"Laksanakan, Tuan!" jawab Joe dan Thomas secara bersamaan. Kompak sekali, karena sudah tak terhitung berapa banyak mereka mengatakan kalimat itu dalam sehari.
Zach melangkah semakin jauh, diikuti oleh beberapa pria yang memakai seragam serba hitam—persis seperti Joe dan Thomas. Ia dikawal kurang lebih oleh sepuluh orang yang mengekor di belakang.***Daissy mengajak Evelyn ke harem setelah Joe dan Thomas menyampaikan pesan dari Zach untuknya. Tubuh ramping gadis itu didorong masuk hingga nyaris terjungkal.Ada seorang pria di dalam sana yang sedang sibuk memilih selir. Hingga kemudian, tatapan matanya berpaling ke arah Evelyn yang menurutnya cukup menarik perhatian. "Rupanya ada mainan baru di sini," ucapnya sambil melangkah mendekati Evelyn."Maaf, Tuan, tapi tadi Tuan Zach sudah berpesan kepada saya bahwa siapa pun tidak boleh menyentuh gadis ini—bahkan termasuk Tuan Oliver sekalipun," balas Daissy sesopan mungkin. Ia tak ingin membuat Oliver murka karena tersinggung dengan ucapannya.Oliver, adik kandung Zach yang berusia dua puluh lima tahun itu memandang Daissy dengan tatapan yang mematikan. "Kau pikir hanya Zach saja yang menjadi tuanmu di sini?! Aku juga punya hak untuk memilih siapa pun menjadi penghangat ranjangku malam ini!" omelnya."Bukan begitu, Tuan ... hanya saja saya takut Tuan Zach marah dan—"PLAK!Semua mata memandang ngeri ketika Oliver melayangkan satu tamparan yang mendarat di pipi kanan Daissy. Membuat Daissy meringis karena merasakan panas di area bekas gambar telapak tangan Oliver. Perih sekaligus malu!"Sekarang bagaimana? Kau lebih takut dengan Zach atau aku? Bahkan aku bisa melemparmu ke kandang singa jika masih berani melawan!" hardik Oliver. Rahangnya mengeras menahan emosi yang merajai diri.Daissy menahan cairan bening di pelupuk matanya yang nyaris terjatuh. Ia menatap nanar Oliver, tapi mustahil baginya mengharapkan belas kasihan dari keluarga Muller. "Ampuni saya, Tuan ..." ucapnya dengan suara bergetar diselimuti rasa takut.Oliver tersenyum penuh kemenangan. Persis seperti iblis yang bersembunyi di balik wajah tampannya yang menipu. Ia kembali melirik Evelyn dengan tatapan seakan menelanjangi gadis itu. "Sampai bertemu nanti malam di kamar pribadiku," ujarnya."Aku tidak pernah bilang setuju atas permintaanmu yang menjijikkan itu!"Oliver baru saja mengambil langkah pertama menuju pintu saat mendengar ucapan Evelyn yang membuatnya berhenti melangkah. Lalu laki-laki berhidung mancung tersebut berbalik badan, menoleh pada Evelyn sambil mengernyit kikuk. "Apa?""Selain penggila selangkangan seperti kakakmu, ternyata kau juga tuli ya?" ejek gadis itu. "Sekali lagi aku tegaskan, bahwa aku tidak akan pernah mau menyerahkan tubuhku kepada para lelaki bajingan penghuni neraka di tempat ini!"Semua mata kini memandang ke arah Evelyn. Tubuh mereka bergetar melihat sikap berani gadis itu. Bahkan ada yang saling berbisik melihat dirinya menolak tawaran Oliver secara terang-terangan, di saat wanita-wanita lain mengantre untuk bisa dijadikan selir kesayangan keluarga Muller.Oliver sudah berdiri tepat di hadapan Evelyn. "Apa kau ingin merasakan sakitnya ditampar seperti Daissy? Tarik kembali kata-katamu, maka aku akan memaafkanmu kali ini.""CIH! Aku bahkan tidak sudi mengucapkan kata maaf. Itu terlalu berharga untuk pria brengsek