Seorang gadis mungil berjalan menyusuri lorong apartemen. Dia senang hari ini akan memperlihatkan sesuatu kepada kekasihnya lebih tepatnya sang tunangan.
"Aku harap dia suka," ucapnya. Sesampainya di depan pintu, gadis tersebut merasa jantungnya berdegub kencang. Entah perasaan apa ini. Tanpa menunggu lama, gadis tersebut yang bernama Bella Quinn menekan kunci apartemen yang ada di sisi kanan dan klik. Pintu terbuka, Bella masuk dan saat dia melangkah masuk, Bella melihat ada sepatu wanita. "Se-sepatu siapa ini?" tanya Bella dengan suara gemetar. Bella terus melangkah masuk lebih dalam dan tanpa dia duga, sepasang pria dan wanita sedang adu penalti tepat di depan matanya. Posisi mereka di ruang tamu. Bella tidak bisa mengeluarkan satu patah kata pun saat melihat sang pria memanggil satu nama dan nama itu dia kenal sebagai sahabatnya sendiri. Dia adalah Sherin. Dan pria itu bernama Mark. "Sherin/Mark." Akhirnya, suara Bella keluar dan saat bersamaan, keduanya berhasil meraih kemenangan dan menuju puncak kenikmatan. Mark samar-samar mendengar namanya dipanggil, sedangkan Mark menatap wanita mungil itu berdiri dan dia tersenyum mengejek. "Aku menang, kamu kalah, Bella," ucapnya dengan gerakkan bibir dan itu bisa Bella artikan. Hancur sudah kebahagiaan dia selama 8 tahun menjalan hubungan dengan Mark. Dirinya harus melihat sang tunangan bersama sahabat baiknya. Mark melihat mata Sherin yang terus menatap ke belakang menjadi penasaran, dia ikut melihat dan dia terkejut ada Bella. "Bella, kenapa kamu ke sini?" tanya Aldo tanpa dosa. Mark bangun dan tanpa rasa malu dia memeluk dan mengecup Sherin. Bella masih terpaku, tidak bisakah mereka menghargai dirinya? Apakah sulit, melakukan itu? Air mata yang berada dipelupuk masih belum tumpah. Bella berusaha kuat di depan keduanya. "Pergi, kenapa masih di sini. Mau melihat kami bercinta, Bella?" tanya Mark dengan suara dingin. "Kenapa kamu lakukan ini? Kenapa?" tanya Bella dengan suara bergetar dan pada akhirnya air mata itu tidak bisa lagi dia tahan. Mark mengambil boxer dan memakainya. Dia berdiri mendekati Bella. Gadis mungil yang mengisi hari-harinya menangis di depannya. Dan dia tidak peduli sama sekali. "Kenapa? Kamu tahu jawabannya. Jadi, aku tidak perlu menjelaskan. Jadi, pulang sana," usir Mark lagi. "Tega kamu, hanya karena aku tidak mau tidur denganmu, jadi kamu melakukan ini kepada sahabat aku, begitu?" tanya Bella. Mark hanya tersenyum dan mengusap kepala Bella. Bella menepis tangan Mark, dia jijik untuk disentuh oleh pria yang di depannya. "Ada lagi, bukan hanya itu saja, aku tidak suka wanita miskin, sepertimu. Lihat penampilan kamu, bisa jatuh harga diriku. Jadi, pergi dari hadapanku jangan pernah muncul, pergi!" teriak Mark membuat Bella terjekit. Bella menggelengkan kepala, penghinaan dari Mark benar-benar sudah membuatnya sakit hati. Tanpa menunggu lama, Bella pergi dari hadapan keduanya. Dia bersumpah akan membalas sakit hatinya kepada keduanya. Gelak tawa keduanya terdengar di telinga Bella. Dan itu sangat sakit. Bella terus berlari dan dia menuruni tangga darurat dan saat di lantai paling bawah, Bella keluar dan dia melihat tepat di samping apartemen ada bangunan dan pintu bangunan tersebut tertulis Highlight club. Tanpa menunggu lama, Bella masuk. Ini untuk pertama kalinya dia masuk ke dalam club. "Masa bodoh dengan mereka. Aku sudah tidak peduli lagi. Aku akan membuat hidupku lebih berguna. Aku bekerja di perusahaan besar dan aku tidak jelak, aku juga punya uang aku bisa lakukan semuanya. Tunggu saja, kalian berdua," ucap Bella yang masuk dan duduk tepat di depan bartender. "Kasih aku minuman yang bisa membuat