungnya. Dia menoleh ke dinding dan melihat jam yang terpajang di sana.

“Astaga, hampir jam dua belas malam. Pantas saja lelah sekali rasanya,” katanya terkejut sendiri.

Veronica mengambil jedai dan mengikat rambut tebalnya agak tinggi di atas kepala. Lalu dia bangun dan mengambil minum. Segelas langsung ludes dia habiskan. Dia perhatikan ruangan kerjanya. Berantalan. Tapi tiga kaos dan dua celana sudah selesai dia kerjakan. Lumayan juga.

Sejak pulang dari kantor CEO dingin itu, Veronica hampir tidak keluar ruangan kerjanya. Membuat bermacam design lalu menjahit model yang paling bagus untuk dia bawa sebagai contoh. Selain itu dia memikirkan keunikan apa dari produknya yang akan bisa bertahan untuk semua pelanggan yang akan membeli hasil karyanya.

“Bagus juga dia bertanya begitu,” kata Veronica. “Akhirnya aku akan punya ciri istimewa dari apa yang aku akan pasarkan. Ah, entah kamu sengaja ingin mengecilkan aku, Pak CEO. Atau ... jika memang itu saran darimu, aku akan sangat berterima kasih. Kamu tidak akan rugi kalau kamu, CEO Sedingin Kulkas, mau menerima tawaran kerja sama ini.”

Veronica kembali tersenyum. Dia bahkan sudah punya motto atau slogan untuk design produk miliknya.

“Kita akan lihat besok, kamu tidak akan menolak aku lagi, Pak CEO.” Veronica berkata dengan yakin sembari membentangkan kaos berwarna biru terang yang ada di depannya.

Veronica lega, dia sudah bergerak lumayan cepat, mendapat kemajuan cukup banyak. Saatnya dia istirahat. Besok waktu bertemu dengan CEO sedingin kulkas itu, Veronica harus tampil cantik, sangat maksimal, dengan kostum yang menggambarkan produk andalan miliknya.

Masuk ke kamarnya, Veronica masuk ke kamar mandi membersihkan diri dan segera berganti dengan pakaian tidurnya. Lalu Veronica naik ke atas ranjang dan duduk berselonjor. Dia menoleh ke sisi kiri. Tepat di sebelah ranjang, di atas nakas, pigura ukuran A5 berdiri di sana. Dua wajah tersenyum pada Veronica. Satu seorang pria tampan dengan rambut ikal, di sampingnya seorang anak perempuan dengan lesung pipi yang bagus.

Tangan Veronica terulur dan mengambil pigura itu. Dia pandangi dua wajah yang masih tersenyum padanya. Veronica mengusapnya, ikut tersenyum tetapi dengan hati mulai merasa sendu.

I miss you a lot. But don’t worry, I am okey.” Veronica bicara lirih.

Lalu dia merebahkan badan dan mendekap pigura itu di dadanya. Dengan posisi seperti itu, tidak lama Veronica pun terlelap.

Krringggg!!!

Veronica melonjak kaget mendengar deringan kencang itu! Segera dia bangun dan duduk. Tangannya dengan cepat mematikan weker yang ada di atas nakas. Lalu dia meletakkan kembali pigura di tempatnya.

“Guys, wish me luck. Perjuanganku kembali dimulai hari ini,” kata Veronica sambil memandang pada pigura itu.

Dengan sigap Veronica bersiap. Dia akan memastikan lagi semua yang akan dia bawa untuk bertemu CEO dingin itu tidak ada yang tertinggal. Dia akan siap menjawab apa saja yang nanti mungkin ditanyakan sang CEO.

“Hari ini, aku siap, Pak CEO. Kamu akan terkejut dan tidak mungkin membiarkan aku pulang dengan tangan hampa.” Veronica dengan yakin berkata.

*****

“Pak, jadi akan bertemu Veronica Prawira hari ini?” Ranintya bertanya pada Gio saat mereka usai briefing dengan beberapa karyawan.

“Ya. Benar, untung Ibu ingatkan. Hampir aku lupa. Jam sepuluh.” Gio mengangguk-angguk.

“Pak Gio yakin mau menerima proposal wanita itu?” tanya Ranintya lagi.

“Itu semacam kudapan saja di perusahaan ini, kan?” Gio menaikkan kedua alisnya menatap Ranintya

Ranintya tersenyum, lalu menaikan kedua bahunya. “Apa Pak Gio merasa sesuatu dengan dia? Maaf, Veronica ini cantik sekali, dan cerdas.”

“Ah, Ibu Rani ada-ada saja. Aku ga mikir sama sekali,” sahut Gio cepat.

Ranintya menarik napas dalam. Dia sudah bisa menduga kalimat itu yang akan Gio ucapkan. Masih saja, tidak peduli dengan urusan wanita.

