Share

BAB 5 - BERTEMU TUNANGAN ZACK

Betapa mudahnya Rania mengenali sosok yang berada di hadapan. Pada Tubuh jangkung dan tegap yang berdiri di celah antrean itu, hingga kemeja pas badan yang mencetak jelas otot-otot liat di baliknya, serta rambut blonde yang ditata rapi dan juga garis-garis wajah yang maskulin itu. Sungguh, Rania mengenal Zack dengan sangat baik.

Laki-laki yang hanya memakai kemeja hitam tersebut masih berdiri memesan sesuatu, sedangkan wanita yang bersamanya adalah perempuan yang dikabarkan bertunangan dengannya.

Wanita itu sungguh cantik dengan kaki jenjang dan penampilan layaknya seorang putri konglomerat.

Keduanya benar-benar sangat serasi.

Bagaimana mungkin Rania dapat bersaing dengan wanita seperti itu. Dirinya bahkan tidak mungkin bisa memasuki pergaulan elit yang wanita itu miliki.

Rasa rindu teramat sangat pun menyeruak dengan hebatnya. Dia benar-benar merindukan dekapan laki-laki itu. Bibir Rania bergetar menahan diri agar tidak bersuara. Entah bagaimana membendung serbuan emosi yang dengan cepat bergumul di dada.

Keberadaan laki-laki itu sungguh sangat menyiksa.

Tanpa sadar, Rania mengelus perutnya perlahan. “Dia tidak menginginkan kita, Nak,” ucapnya dengan mata pedih berkaca-kaca. “Ibu benar-benar minta maaf. Tidak seharusnya kau ikut merasakan perasaan seperti ini.”

Kepala Rania menunduk perlahan, seolah hendak menyembunyikan diri.

Kedatangan Jennie yang membawakan senampan berisi steak, membuat Rania tersadar. Dia menegakkan kepala kembali dan memberikan senyuman tipis pada sahabatnya. Sengaja menyembunyikan air mata yang sempat mendekati pelupuk.

“Astaga … antreannya benar-benar panjang. Tidak heran orang-orang makan ke tempat ini, ternyata mereka sudah viral di mana-mana,” keluh Jennie sembari menaruh nampannya di atas meja. “Kau pasti sudah lapar. Maaf ya, terlalu lama menunggu. Ini, aku sengaja memilihkan yang terbaik untukmu!” Dia meletakkan salah satu piring ke hadapan Rania. “Makanlah yang banyak. Ibu hamil harus dipenuhi asupan gizinya.”

Mendapati daging di atas piringnya, entah mengapa ada perasaan mual mencium aromanya.

“Mmm … a-aku rasa, aku tidak ingin makan daging,” gumam Rania dengan tangan membekap mulut, Bersiap-siap untuk muntah.

Melihat raut wajah wanita di hadapannya, seketika saja Jennie merasa khawatir. “Oh, astaga …apa kau merasa mual? Ya ampun, apa yang harus kita lakukan.” Jelas sekali ada kepanikan dari nada suara Jennie. Wanita itu seketika berdiri dan siap menyusul Rania ketika wanita itu memberikan isyarat tidak perlu lewat tangannya.

Rania berjalan cepat sembari mencari-cari lokasi toilet di sana. Bahkan, dia tidak lagi peduli apabila Zack melihatnya.

Setelah mengeluarkan isi perutnya pada salah satu bilik, Rania membersihkan bibirnya dari sisa-sisa muntahan ketika dengan tiba-tiba pintu toilet terbuka dan seorang wanita masuk ke dalam. Awalnya Rania tidak memedulikan, dia sibuk membersihkan diri dan menyeka wajahnya yang basah pada salah satu westafel.

Namun, bulu kuduknya berdiri begitu mendengar suara yang memanggil namanya dari belakang.

“Rania Camerry?”

Suara yang lembut dan penuh penekanan itu membuat kepala Rania menoleh dan matanya bertemu pandang dengan wajah yang seringkali ia lihat di layar televisi bersama Zack.

Deg …

Itu adalah wajah dari wanita yang Zack gandeng masuk ke restoran.

Wanita itu berjalan mendekat. Tumit sepatu haknya berbunyi nyaring saat berbenturan dengan lantai, menghasilkan suara yang terdengar menegangkan bagi Rania.

Dengan senyum merekah yang memamerkan bibir penuh bersapukan lipstick merah delima, wanita itu memperkenalkan diri tanpa mengulurkan tangan. “Aku Amanda Harlot. Kau pasti tahu siapa aku, kan?”

Rania memandang bisu pada sosok berparas rupawan yang berdiri di hadapan.