aku melupakan sakit hatiku, sekarang dan jangan protes," ucap Bella. Bartender mendengar perkataan Bella hanya geleng kepala. Dia memberikan minuman yang Bella pesan. Satu gelas diminum Bella dan terus sampai dia mabuk setelah mabuk, Bella membayar minumannya dan pulang. Bella berjalan sempoyongan sambil mengumpat. "Terkutuk kalian berdua. Aku akan buat kalian menyesal. Aku tidak akan melepaskan kalian," ucap Bella yang terus meracau. Sedangkan di tempat yang sama, seorang pria yang usianya sekitar 35 tahun juga merasakan hawa panas di dalam tubuhnya. "Mereka pasti memasukkan sesuatu di minumanku. Ah, sial, mana asistenku tidak ada. Aku harus segera kembali ke apartemen. Aku harus berendam, jika tidak aku akan mendapatkan masalah," kata pria itu yang setengah berlari keluar club. Bella dan pria itu bertabrakan, keduanya saling memandangi satu sama lain. Pria yang menatap Bella sudah tidak tahan lagi menahan gairahnya, tanpa menunggu lama dia menarik Bella untuk ikut dengannya ke apartemen. Gejolak hasrat prianya yang ada di dalam dirinya sudah tidak bisa dia tahan lagi ingin segera dia keluarkan hari ini juga. Bella yang ditarik oleh pria itu mengikuti tanpa protes. Sekali-kali, dia marah dan menangis. Sesampainya, di apartemen, pria tersebut melemparkan Bella ke sofa hingga Bella terjatuh ke ranjanh empuk tanpa menunggu lama, pria yang sudah merasakan tubuhnya tidak bisa dia kontrol melakukan serangan ke Bella. Pria itu bernama, Brian Murdock, pengusaha terkenal pemilik perusahaan Diamond Corp dan juga tambang minyak dan dia juga seorang mafia kejam. Brian merobek pakaian Bella dengan kasar. Bella yang kesadarannya habis hanya mengikuti permainan Brian. Keduanya benar-benar larut dalam permainan panas. Tanda cinta memenuhi tubuh Bella dan pada akhirnya. Bella menyerahkan kesuciannya yang dia jaga selama usia 24 tahun ke Brian. Hanya air mata yang keluar dari sudut mata Bella. Brian merasakan kebahagiaan yang belum pernah dia rasakan. Brian tidak peduli siapa wanita yang ada di bawah kungkungannya, dia puas dan gairahnya tersalurkan. "Panggil namaku, baby," pinta Brian ke Bella. Bella yang sudah tidak lagi sadar hanya mengeluarkan suara erangan saja saat milik Brian masuk ke surga milik Bella, jeritan kesakitan Bella membuat Brian seketika kewarasannya muncul. Brian berhenti sesaat dan memandang Bella, dia merasa heran di negara maju ini masih ada yang perawan? Tapi, karena sudah terlanjur Brian terus melakukan penyatuan dengan Bella. Bella dan Brian melakukan cinta satu malam dan itu berlangsung terus sampai keduanya puas. Dari ruang tamu, sampai ke kamar tidur. Barulah, keduanya tertidur. "Eugh, aduh sakit sekali kepalaku, kenapa bisa sakit dan auh, kenapa sakit di situ, ada apa ini," gumam Bella yang merasakan sakit di bagian intinya dan tubuhnya juga remuk saat ini. Nyawa belum sepenuhnya masuk, Bella masih berusaha untuk sadar dan tanpa sengaja, dia menyentuh sesuatu di sampingnya. Bella menoleh dan alangkah terkejutnya dia melihat siapa yang ada di sampingnya. "Ba-bagaimana bisa aku tidur dengan pria? Dan siapa dia?" tanya Bella. Bella mulai ketakutan, dia mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Setelah, ingatannya muncul, barulah dia menyadari, jika semalam dia datang ke bar karena sakit hati melihat sahabat dan kekasihnya berkhianat dan kekasihnya menghinanya begitu juga sahabatnya. "Aku harus pergi dari sini, aku tidak boleh diketahui oleh pria ini. Siapapun dia, aku tidak peduli dan aku harus menjauh dari dia dan kedua orang itu, tunggu pembalasanku," ucap Bella yang perlahan turun dari ranjang. Bella berjalan keluar akan tetapi dia menemukan