Share

BAB 3

"Laksanakan, Tuan!" jawab Joe dan Thomas secara bersamaan. Kompak sekali, karena sudah tak terhitung berapa banyak mereka mengatakan kalimat itu dalam sehari.

Zach melangkah semakin jauh, diikuti oleh beberapa pria yang memakai seragam serba hitam—persis seperti Joe dan Thomas. Ia dikawal kurang lebih oleh sepuluh orang yang mengekor di belakang.

***

Daissy mengajak Evelyn ke harem setelah Joe dan Thomas menyampaikan pesan dari Zach untuknya. Tubuh ramping gadis itu didorong masuk hingga nyaris terjungkal.

Ada seorang pria di dalam sana yang sedang sibuk memilih selir. Hingga kemudian, tatapan matanya berpaling ke arah Evelyn yang menurutnya cukup menarik perhatian. "Rupanya ada mainan baru di sini," ucapnya sambil melangkah mendekati Evelyn.

"Maaf, Tuan, tapi tadi Tuan Zach sudah berpesan kepada saya bahwa siapa pun tidak boleh menyentuh gadis ini—bahkan termasuk Tuan Oliver sekalipun," balas Daissy sesopan mungkin. Ia tak ingin membuat Oliver murka karena tersinggung dengan ucapannya.

Oliver, adik kandung Zach yang berusia dua puluh lima tahun itu memandang Daissy dengan tatapan yang mematikan. "Kau pikir hanya Zach saja yang menjadi tuanmu di sini?! Aku juga punya hak untuk memilih siapa pun menjadi penghangat ranjangku malam ini!" omelnya.

"Bukan begitu, Tuan ... hanya saja saya takut Tuan Zach marah dan—"

PLAK!

Semua mata memandang ngeri ketika Oliver melayangkan satu tamparan yang mendarat di pipi kanan Daissy. Membuat Daissy meringis karena merasakan panas di area bekas gambar telapak tangan Oliver. Perih sekaligus malu!

"Sekarang bagaimana? Kau lebih takut dengan Zach atau aku? Bahkan aku bisa melemparmu ke kandang singa jika masih berani melawan!" hardik Oliver. Rahangnya mengeras menahan emosi yang merajai diri.

Daissy menahan cairan bening di pelupuk matanya yang nyaris terjatuh. Ia menatap nanar Oliver, tapi mustahil baginya mengharapkan belas kasihan dari keluarga Muller. "Ampuni saya, Tuan ..." ucapnya dengan suara bergetar diselimuti rasa takut.

Oliver tersenyum penuh kemenangan. Persis seperti iblis yang bersembunyi di balik wajah tampannya yang menipu. Ia kembali melirik Evelyn dengan tatapan seakan menelanjangi gadis itu. "Sampai bertemu nanti malam di kamar pribadiku," ujarnya.

"Aku tidak pernah bilang setuju atas permintaanmu yang menjijikkan itu!"

Oliver baru saja mengambil langkah pertama menuju pintu saat mendengar ucapan Evelyn yang membuatnya berhenti melangkah. Lalu laki-laki berhidung mancung tersebut berbalik badan, menoleh pada Evelyn sambil mengernyit kikuk. "Apa?"

"Selain penggila selangkangan seperti kakakmu, ternyata kau juga tuli ya?" ejek gadis itu. "Sekali lagi aku tegaskan, bahwa aku tidak akan pernah mau menyerahkan tubuhku kepada para lelaki bajingan penghuni neraka di tempat ini!"

Semua mata kini memandang ke arah Evelyn. Tubuh mereka bergetar melihat sikap berani gadis itu. Bahkan ada yang saling berbisik melihat dirinya menolak tawaran Oliver secara terang-terangan, di saat wanita-wanita lain mengantre untuk bisa dijadikan selir kesayangan keluarga Muller.

Oliver sudah berdiri tepat di hadapan Evelyn. "Apa kau ingin merasakan sakitnya ditampar seperti Daissy? Tarik kembali kata-katamu, maka aku akan memaafkanmu kali ini."

"CIH! Aku bahkan tidak sudi mengucapkan kata maaf. Itu terlalu berharga untuk pria brengsek sepertimu." Tak ada raut ketakutan di balik wajah Evelyn, yang ada hanyalah ekspresi menantang seolah mengibarkan bendera perang.

Wajah Oliver memerah. Baru kali ini dirinya dipermalukan di depan banyak orang. "Tarik kembali kata-katamu, atau kau akan aku kubur hidup-hidup!" ancamnya.

"Silakan kubur aku hidup-hidup. Kebetulan aku ingin mati," jawab Evelyn. "Akan jauh lebih baik jika aku mati, dibandingkan harus tidur dengan pria brengsek seperti kau ataupun kakakmu!"

"Kau—" Oliver sudah mengangkat tangan hendak menampar Evelyn. Namun, ia mengurungkan niat dan kembali menurunkan tangan. "Sialan!" umpatnya.

"Kenapa berhenti? Cepat tampar aku! Bahkan aku tidak takut dibunuh olehmu," tantang gadis berambut lurus sebahu tersebut.

"Memohonlah padaku agar aku membebaskanmu dari kungkungan Zach. Kudengar ayahmu juga ditawan di ruang bawah tanah."

