"Bella, apa kabar. Senang bertemu denganmu. Buatkan minuman untuk Bella," ucap Brian meminta Miko untuk membuatkan Bella minum.
"Akh, tidak perlu Tuan. Saya sudah minum," sahut Bella dengan suara gugup menolak diberikan minum dengan pria yang tadi malam habis bercinta dengan dirinya. Dan Bella merutuki dirinya, karena tidak tahu siapa yang sudah tidur dengan dia. Brian memberikan kode ke Miko untuk pergi karena dia ingin bicara berdua dengan Bella. "Kalau tidak ada yang perlu lagi, saya permisi dulu. Permisi, Tuan, Nona," pamit Miko menundukkan kepala ke arah Bella dan Brian. Bella panik, karena dia harus bersama dengan sang CEO Brian Murdock. Ruangan tersebut terasa sesak hingga oksigen di dalam paru-parunya menipis. "Kenapa pergi?" tanya Brian dengan suara dingin dan sorot mata tertuju kepada Bella tanpa sedikitpun dirinya mengalihkan pandangannya. Bella mendengar suara berat Brian langsung mengangkat kepala dan menatap Brian. Bella berpura-pura tidak mengerti apa yang ditanyakan oleh Brian. "Maaf, maksudnya Anda apa, ya? Saya tidak mengerti sama sekali. Saya pergi kemana?" tanya Bella yang menunjukkan senyumannya. Bella mencoba tenang dan menjawab tanpa gugup takutnya, Brian akan mengetahui jika dia bohong, takut dan sebagainya. Brian masih tenang, dia tidak boleh emosi dengan jawaban Bella. Sudah jelas, dirinya mendapatkan bukti yang tidur dengan dia tadi malam itu Bella. Dan setelah diselidiki, ternyata Bella itu karyawannya tentu saja Brian senang karena langsung menemukan Bella. Wanita yang membuat dia tidak alergi dengan wanita. "Masih belum mengaku?" tanya Brian lagi yang mencondongkan tubuhnya ke arah Bella. Dan, Bella memundurkan tubuhnya ke belakang agar tidak berdekatan dengan Brian. Bella pun menjawab dengan menggelengkan kepala masih kekeh dengan jawabannya. Brian kembali duduk dengan tegap dan masih fokus melihat Bella. Dia heran kenapa Bella tidak mengakuinya. "Kamu kecelakaan tadi pagi?" tanya Brian. Bella sekali lagi menjawab dengan menggelengkan kepala. Dan menjawab singkat. "Tidak, Tuan," jawab Bella. Brian tidak bertanya lagi dan dia memilih diam tapi sorot matanya terus memperhatikan Bella yang gelisah. "Aduh, aku sesak pipis ini, apa yang harus aku lakukan. Kenapa aku bisa sesial ini, sudah diselingkuhin, tidur dengan bosnya kini dia diadili oleh si bos." Bella masih berkata-kata dalam hati dan dia masih belum sedikitpun bergerak dari tempat. Tubuhnya sudah dingin melihat tatapan dari Brian. Brian mengambil sesuatu dan dia menyerahkan ke Bella. "Lihat, itu," pinta Brian ke Bella. Bella melihat amplop coklat yang Brian berikan padanya untuk dia lihat. "I-ini apa, Tuan Murdock?" tanya Bella dengan suara terbata-bata. "Lihat saja," jawab Brian. Bella yang penasaran langsung membuka amplop tersebut dia perlahan mengeluarkan apa yang ada di dalam amplop. Saat, isinya sudah di tangan, Bella melihat wajahnya yang berada di club malam. Dari dia masuk, minum