bajunya sudah robek dan itu cukup parah. Bella hanya bisa mengumpat dan memaki pria yang sudah merobek pakaiannya. Bella mencari pakaian untuk dia pakai dan pada akhirnya, dia memakai pakaian milik Brian. Baju yang cukup bagus dan tertutup. Paling tidak dia tidak malu untuk keluar. Baju robeknya dan tas miliknya dia bawa. Bella kabur meninggalkan apartemen tersebut. Brian yang tersadar karena kakinya disentuh membuka matanya. Brian melihat asisten sekaligus sahabatnya sudah berdiri di depannya. "Bagus, sekali Brian. Bagaimana semalam? Kamu bermain berapa ronde? Dan, apakah kamu tidak alergi dengan wanita? Atau malah kamu kecanduan dengan dia?" tanya Miko ke Brian yang bahagia karena bos sekalian sahabatnya ini tidak lagi alergi wanita. "Apa maksudmu?" tanya Brian. "Seorang mafia terkuat, alergi dengan wanita, apa kata dunia. Tapi, kini alerginya hilang. Siapa dia, Bri?" tanya Miko. Brian makin dibuat heran, siapa yang dimaksud oleh Miko. Dia memang alergi dengan wanita manapun, tapi kenapa bisa Miko katakan seperti itu. Brian membuka selimut dan dia terdiam sejenak, dia tidak memakai apapun dan Brian segera turun dari ranjang tanpa sehelai benang menuju ke ruang tamu. Otaknya, mulai bekerja. Dia mengingat bagaimana semalam dia bertemu wanita dan dia tidak merasakan alergi seperti biasanya dan malah dia melakukannya. Wanita yang hebat menurutnya dan akan jadi wanitanya untuk selamanya. "Apa yang kamu cari? Jejak kaki wanita itu?" tanya Miko yang mengikuti Brian. Saat tiba di sofa, Brian berhenti dan matanya tertuju ke satu sofa yang membuatnya terpaku. "Perawan! Miko, cari dia," pinta Brian. "Dia siapa?" tanya Miko balik."Menikahiku. Apa kamu lupa apa yang pernah aku katakan kepadamu, Bella sayang?" tanya Brian yang membuat Bella hanya bisa terdiam.Ternyata syaratnya masih tetap sama. Aku harus menikahi pria ini. Tapi rasa benciku terhadap kedua orang yang sudah menghianatiku benar-benar luar biasa. Aku ingin membalas apa yang sudah kedua orang ini lakukan padaku. Tapi, sulit. Sekarang, ada yang mau membantuku dan dia adalah Brian. Brian memang sosok yang bisa membantunya, tapi mampukah dirinya menjadi istri dari pria yang didepanku ini. Bella menggelengkan kepala pelan berusaha untuk menetralkan diri agar tidak frustasi. Masalah yang menimpa benar-benar membuatku pusing tujuh keliling. Melihat penolakan dari Bella lagi, Brian semakin kesal. Dia tidak bisa menjauh dari Bella dan dia sudah menginginkan Bella, tapi kenapa Bella masih saja menolaknya. Kurang apa lagi dirinya saat ini. Tampan, kaya raya, banyak wanita yang menyukainya, tapi kenapa wanita ini sulit untuk dia dapatkan dan taklukkan. B
Bella benar-benar ingin membalaskan dendamnya, tapi apakah dengan cara seperti ini, pikirnya. Bella mendengar kalau Brian meminta dia untuk membalaskan dendamnya kepada mereka berdua. Brian juga tahu kalau dia dan kedua orang ini ada masalah jadi setelah melakukan itu, Bella terpaku. "Bagaimana bisa dia tahu permasalahan aku? Siapa dia," pikir Bella yang membuat Brian tersenyum karena Bella menatapnya. "Bagaimana? Kalian setuju, jika saya angkat Bella sebagai penanggung jawab proyek ini. Jika setuju, segera kerjakan proyeknya. Saya mau kalian mengikuti apa yang saya katakan. Jika kalian tidak mau, maka kalian bisa pergi. Saya tidak butuh perusahaan yang mematuhi peraturan di dalam perusahaan yang saya dirikan," jawab Brian yang segera duduk dan menatap ke dua orang yang wajahnya merah padam. Sherin dan Mark hanya terdiam dan tidak sedikitpun membantah. Perusahaan mereka butuh dana dan tender saat ini membuat perusahaan miliknya mendapatkan keuntungan yang sangat luar biasa.