“Sudah lima tahun, Pak Gio beneran tidak ingin move on?” Ranintya belum lelah mengulik hati Gio.

“Aku tidak ingin melukai anak-anakku, Bu Rani. Mereka punya papa setia dan hanya akan cinta pada mama mereka.” Gio menjawab sambil melihat ke layar ponselnya. Wajah tiga buah hatinya terpampang di sana. Senyum lebar dan ceria yang tampak.

“Mereka butuh seorang ibu. Khususnya Maureen. Dia sudah remaja, dia butuh wanita untuk mendampinginya di masa puber ini. Pasti tidak mudah buat Maureen.” Ranitya bicara dari hatinya sebagai seorang ibu yang telah melewati masa-masa itu.

“Hmm … aku belum memikirkannya, Bu Rani. Kami hidup baik-baik, kurasa itu cukup,” ujar Gio sambil tersenyum kecil.

Ranintya tidak tahu akan bicara apa lagi. Sudah beberapa kali Ranintya bicara soal ini, Gio selalu menghindar. Ranintya tahu, Gio harus berjuang begitu rupa menjadi ayah dan juga ibu bagi tiga anak kesayangannya, sejak istri tercintanya berpulang. Ranintya juga tahu, di dasar hati Gio, dia butuh pendamping, tapi terus dia sisihkan rasa itu. Demi anak-anaknya, demi citra diri sebagai ayah yang sayang keluarga, tetap setia pada istrinya, sekalipun sang istri sudah pergi untuk selamanya.

Tok tok tok!!

Gio dan Ranintya menoleh ke arah pintu mendengar ketukan itu. Mata Gio melebar melihat siapa yang berdiri di sana dan menatap padanya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 111. Tidak Akan Berubah

    Veronica mendorong Gio agar menjauh. Dengan cepat Veronica bangun dan turun dari ranjang besar itu. Veronica merapikan rambut dan baju yang dia kenakan. “Papa!!” Terdengar lagi teriakan Maureen. “Ah, aku salah strategi. Kenapa aku suruh mereka nyusul ke sini sekarang?” Kesal, Gio berkata. Veronica tersenyum mendengar kalimat itu. Dia mendekati Gio, mengecup pipinya, lalu cepat bergerak menuju ke pintu dan membukanya. Di depan pintu, Maureen berdiri memandang dengan cemas. Di belakangnya Felipe dan Reggy berdiri sama cemasnya, menatap Veronica. “Mama. Mama ga apa-apa?” Maureen mencermati Veronica dengan mata bergerak cepat melihat dari atas ke bawah. “Nggak apa-apa,” kata Veronica. “Papa mana?” tanya Felipe. “Ada di dalam. Masuklah,” jawab Veronica sambil membuka lebih lebar pintu kamar itu. Ketiga anak itu semakin bingung. Veronica terlihat baik-baik saja. Dia tampak tenang dan tidak ada lagi marah meluap seperti yang dia tunjukkan saat masih di rumah. Veronica mendah

  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 110. Di-prank?

    Gio mengepalkan tangannya menatap dengan marah pada Veronica. “Oh, kamu mencurigaiku?! Oke! Sekarang, kamu ikut aku. Biar kamu tahu sekalian apa yang aku lakukan tadi malam. Biar kamu puas!” Gio berkata lebih keras dengan wajah juga memerah. “Buat apa? Kamu mau kenalkan aku sama wanita itu? Buat apa!?” sentak Veronica. Geram makin melambung di dadanya yang terasa panas membara. Gio menarik lengan Veronica, tidak memberi kesempatan istrinya menolak. Sekalipun Veronica mencoba melepaskan tangan, Gio tidak melonggarkan pegangan tangannya. “Papa!” Maureen memanggil Gio dengan hati porak poranda. Dia marah, sangat marah papanya bertindak kasar pada Veronica yang tidk lain dan tidak bukan adalah istrinya. Reggy dan Felipe pun bergerak maju dua langkah karena sangat terkejut mendapati orang tuanya sampai ribut di depan mereka. “Kalian juga mau tahu!? Silakan menyusul. Aku akan share lokasinya. Jelas?” Gio melihat pada ketiga anaknya yang melotot dengan pandangan bingung bercampur