sepertimu." Tak ada raut ketakutan di balik wajah Evelyn, yang ada hanyalah ekspresi menantang seolah mengibarkan bendera perang.Wajah Oliver memerah. Baru kali ini dirinya dipermalukan di depan banyak orang. "Tarik kembali kata-katamu, atau kau akan aku kubur hidup-hidup!" ancamnya."Silakan kubur aku hidup-hidup. Kebetulan aku ingin mati," jawab Evelyn. "Akan jauh lebih baik jika aku mati, dibandingkan harus tidur dengan pria brengsek seperti kau ataupun kakakmu!""Kau—" Oliver sudah mengangkat tangan hendak menampar Evelyn. Namun, ia mengurungkan niat dan kembali menurunkan tangan. "Sialan!" umpatnya."Kenapa berhenti? Cepat tampar aku! Bahkan aku tidak takut dibunuh olehmu," tantang gadis berambut lurus sebahu tersebut."Memohonlah padaku agar aku membebaskanmu dari kungkungan Zach. Kudengar ayahmu juga ditawan di ruang bawah tanah.""Jika kata mohon yang kau maksud adalah dengan menyerahkan tubuhku, maka pilihanku akan tetap jatuh pada kata 'tidak'.""Di antara saudaraku yang lain, hanya aku yang belum menikah, sedangkan Zachary dan Aldrick sudah memiliki istri. Bukankah kau seharusnya bangga jika aku pilih? Aku bisa saja menjadikanmu nyonya besar selanjutnya di keluarga Muller.""WOW! Sayang sekali aku tidak tertarik," balas Evelyn yang tetap teguh pada pendiriannya.Pria bermata hazel itu menghela napas, mencoba tetap tenang. Kini ia beralih menatap Daissy. "Suruh gadis ini membersihkan diri dan mengganti pakaian, lalu bawa dia ke kamarku sekarang juga!" titahnya."Laksanakan, Tuan!" Daissy tak bisa menolak perintah Oliver kali ini, karena ia tidak ingin menerima tamparan untuk yang kedua kalinya.Evelyn terbelalak melihat kepergian Oliver yang terkesan tidak menghargai keputusannya. Pria itu tahu dirinya sudah menerima penolakan, tapi ia seakan tidak peduli. Menjengkelkan sekali!"Kau sudah dengar sendiri, bukan?" tanya Daissy. "Aku masih berbaik hati dengan tidak memanggil pengawal untuk menyeretmu ke kamar mandi—bahkan setelah kejadian aku ditampar oleh Tuan Oliver hanya karena dirimu. Jadi, mari kita bekerja sama."Evelyn masih terpaku ketika Daissy mulai berjalan mencarikan pakaian untuknya di lemari. Mau tidak mau, Evelyn masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.***Usai mendengar kabar tentang Edgard yang ditahan di kantor polisi, Zach langsung meluncur ke tempat kejadian perkara. Akan tetapi, ia dan Stella—istrinya—hanya menunggu di dalam mobil bersama supir pribadi dan membiarkan anak buahnya yang bergerak menyelesaikan masalah.Zach merupakan kandidat presiden pada periode selanjutnya. Ia tidak ingin ada orang yang melihatnya masuk ke kantor polisi dan menebak-nebak apa yang ia lakukan, lalu muncul berita simpang-siur di media sosial yang membuat namanya tercemar. Jadi, pilihan terbaik baginya adalah dengan duduk manis di mobil sambil mengisap rokok.Setelah bernegosiasi dengan pihak kepolisian, pada akhirnya uang sebesar sepuluh ribu dolar A.S harus dikeluarkan demi menempuh jalan damai. Jumlah yang sangat sedikit di mata Zach, bahkan tidak sampai seujung kuku dari keseluruhan harta kekayaannya."Kupikir ini akan menjadi akhir dari kesuksesanmu, Zach." Stella, perempuan berusia dua puluh tujuh tahun itu menarik telapak tangan Zach untuk digenggam.Zach tersenyum miring, memandang ke luar kaca mobil, memperhatikan anak buahnya