Bella segera masuk ke dalam ruangannya. Bella termenung saat duduk di kursi kerjanya. Bella tidak bisa berpikir kenapa bisa Tuan mudanya itu ingin menikahi dia. Apa karena rasa bersalahnya itu. "Apa dia merasa bersalah karena sudah melakukan itu padaku. Tapi, aku tidak menuntutnya," jawab Bella lagi. Bella menundukkan kepalanya ke bawah dan melipat tangannya di atas meja. Kepala diletakkan di kedua tangannya. "Bella, kamu kenapa? Tadi, aku dengar kamu dipanggil Tuan Murdock. Ada apa? Kamu buat salah dengan dia dan bagaimana rupanya? Dia pasti tampan, 'kan?" tanya rekan Bella bernama Merlin. Bella mendengar suara sahabatnya langsung mengangkat kepala dan memandang sahabatnya yang duduk di depannya. "Aku tidak tahu salahku apa Merlin. Tiba-tiba saja, aku diminta untuk ke ruangannya dan aku ...." Bella menghentikan ucapannya sejenak sambil memandang ke arah Merlin. "Dan, aku apa?" tanya Merlin. "Bella, kamu dipanggil, Tuan Murdock. Kamu kenapa lagi, Bella. Tadi, baru saja dari san
"Bella, apa kabar. Senang bertemu denganmu. Buatkan minuman untuk Bella," ucap Brian meminta Miko untuk membuatkan Bella minum. "Akh, tidak perlu Tuan. Saya sudah minum," sahut Bella dengan suara gugup menolak diberikan minum dengan pria yang tadi malam habis bercinta dengan dirinya. Dan Bella merutuki dirinya, karena tidak tahu siapa yang sudah tidur dengan dia. Brian memberikan kode ke Miko untuk pergi karena dia ingin bicara berdua dengan Bella. "Kalau tidak ada yang perlu lagi, saya permisi dulu. Permisi, Tuan, Nona," pamit Miko menundukkan kepala ke arah Bella dan Brian. Bella panik, karena dia harus bersama dengan sang CEO Brian Murdock. Ruangan tersebut terasa sesak hingga oksigen di dalam paru-parunya menipis. "Kenapa pergi?" tanya Brian dengan suara dingin dan sorot mata tertuju kepada Bella tanpa sedikitpun dirinya mengalihkan pandangannya. Bella mendengar suara berat Brian langsung mengangkat kepala dan menatap Brian. Bella berpura-pura tidak mengerti apa yang ditany
"Wanitaku," jawab Brian kepada Miko. Miko tambah terkejut mendengar jika Brian mengatakan wanitaku. Apakah benar, Brian sudah bisa terbebas dari alergi terhadap wanita. Hingga dia mengakui wanita itu sebagai wanitanya. "Brian, kamu tidak salah. Kamu tidak bercanda?" tanya Miko kembali. Brian yang kesal dengan pertanyaan-pertanyaan Miko berbalik ke arah Miko dengan wajah mengetat dan datar. Miko tahu kalau saat ini Brian marah padanya. Jadi, dia lebih baik pergi. Daripada dirinya harus mendapatkan masalah. "Dia wanitaku. Aku harus menemukan dia, apapun itu," monolog Brian. Brian segera mengambil telpon dan dia menghubungi seseorang. Cukup lama Brian berkomunikasi dan setelah selesai Brian tersenyum."Aku akan mendapatkan kamu," jawab Brian. Brian segera membersihkan dirinya. Dia akan ke perusahaan untuk bertemu dengan klien yang sudah dia janjikan. Sedangkan, di tempat lain Bella yang sampai di rumah segera mandi, dia membersihkan tubuhnya dari sisa percintaan. Bella menangis k
Seorang gadis mungil berjalan menyusuri lorong apartemen. Dia senang hari ini akan memperlihatkan sesuatu kepada kekasihnya lebih tepatnya sang tunangan. "Aku harap dia suka," ucapnya. Sesampainya di depan pintu, gadis tersebut merasa jantungnya berdegub kencang. Entah perasaan apa ini. Tanpa menunggu lama, gadis tersebut yang bernama Bella Quinn menekan kunci apartemen yang ada di sisi kanan dan klik. Pintu terbuka, Bella masuk dan saat dia melangkah masuk, Bella melihat ada sepatu wanita. "Se-sepatu siapa ini?" tanya Bella dengan suara gemetar. Bella terus melangkah masuk lebih dalam dan tanpa dia duga, sepasang pria dan wanita sedang adu penalti tepat di depan matanya. Posisi mereka di ruang tamu. Bella tidak bisa mengeluarkan satu patah kata pun saat melihat sang pria memanggil satu nama dan nama itu dia kenal sebagai sahabatnya sendiri. Dia adalah Sherin. Dan pria itu bernama Mark. "Sherin/Mark." Akhirnya, suara Bella keluar dan saat bersamaan, keduanya berhasil meraih kem