dan bertemu pria yang tidak lain pria yang di depannya ini membuat Bella tidak bisa berkata-kata. "Darimana Anda dapatkan ini?" tanya Bella dengan gugup. "Kamu tidak perlu tahu. Jawab saja, itu kamu atau tidak?" tanya Brian lagi. Bella sudah tidak bisa mengelak lagi, dia sudah tidur dengan bosnya dan sekarang bukti jelas ada. Malu, marah semua campur jadi satu. Dia tidak bisa lagi memperlihatkan wajahnya. Bella hanya bisa menundukkan kepala karena dia tidak mau bosnya ini melihat wajahnya. "Iya, ini saya. Maafkan saya. Saya mabuk dan saya tidak tahu itu Anda, sekali lagi maafkan saya," jawab Bella berdiri dan menundukkan kepala memohon maaf kepada Brian atas kesalahan yang sudah dia lakukan. Bella masih berdiri dia ingin tuannya ini memaafkan dia dan melupakan apa yang terjadi. Walaupun, dia harus kehilangan keperawanannya paling tidak dia sudah menyesalinya jika pun hamil dia bisa apa. Dia akan merawat bayinya dan pergi dari hadapan Tuan mudanya ini. "Hanya maaf?" tanya Brian lagi. Bella menaikan alisnya, dia bingung kenapa Tuan mudanya ini bertanya hanya maaf. Apakah itu kurang? Pikir, Bella. "Ja-jadi saya harus apa? Apakah saya harus membayar kerugiannya. Tapi, saya di sini yang rugi. Dan, saya juga tidak menuntut Anda. Saya akan melupakan semuanya dan tidak akan mengatakan kepada siapapun, apakah itu tidak cukup?" tanya Alena lagi. Dirinya akan pergi jika diminta, asal dia tidak diminta yang lain. "Menikah dengan saya," jawab Brian lagi. "Apa?" tanya Bella yang terkejut karena mendengar perkataan dari Brian. Brian tersenyum menyeringai saat melihat kepanikan dari Bella. "Kenapa kamu terkejut, Bella?" tanya Brian kepada Bella. Bella tidak tahu harus jawab apa, dia benar-benar terkejut karena perkataan dari Tuan mudanya. "Maaf, Tuan, saya tidak bisa. Saya ...." Bella menghentikan ucapannya sejenak sambil berpikir apa yang cocok untuk dia sampaikan ke Brian. "Saya apa?" tanya Brian. "Saya ... Saya hanya wanita biasa dan saya miskin juga saya tidak layak dengan Anda, jadi saya menolaknya," jawab Bella. Bella menjelaskan kenapa dia menolak apa yang Brian minta. Dan, apa kata orang kalau dia menikah dengan Brian. Brian yang mendengar Bella menolak dirinya menatap Bella dengan tajam. Selama ini, tidak ada yang berani menolak apapun yang dia katakan. Tapi, kali ini dia ditolak oleh Bella. "Keluarlah," usir Brian dengan suara dinginnya. Bella mendengar dia diusir dari ruangan Brian menatap Brian dia ingin memastikan kalau dia tidak salah dengar. Melihat Bella menatapnya, membuat Brian semakin kesal dan tangannya dikibaskan ke arah Bella menandakan kalau dia diusir. "Baiklah, permisi," ucap Bella yang akhirnya keluar karena sudah melihat kibasan tangan Brian, Bella baru berani keluar. Bella bersyukur, karena dirinya tidak dipecat karena menolak permintaan dari Brian. Saat, di luar sekretaris Brian memandang Bella yang seperti baru keluar dari ruang pengadilan. "Bel, kenapa