“Kebetulan sekali kita bertemu di sini. Aku sampai berpikir kau sedang membuntuti Zack.” Wanita itu tertawa dengan sorot mata misterius yang membuat Rania ingin menghindar darinya.

Dari mana wanita ini mengenalnya? Mereka bahkan tidak pernah bertemu sebelumnya.

Paras top model kelas dunia itu terangkat angkuh dengan lirikan cukup tajam. “Kau mungkin sudah tahu, aku adalah tunangan Zack dan dia bilang padauk ada wanita gila yang mengaku-ngaku hamil padanya baru-baru ini. Aku hanya tidak mengira, wanita berwajah polos sepertimu mencoba memanipulasi pria seperti dia.” Pandangan Amanda turun pada perut Rania yang terlihat masih rata.

Spontan Rania menutupi perutnya lalu mundur waspada. Dia tidak ingin mengambil resiko dengan kondisinya saat ini.

Seketika saja wanita itu mendengus, “lihatlah dirimu. Kau bahkan tidak pantas bersanding dengan Zack. Apa kau benar-benar seingin itu menjadi istri seorang Zack Lawson? Please, jangan bermimpi kejauhan. Kau bahkan tidak tahu apa yang akan terjadi pada Zack bila bersama dengan wanita seperti dirimu.”

Ucapan wanita di hadapannya sedikit menampar kesadaran Rania. Rasa sakit cukup tajam menghunjam hingga ke ulu hati.

Dia tahu bahwa perkataan wanita itu ada benarnya. Namun, egonya masih terluka akan penolakan Zack akan keberadaan bayi dalam kandungannya.

“Apa kau sudah menggugurkan kandunganmu? Kuharap kau tidak berangan-angan memiliki pria itu dengan cara kotor.” Amanda tertawa kecil, tawa yang sarat penghinaan. “Jangan pernah berpikir untuk mengikat Zack Lawson dengan kehamilanmu. Kau akan sangat rugi bila melakukan itu. Apa perlu aku menjelaskan padamu mengapa wanita sepertimu hanya akan menderita bila mencoba menjebak laki-laki dari kalangan atas dengan menjadi sebuah kehamilan?”

Rania merasa sangat tercekat. Tenggorokannya seakan-akan menelan pasir. Dia tidak mengira Zack akan menceritakan segalanya pada wanita ini.

Setelah berdeham pelan, Rania pun mencoba untuk bersuara.

“Tidak. Aku tidak ingin mendengar apa pun.”

Bibir Rania bergetar, dan sekuat tenaga dia menahan berat tubuhnya dengan menyandar pada westafel yang berada di belakang tubuhnya.

“Lalu, kenapa kau masih mempertahankan kehamilanmu? Masih menunggu keajaiban Zack akan datang padamu kemudian meminta-minta maaf, sembari berlutut dan mengatakan agar kau Kembali ke pelukannya?” Amanda seolah merasa geli saat mendengar ucapannya sendiri, sehingga wanita itu pun tertawa sinis. “Ah, dia mungkin juga akan melamarmu dengan cara yang sangat romantis, Rania Camerry.”

Seolah puas telah menyakiti Rania, Amanda pun berjalan ke westafel yang berada di sebelah Rania. Dia tampak sibuk mencuci tangan, sembari mulutnya tidak berhenti merendahkan.

“Sadarlah, sifat asli laki-laki itu jauh dari Impian banyak wanita. Dia hanya tampak manis di awal, dan begitu merasa bosan, kau akan dicampakkan dengan mudah. Selayaknya barang mainan, wanita tidak begitu berharga di matanya.”

Rania membeku dengan gigi yang bergemelutuk, sehingga dia kehilangan kata-kata untuk membalas.

“Jangan pernah bemimpi untuk bersanding dengannya, karena kau tidak ada bedanya dengan puluhan wanita yang pernah dia tiduri. Kau sama saja dengan wanita-wanita tanpa nama yang sering dia bawa ke rumah.” Pandangan keduanya pun bertemu di cermin, dan Rania dapat melihat sekelebat emosi di balik mata Amanda.

Cukup lama mereka saling pandang, sebelum akhirnya wanita bergaun summer itu melanjutkan.

“Ingatlah, kau hanya wanita murahan yang dia jadikan sebagai pelampiasan nafsu sesaat, hanya penghangat ranjang. Catat itu baik-baik di kepalamu, agar kau sadar begitu tidak berharganya dirimu di mata pria seperti Zack Lawson!”

Serangan telak itu kembali menghancurkan Rania. Kedua kakinya gemetar dan ia hanya mampu berpegangan pada pinggiran wastafel.

