Share

BAB 7

Kabar tentang menghilangnya Victor dan Evelyn benar-benar membuat gempar. Beritanya heboh, semua orang sibuk membahas dan berdiskusi di mana-mana. Terutama Lucas, laki-laki berusia dua puluh delapan tahun yang sudah menyusun rencana untuk menikahi Evelyn dua hari lagi.

Isi kepala Lucas nyaris meledak memikirkan di mana Evelyn dan calon ayah mertuanya berada sekarang. Beruntung dia tidak sampai sakit jiwa. Terlebih lagi keluarga besarnya terus menuntut jawaban mengenai bagaimana keputusan Lucas dalam menghadapi hari H.

Apakah Lucas harus membatalkan acara yang seharusnya menjadi hari paling membahagiakan tersebut?

Sedangkan, undangan telah tersebar di mana-mana. Gedung pernikahan, suvenir, beberapa bintang tamu yang merupakan penyanyi kelas internasional, gaun dan jas, mahar dan masih banyak lagi. Bisa dibilang segalanya telah dipersiapkan dengan tingkat kematangan mencapai sembilan puluh lima persen. Sisanya hanya tinggal menggelar pesta di hari yang ditentukan.

Itu semua jelas menguras biaya yang tidak sedikit. Akan tetapi, tentang seberapa banyak uang yang dikeluarkan, Lucas sama sekali tidak mempersoalkan itu. Ia hanya mempertanyakan, kenapa Evelyn tiba-tiba menghilang satu minggu sebelum pesta berlangsung?

"Ayah mengerti betapa sedih dan terpukulnya dirimu begitu mendengar kabar mengenai hilangnya Evelyn. Tapi, semua yang telah direncanakan tentu tidak bisa dibatalkan begitu saja. Dengan sangat menyesal dan ikut prihatin, Ayah ingin kau tetap menikah meskipun gadis itu bukan Evelyn."

Suara berat dan dalam itu terus mengalun di kepala Lucas, seperti kaset yang diputar secara berulang-ulang. Itu adalah pesan mutlak dari Ronald, ayahnya yang menolak keras ketika Lucas memutuskan untuk membatalkan rencana pernikahan tersebut.

Ronald sangat malu dan menganggap berita menghilangnya Evelyn adalah aib bagi keluarga besar mereka. Jadi, Ronald menyuruh Lucas mencari seorang wanita sebagai pengantin pengganti Evelyn untuk berjalan di atas altar pernikahan yang sakral dan suci. Akan tetapi, Lucas tidak tahu siapa dan seperti apa wanita yang harus dia tunjuk. Jalan pikirannya buntu. Dunianya sudah retak, dan sang ayah malah membantingnya secara paksa hingga remuk.

Di tengah konflik yang membuatnya dilema, tiba-tiba pintu ruangan diketuk dari luar dan menyadarkan Lucas dari lamunan panjang. Begitu menoleh, ia melihat Isabella, asisten pribadinya yang sedang berdiri menunggu diperintahkan untuk masuk.

Pintu dan dinding ruangan memang sengaja didesain khusus menggunakan bahan kaca tebal dan sedikit buram, sehingga mudah bagi Lucas untuk mengetahui siapa yang mengetuk pintu dan melewati ruangan.

"Masuk!" perintah Lucas dengan nada yang tetap tenang, meskipun tak dapat dipungkiri bahwa saat ini ulu hatinya sangat hancur.

Isabella masuk, lalu tidak lupa memberikan salam hormat dengan cara membungkukkan sedikit badannya. "Lapor, Tuan! Di depan gedung ada banyak wartawan dari berbagai awak media yang ingin menggali informasi mengenai kabar hilangnya Tuan Victor dan Nona Evelyn."

Lucas memejamkan mata, mengurut pelipisnya seraya mendengkus frustrasi. Sejak Victor dan Evelyn dinyatakan hilang entah ke mana, tugas dan wewenang dalam mengurus stasiun televisi memang digantikan sementara oleh Lucas yang merupakan wakil CEO SMTV. Jadi, setiap ada masalah atau kegaduhan, orang-orang selalu membebankannya ke punggung Lucas.

"Atur jadwal untuk menghadiri konferensi pers. Aku akan menjelaskan semuanya di sana," titah Lucas sambil menggerakkan kursi putar ke kiri dan ke kanan, sedangkan tatapannya menyorot lurus ke dalam manik mata Isabella.

Wanita itu mengangguk. "Baik, Tuan!" Kemudian, pamit untuk meninggalkan ruangan.

Pada malam harinya, Lucas pergi ke kelab malam untuk melepas penat dan melupakan sejenak masalah-masalah yang menyerbunya seakan tiada henti.

Beberapa gelas minuman masuk ke mulut pria itu tanpa memikirkan risiko yang akan diterima jika ia berlebihan mengkonsumsinya.

Dalam kebimbangan yang membuat dirinya hampir putus asa, seorang perempuan tiba-tiba datang menghampiri Lucas dan merebut gelas berisi alkohol di tangan pria malang tersebut.

Lucas tersentak. Menoleh ke arah pelaku, memandanginya dengan geram dan tajam. Meskipun titik kesadarannya berkurang lima puluh persen, tapi ia dapat memastikan siapa perempuan di hadapannya saat ini.

"Jane?" Lucas bergumam. Iya, tidak salah lagi itu adalah Jane, sahabat Evelyn yang juga secara otomatis telah menjadi sahabat Lucas sejak dua tahun lalu dikenalkan oleh Evelyn.