yang baru saja keluar dari kantor polisi bersama Edgard. "Ini hanya kerikil kecil dari banyaknya lika-liku yang sudah kita lalui, tapi kau masih saja panik seperti baru pertama kali menghadapinya," balasnya.Stella hanya menanggapi ucapan Zach dengan senyuman takjub. Kemudian, Zach melepaskan tangan dari genggaman sang istri, memakai topi dan masker hitam supaya tidak ada orang yang mengenali dirinya. Setelah itu, ia membuka kaca mobil yang telah diketuk oleh anak buahnya. Puntung rokok yang hanya tersisa sedikit pun ia lempar ke badan jalan."Masalah sudah selesai, Tuan," ucap laki-laki bernama Alex tersebut.Zach merespons, "Berikan uang tutup mulut untuk anak ini dan jangan pernah libatkan dia lagi ke dalam bisnis kita.""Laksanakan, Tuan!"Edgard menatap Zach dengan mata berkaca-kaca. "Tapi, Tuan Grey, aku masih ingin menjadi bagian dari kalian. Tolong jangan pecat aku dari pekerjaan ini," pintanya memohon.Grey merupakan nama yang dipakai oleh Zach saat ia melakukan penyamaran dari orang lain. Jadi, ada dua nama yang melekat pada dirinya. Pertama, Zachary Muller yang dikenal sebagai seorang politikus yang mencalonkan diri menjadi presiden tahun depan. Kedua, Greyson Muff yang dikenal sebagai mafia kelas kakap yang kejam, licik dan arogan.The Sawtooth Eel, atau belut gigi gergaji adalah sebutan orang-orang untuk Greyson Muff, karena pria itu licin dan sulit ditangkap seperti belut, juga tajam dan berbahaya."Kau hanya bocah ingusan yang tidak dapat diandalkan. Beruntung aku tidak menyuruh Alex untuk mencekik lehermu," ucap Zach kepada Edgard diiringi tatapan bengis.Di tengah obrolan, seseorang baru saja turun dari mobil pengawal, lalu berjalan menghampiri Zach yang masih duduk santai di dalam mobil."Lapor, Tuan! Ada telepon dari Daissy. Katanya, Tuan Oliver memaksa Evelyn menjadi wanita penghangat ranjang untuknya sekarang juga," beritahu pria yang merupakan satu dari sepuluh pengawal pribadi Zach."Sialan!" Zach mengumpat. Bola matanya bergulir memandang supir di depan sana. "Kembali ke mansion sekarang," titahnya."Laksanakan, Tuan!" Tanpa bicara panjang lebar, supir itu langsung tancap gas menuju ke lokasi yang diinginkan oleh Zach."Siapa itu Evelyn?" tanya Stella di tengah perjalanan."Anak dari Victor Smith, pemilik SMTV.""Kau menjadikannya selir baru di mansion?"Seketika Zach berdecih. "Gadis itu sangat pembangkang dan tidak akan mau dijadikan selir," ujarnya. "Lagipula tubuhnya kurus dan tidak menggiurkan sama sekali. Mana mungkin ada lelaki yang mau tidur dengannya?""Lalu?" Stella terus menginterogasi."Aku ingin membuat Victor menyesal karena sudah menolak menjadi stasiun televisi yang mendukung resmi Zachary Muller," papar Zach. "Maka dari itu, aku sengaja menculik Evelyn untuk memberinya peringatan.""Tapi kenapa kau marah saat mendengar Oliver ingin menjadikan gadis itu sebagai teman penghangat ranjang untuknya?" Stella semakin penasaran. "Jangan katakan kalau kau
