Share

BAB 8

Evelyn tidak bisa melawan ketika Zach menyeret paksa dirinya menuju ruang tahanan. Tanpa ampun, laki-laki tak berperikemanusiaan itu mendorong tubuhnya hingga terambau ke lantai semen.

"Coba saja melarikan diri sekali lagi, aku pasti akan menjadikanmu menu makan malam untuk hewan peliharaanku," ancam Zach yang terkesan tidak main-main.

Evelyn mendongak, menatap wajah tegas pria itu dengan perasaan yang sangat kacau. "Mau sampai kapan kau mengurungku? Aku mohon, bebaskan aku ...." Kali ini ia mengalah. Mungkin dengan menurunkan ego dan memohon, pintu hati Zach yang keras dan beku bisa diruntuhkan dengan lebih mudah. Itu pun jika Zach memang benar-benar masih manusia.

"Tidak ada adegan bertekuk lutut?" tantang Zach seraya memandang rendah sosok Evelyn.

Evelyn terbungkam. Selain licik dan manipulatif, rupanya Zachary Muller juga merupakan sosok yang gila hormat. Kalimat permohonan Evelyn dengan segala kerendahan dirinya, ternyata masih belum cukup menggugah hati Zach.

"Aku hanya ingin melihat wajah ayahku dan memastikan kondisinya baik-baik saja," ucap Evelyn dengan suara lemah. Pandangannya menjadi buram akibat sudut mata yang memanas dan sedikit berair.

Alih-alih merasa kasihan melihat tatapan Evelyn yang penuh harap, Zach malah mengerling cuek dan bertolak pinggang dengan angkuh. Bahkan jika Evelyn mengemis sampai sejuta kali pun, itu tidak akan pernah meluluhkan hatinya.

"Sekalipun Victor menyesali keputusannya, kau tetap tidak akan aku lepaskan dari sini!" Zach tersenyum licik.

Cairan bening yang bergumul di pelupuk mata seketika menembus dinding pertahanan Evelyn, membuat basah permukaan pipinya. "Biadab ..." Kata itu terucap pelan sekali, nyaris terdengar seperti deru napas yang samar. Namun, bukan berarti Zach tidak tahu. Walau tak terdengar jelas, tetapi pria itu masih bisa mendeteksi gerakan dari bibir Evelyn meskipun tipis.

Raut wajah Zach terlihat sangat marah. Ini sudah kesekian kalinya ia menelan umpatan yang dilontarkan oleh Evelyn tanpa rasa ragu, seakan dirinya sangat pantas menerima kata kasar dan caci-maki.

Zach bertepuk tangan dua kali sebagai kode untuk menyuruh Daissy masuk.

"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya wanita itu setelah berdiri di hadapan sang majikan.

"Kurung Evelyn selama tiga hari tanpa makanan dan minuman. Kalau ada yang berani memberinya asupan, orang itu harus berhadapan denganku!" perintah Zach. Di balik nada suaranya, Daissy sangat mengerti bahwa itu adalah permintaan mutlak yang tidak bisa diganggu gugat.

"Tapi, Tuan ... bagaimana kalau Evelyn sakit?"

Pria yang sudah ditinggal mati ibunya sejak belasan tahun yang lalu itu tampak tersenyum sinis. "Apa peduliku kalau dia sakit? Bahkan jika perlu, buatlah dia membusuk di ruang tahanan!" ucapnya dengan tegas.

Mendengar itu, Evelyn tentu saja geram. Ingin rasanya membabi buta dan membanting tubuh kekar Zach ke tembok raksasa hingga hancur seperti kue kering yang dipukul menggunakan batu koral. Sayangnya, ia sadar seberapa besar power yang dimiliki oleh laki-laki itu di wilayah kekuasaannya. Jadi, Evelyn tidak bisa melawan karena hanya akan membuahkan hukuman yang lebih parah lagi untuknya.

"Laksanakan, Tuan!"

Zach mengayunkan kedua kaki, melangkah semakin dekat ke arah Evelyn yang kelihatan pasrah dan tidak berusaha bangkit setelah tadi ia dorong hingga tersungkur. Sementara gadis itu menunjukkan tatapan sengit, Zach dengan santai berjongkok di hadapan Evelyn.

"Mari kita lihat siapa yang akan mati duluan antara kau dan ayahmu." Zach menaikkan satu alis pada saat Evelyn menolak untuk disentuh dagunya, seakan-akan setiap bagian dari tubuh Zach adalah sesuatu yang najis dan menjijikkan.

"Pergilah ...." Evelyn tidak bicara dengan nada tinggi sedikit pun. Sama sekali tidak. Ia hanya terdengar seperti orang yang sangat pasrah dan kehilangan gairah hidup. Sejak terjebak di sini, ia merasa dunianya seperti dipaksa untuk mati.

Zach tampak puas sekali melihat ketidakberdayaan Evelyn. Senyuman miring tercetak jelas di sudut bibir, menghiasi garis wajahnya yang tegas tapi lembut. Kemudian, dengan tanpa rasa bersalah ia mengangkat kedua kakinya untuk meninggalkan lokasi. Membawa tubuhnya semakin menjauh dari Evelyn dan juga Daissy.