Tanpa banyak omong, Jane membuang sisa minuman di gelas tersebut, membiarkannya mengalir hingga tak bersisa. Bahkan ia juga merampas botol minuman yang baru saja diambil oleh Lucas di atas meja. Sama sekali tidak memberi kesempatan pada pria itu untuk memasukkan lebih banyak alkohol ke mulutnya.

"Seandainya Evelyn kembali dan melihatmu sehancur ini, dia pasti akan merasa bersalah dan sedih sekali. Jadi, tolong jangan lakukan sesuatu yang bisa membuat Evelyn menyesal. Hargai dirimu sendiri dengan tidak merusaknya," ucap Jane setelah melempar botol minuman ke sembarang arah, hingga orang-orang di sekitar terkejut dan memandang bingung ke arahnya.

Lucas benar-benar sudah buntu dalam mencari titik terang dari masalah yang ia alami, alih-alih pikirannya bercabang tak tentu arah. Namun, di ujung tembok besar yang menghalangi jalannya, ia melihat garis keretakan yang nyaris membuat dinding masalahnya pecah.

"Benar, jawabananya adalah Jane." Pria itu berbicara sangat pelan, sehingga Jane tidak bisa mendengar selain hanya menangkap gerakan kecil di bibir Lucas.

Jane terkesiap ketika Lucas tiba-tiba melingkarkan jemari di pergelangan tangannya. Ia dicengkeram dan ditarik. Tidak diberi ruang untuk menghindar sedikit pun. Hingga ketika bola mata mereka saling bertegur sapa, Lucas melontarkan sebuah kalimat mengejutkan yang berhasil membuat jantung Jane berdetak sangat kencang. "Menikahlah denganku!"

***

Sudah terhitung hampir satu bulan sejak Evelyn terjebak di mansion tanpa tahu bagaimana cara untuk melarikan diri. Ia diberi makan dan minum seperti para selir lainnya. Namun, sejak kejadian di mana Zach memukul wajah Oliver pada saat itu, kini tak ada lagi yang berani memilih Evelyn sebagai penghangat ranjang.

Termasuk Oliver. Sepertinya peringatan yang keluar dari bibir Zach benar-benar berhasil membuat Oliver kapok. Buktinya sampai detik ini pun Oliver tidak pernah lagi menunjuk Evelyn untuk masuk ke kamar pribadinya.

Pada satu kesempatan, Evelyn berhasil keluar dari kamar harem karena para penjaga di depan pintu sedang pergi entah ke mana. Mungkin ada urusan penting yang membuat kedua manusia itu terpaksa meninggalkan tugasnya. Dan Evelyn yakin sekali kalau itu benar-benar sesuatu yang mendesak. Sebab, selama dirinya terperangkap di tempat sialan ini, baru sekarang ia melihat tidak ada penjaga di depan pintu harem.

Maka dari itu, Evelyn tak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Ia melangkah dengan sangat pelan. Mengendap-endap seperti maling yang tidak ingin tertangkap basah. Menoleh ke setiap sudut dan memperhatikan lorong dari kejauhan. Kalau sampai hari ini ia gagal dalam percobaan melarikan diri, belum tentu besok atau lusa ia mempunyai peluang yang sama.

"HEY! MAU KE MANA KAU?!"

Evelyn terbelalak mendengar teriakan seorang laki-laki dari belakang. Keringat dingin mulai membanjiri kening dan telapak tangannya. Alih-alih menoleh demi memastikan siapa pemilik suara tersebut, ia malah mengambil langkah seribu untuk menghindar.

Satu hal yang pasti, Evelyn sangat yakin itu adalah salah satu penjaga di mansion yang mewah dan super megah ini. Pasti!

"TANGKAP DIA!" Seorang penjaga berteriak kepada para penjaga lainnya.

Dalam upaya melarikan diri, Evelyn mencoba mengatur napas yang mulai berantakan, sementara denyut jantungnya semakin kacau dan tak terkendali. Ia terus berlari, tapi juga kelimpungan saat mencari jalan keluar. Tempat ini terlalu luas dan sangat membingungkan, seperti lingkaran setan yang tidak berujung.

Evelyn semakin panik ketika melihat beberapa penjaga di depan sana. Akan tetapi, tanpa pikir panjang ia mengambil keputusan cepat untuk berbelok ke sebuah tikungan. Baginya yang paling penting saat ini adalah menghindari orang-orang itu. Bahkan jika tong sampah menjadi satu-satunya tempat untuk Evelyn bersembunyi, maka ia akan masuk ke sana tanpa harus berpikir dua kali.

Di tengah situasi menegangkan tersebut, Evelyn menyempatkan diri menoleh ke belakang. Ingin mengukur seberapa jauh ia berhasil menghindar dari kejaran para penjaga. Namun, tiba-tiba ...

BRUK!

Tanpa disangka Evelyn membentur sesuatu, sehingga tubuh mungilnya tersungkur dalam hitungan sepersekian detik. Ia kembali menoleh ke depan, lalu melihat sepasang pantofel hitam yang mengkilap. Seseorang sedang berdiri tepat di hadapannya.

Gadis itu mendongak dengan tubuh gemetar. Tulangnya terasa dingin dan nyaris membeku saat mendapati Zach sedang memandangnya dengan tatapan tajam dan mengerikan.

"Berusaha kabur?" Pria itu menunjukkan ekspresi seperti ingin menelan bulat-bulat tubuh mungil Evelyn. Atau ... seakan sedang menguliti gadis itu tanpa belas kasihan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status