  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 109. Gio Makin Menakutkan

    “Hmm …” Veronica tersenyum tipis. Ya, kejutan luar biasa! Gio ada main hati dengan wanita lain di belakang Veronica. “Mungkin. Mama belum tahu.”Veronica berusaha tersenyum dengan tatapan tenang, meskipun hatinya terasa pilu.“Tepat banget lagi, Mama ultah di hari Sabtu. Semua ada di rumah,” kata Maureen dengan senyum lebar. “Ah, aku mau masak yang spesial buat Mama, deh, buat sarapan.”“Wah, terima kasih banyak. Tapi Mama mau pergi belanja. Di kulkas tinggal sedikit bahan makanan,” ujar Veronica. Rencananya ingin menenangkan diri harus dia lakukan.“Oke. Pas Mama balik, sarapan sudah siap.” Maureen berucap dengan dua jempol terangkat.Veronica melempar senyum kecil, lalu meninggalkan rumah. Veronica sengaja berjalan saja menuju ke swalayan yang ada di dekat distro. Dia akan ambil waktu di sana menenangkan diri sebelum nanti kembali ke rumah.Lantao 3 di distro memang jadi tempat para karyawan Veronica tinggal sejak Veronica menikah dan tinggal dengan Gio serta anak-anaknya. Ruangan m

  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 108. Dikhianati

    Veronica menoleh ke jam dinding di kamar, hampir setengah sepuluh malam. Gio belum juga pulang. Ke mana sebenarnya pria itu? Biasanya, dia akan memberitahu dengan jelas ke mana pergi, ada urusan apa, dan dengan siapa. Tapi kali itu, dia bukan hanya bersikap dingin, tetapi juga tidak mau bicara apapun pada Veronica. Bagi Veronica, sikap Gio itu kembali menjadi CEO tampan sedingin kulkas.Sekali lagi Veronica mengirimkan pesan pada Gio. Tentu saja berharap Gio akan membalasnya.- Kak, belum bisa pulang? Aku tunggu atau aku tidur lebiih dulu?Gio akhirnya membalas pesan itu, setelah hampir sepuluh menit berlalu.- terserahJawaban itu membuat Veronica kesal. Sedang sibuk apa, sih, sampai membalas pesan saja tidak bisa dengan kata-kata yang melegakan? Tidak sabar, Veronica menelpon suaminya. Beberapa kali mencoba, Gio pun menerima panggilan itu.“Kenapa?” tanya Gio datar.“Kakak ada apa? Beritahu aku yang jelas. Aku bingung dengan sikap Kak Gio,” kata Veronica tanpa basa-basi.“Jangan leb

  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 107. Apa Salahku?

    Hari hampir malam saat Gio tiba di rumah. Empat hari di luar kota, sangat melelahkan. Dia ingin sekali segera istirahat, bertemu keluarga, dan menikmati waktu untuk menyegarkan penat dirinya. Maureen menyambut Gio di depan pintu. Dengan senyum lebar dia memeluk kuat Gio. Meskipun sudah menjadi gadis dewasa, Maureen tetap saja manja. “Senang Papa pulang. Kak Reggy juga sudah di rumah. Lengkap keluarga kita,” kata Maureen masih bergelayut manja pada ayahnya. “Gimana Reggy? Dia baik?” tanya Gio sambil berjalan menuju ke kamarnya. “Baik. Lagi keluar sama Kak Sita. Biasalah, kangen-kangenan, hee … abis LDR,” jawab Maureen. “Reen masak apa buat makan malam? Papa lapar.” Gio meletakkan koper di dekat lemari pakaiannya. “Ada, udah siap. Tapi mama belum pulang,” kata Maureen. “Ga apa-apa. Ga usah tunggu, keburu sakit perut,” ujar Gio. “Oya, Pa, tiga hari lagi mama ultah. Mau bikin acara, ga?” tanya Maureen. “Oya?” Gio menatap Maureen. Bagaimana bisa dia tidak ingat? “Yaa … Papa sama

  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 106. Memandangmu, Memelukmu

    Pasak melangkah menjauh, Randy dan Maureen menuju motor. Tak lama mereka sudah di jalanan yang cukup ramai. Randy mengantar Maureen pulang. Di jalan dia cerita tentang Pasak. Dia pembalap yang sangat lihai dan tajam menyerang lawan. Kayak pasak menghujam tanah dengan dalam. Karena itu dia dipanggil Pasak. Satu lagi Maureen bertemu teman lama Randy. Dan dia mengatakan sesuatu yang memang Randy akui pada Maureen. Randy dulu suka balapan liar tapi dia sudah berhenti. Maureen tersenyum. Dia makin yakin, Randy sungguh-sungguh mau mengubah hidupnya. "Senangnya Kakak di rumah lagi. Kangen banget aku." Maureen memeluk Reggy yang baru masuk rumah. "Aku juga lega akhirnya kembali ke rumah. Kangen masakan kamu sama mama," ucap Reggy dengan senyum. khasnya. "Udah, Reggy istirahat dulu, nanti aja ceritanya," kata Veronica. "Bawa oleh-oleh ga, Kak?" tanya Maureen mengikuti Reggy ke kamarnya. "Ada. Pasti aku bawa buat adikku yang cantik ini." Reggy mengusap kepala Maureen. "Biar aku belum pern

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status