Zach berdecih remeh. "Aku bukan menyelamatkanmu, tapi menyelamatkan adikku dari gadis sampah sepertimu. Mana mungkin seorang kakak tega melihat adiknya menjamah perempuan sejelek dan sekurus dirimu?" ejeknya."Bajingan ...." Evelyn melotot geram. Entah sudah berapa kali ia dihina dan dipermainkan oleh Zach—padahal pertemuan mereka belum sampai satu minggu.Sejenak pria berperawakan tinggi itu memperhatikan wajah Evelyn. Ia melihat ada setitik darah yang keluar dari dagu gadis manis tersebut. Refleks Zach mengangkat tangan dan mengusap luka kecil itu pelan-pelan. Darahnya tampak kering dan membeku. "Apa yang sudah Oliver lakukan padamu?" Kali ini ia memandang serius wajah Evelyn.Sontak Evelyn menyingkirkan tangan Zach dari dagunya, lalu berkata, "Jangan pedulikan aku."Zach mengerling sembari terkekeh gusar. Ia bertolak pinggang, mengembuskan napas panjang karena tidak menyangka akan menerima reaksi seburuk itu dari Evelyn. "Padahal aku berniat mengobati lukamu dan sedikit berbaik hati
Seorang wanita sedang berjalan ke arahnya ketika Evelyn menoleh. Satu hal yang dapat dipastikan, Evelyn yakin sekali bahwa wanita itu adalah salah satu selir yang terjebak di harem. Wajahnya tak asing."Namaku Claudia." Wanita itu mengulurkan tangan, mengajak berkenalan. "Sepertinya kita bisa menjadi teman yang baik," imbuhnya.Meskipun sedikit ragu dan tidak minat, tapi pada akhirnya Evelyn mau berjabat tangan dengan Claudia dan tak lupa menyebutkan namanya. "Evelyn."Caludia menyandarkan tubuhnya pada sisi wastafel. Kemudian, melipat kedua tangan di bawah dada. "Jadi, seberapa panas permainan yang kau lakukan di atas ranjang, sampai-sampai Tuan Zach tidak membiarkan pria lain menyentuhmu?" Jujur, ia sangat penasaran sekuat apa daya tarik Evelyn, sehingga Zach tega memukul Oliver hanya karena adik kandungnya itu ingin menjadikan Evelyn sebagai selir."Sialan! Aku bukan jalang," bantah Evelyn. Jika orang lain berpikir bahwa dirinya telah melewati malam yang panas dengan Zach, jelas it
Kabar tentang menghilangnya Victor dan Evelyn benar-benar membuat gempar. Beritanya heboh, semua orang sibuk membahas dan berdiskusi di mana-mana. Terutama Lucas, laki-laki berusia dua puluh delapan tahun yang sudah menyusun rencana untuk menikahi Evelyn dua hari lagi.Isi kepala Lucas nyaris meledak memikirkan di mana Evelyn dan calon ayah mertuanya berada sekarang. Beruntung dia tidak sampai sakit jiwa. Terlebih lagi keluarga besarnya terus menuntut jawaban mengenai bagaimana keputusan Lucas dalam menghadapi hari H.Apakah Lucas harus membatalkan acara yang seharusnya menjadi hari paling membahagiakan tersebut?Sedangkan, undangan telah tersebar di mana-mana. Gedung pernikahan, suvenir, beberapa bintang tamu yang merupakan penyanyi kelas internasional, gaun dan jas, mahar dan masih banyak lagi. Bisa dibilang segalanya telah dipersiapkan dengan tingkat kematangan mencapai sembilan puluh lima persen. Sisanya hanya tinggal menggelar pesta di hari yang ditentukan.Itu semua jelas mengur
Evelyn tidak bisa melawan ketika Zach menyeret paksa dirinya menuju ruang tahanan. Tanpa ampun, laki-laki tak berperikemanusiaan itu mendorong tubuhnya hingga terambau ke lantai semen."Coba saja melarikan diri sekali lagi, aku pasti akan menjadikanmu menu makan malam untuk hewan peliharaanku," ancam Zach yang terkesan tidak main-main.Evelyn mendongak, menatap wajah tegas pria itu dengan perasaan yang sangat kacau. "Mau sampai kapan kau mengurungku? Aku mohon, bebaskan aku ...." Kali ini ia mengalah. Mungkin dengan menurunkan ego dan memohon, pintu hati Zach yang keras dan beku bisa diruntuhkan dengan lebih mudah. Itu pun jika Zach memang benar-benar masih manusia."Tidak ada adegan bertekuk lutut?" tantang Zach seraya memandang rendah sosok Evelyn.Evelyn terbungkam. Selain licik dan manipulatif, rupanya Zachary Muller juga merupakan sosok yang gila hormat. Kalimat permohonan Evelyn dengan segala kerendahan dirinya, ternyata masih belum cukup menggugah hati Zach."Aku hanya ingin mel