"Jika kata mohon yang kau maksud adalah dengan menyerahkan tubuhku, maka pilihanku akan tetap jatuh pada kata 'tidak'."

"Di antara saudaraku yang lain, hanya aku yang belum menikah, sedangkan Zachary dan Aldrick sudah memiliki istri. Bukankah kau seharusnya bangga jika aku pilih? Aku bisa saja menjadikanmu nyonya besar selanjutnya di keluarga Muller."

"WOW! Sayang sekali aku tidak tertarik," balas Evelyn yang tetap teguh pada pendiriannya.

Pria bermata hazel itu menghela napas, mencoba tetap tenang. Kini ia beralih menatap Daissy. "Suruh gadis ini membersihkan diri dan mengganti pakaian, lalu bawa dia ke kamarku sekarang juga!" titahnya.

"Laksanakan, Tuan!" Daissy tak bisa menolak perintah Oliver kali ini, karena ia tidak ingin menerima tamparan untuk yang kedua kalinya.

Evelyn terbelalak melihat kepergian Oliver yang terkesan tidak menghargai keputusannya. Pria itu tahu dirinya sudah menerima penolakan, tapi ia seakan tidak peduli. Menjengkelkan sekali!

"Kau sudah dengar sendiri, bukan?" tanya Daissy. "Aku masih berbaik hati dengan tidak memanggil pengawal untuk menyeretmu ke kamar mandi—bahkan setelah kejadian aku ditampar oleh Tuan Oliver hanya karena dirimu. Jadi, mari kita bekerja sama."

Evelyn masih terpaku ketika Daissy mulai berjalan mencarikan pakaian untuknya di lemari. Mau tidak mau, Evelyn masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

***

Usai mendengar kabar tentang Edgard yang ditahan di kantor polisi, Zach langsung meluncur ke tempat kejadian perkara. Akan tetapi, ia dan Stella—istrinya—hanya menunggu di dalam mobil bersama supir pribadi dan membiarkan anak buahnya yang bergerak menyelesaikan masalah.

Zach merupakan kandidat presiden pada periode selanjutnya. Ia tidak ingin ada orang yang melihatnya masuk ke kantor polisi dan menebak-nebak apa yang ia lakukan, lalu muncul berita simpang-siur di media sosial yang membuat namanya tercemar. Jadi, pilihan terbaik baginya adalah dengan duduk manis di mobil sambil mengisap rokok.

Setelah bernegosiasi dengan pihak kepolisian, pada akhirnya uang sebesar sepuluh ribu dolar A.S harus dikeluarkan demi menempuh jalan damai. Jumlah yang sangat sedikit di mata Zach, bahkan tidak sampai seujung kuku dari keseluruhan harta kekayaannya.

"Kupikir ini akan menjadi akhir dari kesuksesanmu, Zach." Stella, perempuan berusia dua puluh tujuh tahun itu menarik telapak tangan Zach untuk digenggam.

Zach tersenyum miring, memandang ke luar kaca mobil, memperhatikan anak buahnya yang baru saja keluar dari kantor polisi bersama Edgard. "Ini hanya kerikil kecil dari banyaknya lika-liku yang sudah kita lalui, tapi kau masih saja panik seperti baru pertama kali menghadapinya," balasnya.

Stella hanya menanggapi ucapan Zach dengan senyuman takjub. Kemudian, Zach melepaskan tangan dari genggaman sang istri, memakai topi dan masker hitam supaya tidak ada orang yang mengenali dirinya. Setelah itu, ia membuka kaca mobil yang telah diketuk oleh anak buahnya. Puntung rokok yang hanya tersisa sedikit pun ia lempar ke badan jalan.

"Masalah sudah selesai, Tuan," ucap laki-laki bernama Alex tersebut.

Zach merespons, "Berikan uang tutup mulut untuk anak ini dan jangan pernah libatkan dia lagi ke dalam bisnis kita."

"Laksanakan, Tuan!"

Edgard menatap Zach dengan mata berkaca-kaca. "Tapi, Tuan Grey, aku masih ingin menjadi bagian dari kalian. Tolong jangan pecat aku dari pekerjaan ini," pintanya memohon.

Grey merupakan nama yang dipakai oleh Zach saat ia melakukan penyamaran dari orang lain. Jadi, ada dua nama yang melekat pada dirinya. Pertama, Zachary Muller yang dikenal sebagai seorang politikus yang mencalonkan diri menjadi presiden tahun depan. Kedua, Greyson Muff yang dikenal sebagai mafia kelas kakap yang kejam, licik dan arogan.

The Sawtooth Eel, atau belut gigi gergaji adalah sebutan orang-orang untuk Greyson Muff, karena pria itu licin dan sulit ditangkap seperti belut, juga tajam dan berbahaya.

"Kau hanya bocah ingusan yang tidak dapat diandalkan. Beruntung aku tidak menyuruh Alex untuk mencekik lehermu," ucap Zach kepada Edgard diiringi tatapan bengis.

Di tengah obrolan, seseorang baru saja turun dari mobil pengawal, lalu berjalan menghampiri Zach yang masih duduk santai di dalam mobil.

"Lapor, Tuan! Ada telepon dari Daissy. Katanya, Tuan Oliver memaksa Evelyn menjadi wanita penghangat ranjang untuknya sekarang juga," beritahu pria yang merupakan satu dari sepuluh pengawal pribadi Zach.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status