“Aku adalah perempuan yang akan dia nikahi dan menjadi pendampingnya. Jadi perempuan miskin dan murahan sepertimu jangan pernah bermimpi terlalu tinggi.” Mata Amanda menyorot tajam pada perut Rania. “Dan segera gugurkan anak itu. Tidak ada gunanya kau mempertahankan sesuatu yang jelas-jelas ditolak keberadaannya.”

Sudah cukup. Rania bisa saja tahan dihina oleh Zack, tapi wanita yang bahkan baru pertama kali dia temui ini sudah melewati batas.

“Tutup mulutmu! Kau tidak berhak menghakimiku seperti ini! Aku juga tidak sudi menikah dengan pria seperti dirinya, jadi berhentilah mengucapkan hal-hal yang tidak berguna.” Sengaja Rania melemparkan tatapan tajam pada wanita di hadapan, mengabaikan segala perih yang mencabik-cabik hatinya.

Amanda menyeringai. “Oh ya? Lalu untuk apa kau mempertahankan kehamilanmu? Zack menunggu kapan kau menggugurkan kandungan itu, dia pasti kesal karena kau masih mempertahankannya.”

“Ini urusanku dengan Zack. Kau tidak perlu ikut campur dengan urusan kami berdua. Tidak peduli, apakah aku menggugurkannya atau membesarkannya, Zack tidak perlu tahu. Dia tidak berhak mengatur keputusanku! Jadi, katakan pada tunanganmu, untuk focus saja pada pernikahan kalian berdua, dan jangan urusi kehidupanku lagi.”

“Wah wah … sombong sekali. Bersikap seolah-olah menjadi perempuan terhormat. Akui saja, kau cuma memanfaatkan kehamilanmu untuk menjebak Zack.”

Rania menggeleng cepat, menolak tuduhan tersebut. “Tidak! Aku tidak pernah menjebaknya.”

“Kalau begitu gugurkan kandungan itu. Lenyapkan bayi itu!”

Amanda mendorong sebelah bahu Rania sampai dia hampir saja terjatuh jika saja Rania tidak berpegangan pada pinggiran wastafel.

“Kalian tidak berhak menyuruhku melenyapkan bayi ini! Dia anakku.”

“Zack tidak menginginkan anak itu!”

“Tapi aku menginginkannya!”

Betapa pun hatinya hancur oleh semua perkataan Amanda, Rania masih mencoba tegar. Tak ia redupkan pandangan matanya kendati air mata itu sudah menggenang di pelupuk mata.

“Kau mau membesarkan anak itu untuk dibawa ke hadapan Zack suatu saat nanti lalu menuntut status dan uang. Apa itu yang kau rencanakan?”

Rania membalas tatapan tajam itu. Rasa lelah seketika menguasai kesadarannya,

“Saat aku sudah menjadi istri seorang Zack Lawson dan bahagia bersama anak-anak kami, aku tidak akan membiarkan dirimu datang bersama anakmu ataupun menghancurkan kehidupanku bersama Zack!”

Satu dorongan yang keras membuat pegangan Rania terlepas dan ia akhirnya terjatuh. Pinggang dan bokongnya menghantam lantai dengan keras. Punggungnya terbentur pada dinding.

Rania meringis. Matanya terpejam merasakan sakit yang menyengat naik ke perut. Sementara Amanda menatapnya dari atas dengan tatapan tidak berdosa.

“Oops … apa kau terluka?” ucap Amanda basa-basi dengan raut teramat datar. “Oh … sepertinya kau membutuhkan ambulans.” Amanda melempar selembar uang seratus dollar ke udara yang perlahan-lahan jatuh di dekat sepatu, tepat di tempat Rania yang terduduk di lantai.

Mata Amanda melirik darah yang perlahan menetes dari paha Rania. Dengan Langkah angkuh, wanita itu berjalan menjauh.

Ketika mata Rania terbuka, dia tak lagi melihat keberadaan Amanda, yang terdengar hanyalah suara tumit sepatunya yang perlahan-lahan menghilang di lorong.

Seketika, rasa sakit yang teramat sangar merambat naik ke seluruh tubuhnya. Rania merintih dan meraih wastafel untuk mencoba bangkit, tapi lagi-lagi tangannya tergelincir dan ia kembali terjatuh.

Darah merembes dari pangkal pahanya. Rasa panas semakin mendera perutnya. Melebihi daripada rasa sakit, Rania amat sangat ketakutan.

Sungguh … dirinya tidak ingin kehilangan anak ini.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Helmy Rafisqy Pambudi
ampun deh ni si Zack lambe lemes ya trnyata...gak laki agak perempuan SM aja
goodnovel comment avatar
Thaty Agatha
ayo author semangt up yuk aku dah lama tunggu cerita2 mu............
goodnovel comment avatar
onm m
lanjut thor karya mu slalu ku tunggu ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status