***

Zach baru saja memasuki ruangan pribadinya. Menginjakkan kaki di lantai marmer, bergerak menuju kursi putar yang bertengger di balik meja berbahan kayu jati, lalu duduk di sana. Setiap senti dari gerakannya memberi kesan betapa arogan pria itu dengan segala kendali penuh di genggamannya.

"Permisi, Tuan!" Robby, asisten pribadinya itu membungkukkan badan di depan meja seraya memegang gulungan kertas. "Ada undangan resmi untuk Tuan dalam rangka memperingati hari jadi kota New York," beritahunya.

"Bacakan," pinta Zach. Suaranya santai, tapi di telinga lawan bicaranya tetap terdengar seperti sinyal bahaya. "Kapan acaranya berlangsung?"

Robby membuka gulungan kertas tersebut dan mulai membacakan isinya dengan khidmat. Ia menuruti perintah Zach seperti seekor kuda yang dipecut punggungnya. "Acaranya minggu depan, Tuan."

Seketika Zach berdecih. "Mereka mengundang orang sepertiku hanya dalam jarak waktu satu minggu? Lancang sekali." Ia bicara dengan nada kesal. "Setidaknya undangan itu harus sampai satu bulan sebelum acara dimulai," imbuhnya.

"Tapi, Tuan, bukankah ini kesempatan bagus untuk melakukan kampanye terselubung?" Robby mengutarakan opini. Barangkali itu bisa menjadi masukan yang akan dipertimbangkan oleh Zach. "Semakin banyak kegiatan sosial atau perayaan yang Tuan hadiri, maka akan semakin baik citra Tuan di mata masyarakat. Terlebih lagi, Tuan akan dinilai rendah hati jika menghadiri undangan yang dikirim secara mendadak. Sebaliknya, jika Tuan tidak datang, mereka mungkin akan menilai Tuan sombong."

Alis pria itu berjengit naik mendengar pendapat Robby yang—jika dipikir-pikir—ada benarnya juga. Maka dari itu, bibir tipisnya bergerak untuk mengatakan, "Atur jadwal keberangkatan satu hari sebelum acara. Pastikan pesawat dan pilot pribadiku dalam kondisi aman. Dan jangan lupa carikan tempat penginapan dengan pelayanan bintang lima."

"Laksanakan, Tuan!" Laki-laki berpakaian serba hitam tersebut menempelkan telapak tangannya ke pelipis. "Ada lagi yang ingin saya sampaikan, Tuan," katanya.

Zach melirik dengan santai. Bahkan tanpa harus mengeluarkan suara, Robby tahu kalau bosnya itu sedang menunggu dirinya kembali bersuara.

"Tiga minggu yang lalu, laki-laki yang merupakan calon suami Nona Evelyn memilih untuk melanjutkan pernikahan dengan gadis lain. Beritanya ramai diperbincangkan di berbagai platform, terutama YouTube."

Pria yang duduk sambil menyilangkan kaki itu tampak mengerutkan dahi mendengar ucapan yang keluar dari mulut Robby. "Lalu?"

"Setelah ditelusuri, pengantin pengganti Nona Evelyn adalah sahabat dari Nona Evelyn sendiri. Berita ini pasti akan menjadi kejutan dan membuat Nona Evelyn sangat sedih," ujar Robby yang masih dengan posisi berdiri di hadapan tuannya.

"Lalu apa aku harus peduli?" Zach terkekeh sinis. "Untuk apa kau menyampaikan sesuatu yang tidak penting padaku?!" hardiknya, membuat Robby terperanjat dan hanya menundukkan kepala.

"Maaf, Tuan ...." Robby bergumam pelan, seperti anak kucing yang terjebak di dalam got. Ia pikir segala sesuatu yang berkaitan dengan Evelyn akan menjadi topik yang cukup menarik bagi bos mafia tersebut. Namun, ternyata tidak.

"Cepat pergi dari sini! Atur jadwal keberangkatanku ke New York, lalu pastikan keamanan pesawat dan pilot seperti yang kukatakan sebelumnya. Itu jauh lebih baik daripada kau sibuk mencari tahu hal yang sama sekali tidak menguntungkan bagiku!" omel Zach sambil membetulkan kerah kemeja abu-abunya.

Tanpa banyak omong, Robby segera berlalu meninggalkan ruangan usai membungkukkan sedikit badannya dengan hormat. Menyisakan Zach yang kini hanya seorang diri di ruangan.

Dalam kesendirian, suara Robby kembali berputar di dalam memori Zach ketika pria itu menyampaikan informasi tentang tunangan Evelyn yang memutuskan menikah dengan sahabat Evelyn sendiri.

Jadi, selain harus terpenjara di ruang tahanan tanpa ada tindak kejahatan yang ia lakukan, selain harus menelan ketidakadilan dengan mendengar kabar mengenai ayahnya yang disandera di ruang bawah tanah, gadis itu juga harus siap-siap terluka lagi karena telah dikhianati oleh tunangan dan sahabatnya sendiri?

"Gadis yang malang ..." ucap Zach sangat pelan. Lirih ... dan bahkan nyaris seperti desau angin yang tidak terdengar.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Haniubay
menunggu Zack yang akan mulai merubah sikap buruknya terhadap Evelyn, penasaran kira kira apa yang membuat Zach bisa melunak hatinya
goodnovel comment avatar
Reny yunita
uuh ksian skali kau eve bukannya denger apa yg di katakan si clau mlah ngeyel ......‍♀️
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status