Hari semakin gelap. Pada waktu di mana orang lain mungkin sedang terlelap bersama mimpi indahnya, Evelyn terisak diam-diam. Meringkuk seorang diri di atas lantai semen ruang tahanan. Tak ada bantal, selimut, apalagi kasur. Ia telah terjerembap di penjara kecil ini.Dunia sangat jahat dan tidak adil bagi seorang gadis tak bersalah yang hanya ingin bertemu sang ayah dan menikah dengan kekasihnya.Evelyn merasa lapar dan haus. Sejak tubuhnya dilempar ke tempat pengap dan gelap ini tadi siang, tak ada secuil pun makanan yang masuk ke perutnya. Bahkan setetes air pun tidak. Tadi pagi ia juga tidak ikut sarapan bersama para selir karena belum merasa lapar. Jika saja tahu akhirnya akan begini, pasti ia sudah mencuri beberapa makanan di dapur selir.Bukankah orang-orang itu sangat tidak berperikemanusiaan, sehingga tega membiarkannya terkurung seperti anak ayam? Bahkan nasib anak ayam jauh lebih baik karena masih diberi makan dan minum oleh orang yang memeliharanya. Tidak seperti Zach yang kej
"Aku tidak memilih keduanya," jawab Aldrick seraya membalas tatapan Zach dengan sorot mata yang tak kalah mematikan. "Tapi aku juga tidak akan membiarkan diriku menjadi abu-abu, apalagi sampai menyakiti orang lain," sindirnya.Kalimat terakhir yang diucapkan oleh Aldrick membuat Zach terkekeh sumbang, sebelum akhirnya kembali memandang serius ke arah pria berusia tiga puluh tujuh tahun tersebut. "Kau terlalu naif jika menganggap dirimu tak pernah menyakiti orang lain," ucapnya sambil menunjukkan ekspresi seperti menyimpan luka yang menganga lebar di ulu hatinya. Bahkan tak pernah terobati hingga sekarang."Kau mungkin tidak sadar pernah membuat seorang anak kecil kehilangan harapan dan merasa sangat kesepian di tengah ramainya lingkungan," ucap Zach penuh arti. Kenangan pahit yang ia lalui saat masih berusia delapan tahun telah menyisakan cerita gelap dan pilu yang tak terukur kedalamannya."Tentang perayaan ulang tahunku yang kesepuluh?" Aldrick membawa memorinya untuk kembali menging
Evelyn menarik kedua tangannya menjauh dari rahang yang ditumbuhi bulu-bulu halus tersebut. Entah kenapa ia menjadi salah tingkah, apalagi setelah menyelami bola mata Zach yang dalam dan tajam. Akan tetapi, ia mencoba untuk tetap bersikap netral."Pergilah! Aku tidak ingin melihatmu," ucap Evelyn mengusir secara terang-terangan. Ia sudah mengubah posisi menjadi berdiri.Zach mengerling gusar, lalu ikut berdiri dan semakin mendekat ke arah Evelyn, membuat jantung gadis itu berdegup dua kali lebih cepat karena merasa was-was dan curiga."Akui saja kalau kau memang menginginkanku." Zach kembali merapatkan tubuh Evelyn ke sisi tembok, mengunci pergerakan gadis itu dengan kedua tangannya. "Sekeras apa pun usahamu menyangkal, aku tetap bisa mencium aroma kebohongan yang kau sembunyikan."Postur tubuh Evelyn yang hanya sebatas dadanya membuat Zach harus menundukkan kepala saat menatap wajah mungil gadis itu."Hey! Apa yang kau lakukan?" Evelyn tidak berdaya ketika tangan kekar pria itu menaha