denganmu? Apa kamu baik-baik saja?" tanya sekretaris Brian bernama Mullen. Helaan napas panjang dan terdengar sangat berat keluar dari Bella dan Bella memandang ke arah Mullen. "Menurut Anda, Tuan Mullen apakah saya baik?" tanya Bella balik. Mullen mengangkat bahunya, dia tidak melihat kalau Bella baik. "Menurutku, kamu seperti keluar dari ruang sidang kejahatan internasional, apakah benar?" tanya Mullen sembari tertawa. Bella yang mendengarnya, berdecih. Bisa-bisanya, sekretaris Tuan Murdock mengatakan hal itu. Bella pun pergi tanpa mengatakan apa yang terjadi di dalam. "Lah, pergi," ucap Mullen yang menggelengkan kepala karena Bella pergi tanpa mengatakan apa yang terjadi. Di dalam ruangan, Brian mengepalkan tangannya, dia marah karena Bella menolaknya. "Aku akan cari cara lain untuk membuat dia berubah pikiran, tunggu saja, Bella," ujar Brian yang menyeringai saat memiliki ide untuk membuat Bella mau menerima lamarannya."Menikahiku. Apa kamu lupa apa yang pernah aku katakan kepadamu, Bella sayang?" tanya Brian yang membuat Bella hanya bisa terdiam.Ternyata syaratnya masih tetap sama. Aku harus menikahi pria ini. Tapi rasa benciku terhadap kedua orang yang sudah menghianatiku benar-benar luar biasa. Aku ingin membalas apa yang sudah kedua orang ini lakukan padaku. Tapi, sulit. Sekarang, ada yang mau membantuku dan dia adalah Brian. Brian memang sosok yang bisa membantunya, tapi mampukah dirinya menjadi istri dari pria yang didepanku ini. Bella menggelengkan kepala pelan berusaha untuk menetralkan diri agar tidak frustasi. Masalah yang menimpa benar-benar membuatku pusing tujuh keliling. Melihat penolakan dari Bella lagi, Brian semakin kesal. Dia tidak bisa menjauh dari Bella dan dia sudah menginginkan Bella, tapi kenapa Bella masih saja menolaknya. Kurang apa lagi dirinya saat ini. Tampan, kaya raya, banyak wanita yang menyukainya, tapi kenapa wanita ini sulit untuk dia dapatkan dan taklukkan. B
Bella benar-benar ingin membalaskan dendamnya, tapi apakah dengan cara seperti ini, pikirnya. Bella mendengar kalau Brian meminta dia untuk membalaskan dendamnya kepada mereka berdua. Brian juga tahu kalau dia dan kedua orang ini ada masalah jadi setelah melakukan itu, Bella terpaku. "Bagaimana bisa dia tahu permasalahan aku? Siapa dia," pikir Bella yang membuat Brian tersenyum karena Bella menatapnya. "Bagaimana? Kalian setuju, jika saya angkat Bella sebagai penanggung jawab proyek ini. Jika setuju, segera kerjakan proyeknya. Saya mau kalian mengikuti apa yang saya katakan. Jika kalian tidak mau, maka kalian bisa pergi. Saya tidak butuh perusahaan yang mematuhi peraturan di dalam perusahaan yang saya dirikan," jawab Brian yang segera duduk dan menatap ke dua orang yang wajahnya merah padam. Sherin dan Mark hanya terdiam dan tidak sedikitpun membantah. Perusahaan mereka butuh dana dan tender saat ini membuat perusahaan miliknya mendapatkan keuntungan yang sangat luar biasa.
Bella segera masuk ke dalam ruangannya. Bella termenung saat duduk di kursi kerjanya. Bella tidak bisa berpikir kenapa bisa Tuan mudanya itu ingin menikahi dia. Apa karena rasa bersalahnya itu. "Apa dia merasa bersalah karena sudah melakukan itu padaku. Tapi, aku tidak menuntutnya," jawab Bella lagi. Bella menundukkan kepalanya ke bawah dan melipat tangannya di atas meja. Kepala diletakkan di kedua tangannya. "Bella, kamu kenapa? Tadi, aku dengar kamu dipanggil Tuan Murdock. Ada apa? Kamu buat salah dengan dia dan bagaimana rupanya? Dia pasti tampan, 'kan?" tanya rekan Bella bernama Merlin. Bella mendengar suara sahabatnya langsung mengangkat kepala dan memandang sahabatnya yang duduk di depannya. "Aku tidak tahu salahku apa Merlin. Tiba-tiba saja, aku diminta untuk ke ruangannya dan aku ...." Bella menghentikan ucapannya sejenak sambil memandang ke arah Merlin. "Dan, aku apa?" tanya Merlin. "Bella, kamu dipanggil, Tuan Murdock. Kamu kenapa lagi, Bella. Tadi, baru saja dari san
"Bella, apa kabar. Senang bertemu denganmu. Buatkan minuman untuk Bella," ucap Brian meminta Miko untuk membuatkan Bella minum. "Akh, tidak perlu Tuan. Saya sudah minum," sahut Bella dengan suara gugup menolak diberikan minum dengan pria yang tadi malam habis bercinta dengan dirinya. Dan Bella merutuki dirinya, karena tidak tahu siapa yang sudah tidur dengan dia. Brian memberikan kode ke Miko untuk pergi karena dia ingin bicara berdua dengan Bella. "Kalau tidak ada yang perlu lagi, saya permisi dulu. Permisi, Tuan, Nona," pamit Miko menundukkan kepala ke arah Bella dan Brian. Bella panik, karena dia harus bersama dengan sang CEO Brian Murdock. Ruangan tersebut terasa sesak hingga oksigen di dalam paru-parunya menipis. "Kenapa pergi?" tanya Brian dengan suara dingin dan sorot mata tertuju kepada Bella tanpa sedikitpun dirinya mengalihkan pandangannya. Bella mendengar suara berat Brian langsung mengangkat kepala dan menatap Brian. Bella berpura-pura tidak mengerti apa yang ditany
"Wanitaku," jawab Brian kepada Miko. Miko tambah terkejut mendengar jika Brian mengatakan wanitaku. Apakah benar, Brian sudah bisa terbebas dari alergi terhadap wanita. Hingga dia mengakui wanita itu sebagai wanitanya. "Brian, kamu tidak salah. Kamu tidak bercanda?" tanya Miko kembali. Brian yang kesal dengan pertanyaan-pertanyaan Miko berbalik ke arah Miko dengan wajah mengetat dan datar. Miko tahu kalau saat ini Brian marah padanya. Jadi, dia lebih baik pergi. Daripada dirinya harus mendapatkan masalah. "Dia wanitaku. Aku harus menemukan dia, apapun itu," monolog Brian. Brian segera mengambil telpon dan dia menghubungi seseorang. Cukup lama Brian berkomunikasi dan setelah selesai Brian tersenyum."Aku akan mendapatkan kamu," jawab Brian. Brian segera membersihkan dirinya. Dia akan ke perusahaan untuk bertemu dengan klien yang sudah dia janjikan. Sedangkan, di tempat lain Bella yang sampai di rumah segera mandi, dia membersihkan tubuhnya dari sisa percintaan. Bella menangis k
Seorang gadis mungil berjalan menyusuri lorong apartemen. Dia senang hari ini akan memperlihatkan sesuatu kepada kekasihnya lebih tepatnya sang tunangan. "Aku harap dia suka," ucapnya. Sesampainya di depan pintu, gadis tersebut merasa jantungnya berdegub kencang. Entah perasaan apa ini. Tanpa menunggu lama, gadis tersebut yang bernama Bella Quinn menekan kunci apartemen yang ada di sisi kanan dan klik. Pintu terbuka, Bella masuk dan saat dia melangkah masuk, Bella melihat ada sepatu wanita. "Se-sepatu siapa ini?" tanya Bella dengan suara gemetar. Bella terus melangkah masuk lebih dalam dan tanpa dia duga, sepasang pria dan wanita sedang adu penalti tepat di depan matanya. Posisi mereka di ruang tamu. Bella tidak bisa mengeluarkan satu patah kata pun saat melihat sang pria memanggil satu nama dan nama itu dia kenal sebagai sahabatnya sendiri. Dia adalah Sherin. Dan pria itu bernama Mark. "Sherin/Mark." Akhirnya, suara Bella keluar dan saat bersamaan, keduanya berhasil meraih kem