Jarum jam di tembok mengarah ke pukul satu siang. Aku dan Taksa sudah berpakaian rapi meski jadwal nonton masih satu jam lagi.
Ali pun sudah standby. Sedang bercakap-cakap serius dengan Niko di ruang tamu. Taksa bersandar manja di pangkuannya sambil bermain game di ponsel.Putraku dan pria berbulu mata lentik itu kian akrab. Sebab Ali sangat memanjakan dan selalu mengikuti keinginannya. Jujur, ada perasaan nyaman sekaligus tenang melihat kedekatan mereka berdua."Jadi ceritanya double date, nih?" Niko mengerling nakal saat aku meletakkan seteko sirop di atas meja di hadapan mereka."Nggak direncanakan, kok, Dek. Ini idenya Taksa." Aku berkilah sembari memindahkan gelas satu persatu ke atas meja dan mengisinya dengan sirop dari teko. Aku menyibukkan diri, sengaja menghindari tatapan Niko yang penuh arti.Mengambil tempat di sofa single, aku duduk bergabung bersama mereka. Baru lima menit aku mengenyakan punggung ke sandaran sofa, sedan putih terlihaPOV Freya"Tarik napas, ya, Mbak," ujar seorang perawat yang menusukkan jarum ke kulit tangan kiriku. Meski takut jarum, aku tak peduli. Aku menarik napas panjang dan membuangnya perlahan. Kualihkan wajah ke sisi kanan di mana Gauri duduk di sebelah, menepuk-nepuk lenganku pelan.Orang yang kucintai dan namanya selalu terukir di dalam hatiku, kini sedang sekarat. Penyebabnya adalah setelah mencoba menyelamatkanku, bahkan abai terhadap keselamatannya sendiri.Sejak awal aku bertekad akan menjaga jarak dengannya. Sebab bagiku Mas Abdu adalah masa lalu dan aku harus belajar melupakannya meski butuh waktu yang lama. Apalagi setelah tau dia sudah menikah dengan Gauri, temanku sendiri.Meski mereka telah berpisah pun aku tak berniat sama sekali untuk kembali pada Mas Abdu. Aku tak mau orang-orang bilang bahwa aku lah penyebab perceraian mereka. Aku lelah disangkut pauti lagi dengan luka lama. Namun, pertahananku runtuh setelah melihat Mas Abdu tergeletak bersim
Aku turut senang mendengar kondisi Mas Abdu yang kian membaik. Dengan tulus juga ku merasa bahagia, melihat hubungan mantan suamiku itu dengan Freya berjalan mulus sesuai dengan rencanaku. Meski bukan aku yang membuat mereka bersatu, melainkan campur tangan Tuhan melalui kecelakaan itu.Saat ini polisi sedang menyelidiki siapa pelaku penabrak Mas Abdu. Bermodalkan rekaman CCTV parkiran mal, pihak kepolisan pun masih memburu pelakunya.Pelaku tersebut cukup cerdik. Dia sama sekali tidak menampakan wajahnya. Mobil yang dia kendarai pun mobil hasil rental. Polisi sudah menginterogasi pemilik mobil tersebut. Hanya satu info yang polisi dapatkan bahwa penyewa mobil itu seorang wanita.Yang amat disayangkan, pemilik mobil tidak memegang alamat lengkap pelaku. Sebenarnya salah satu syarat menyewakan mobil rentalan itu ialah foto kopi KTP. Namun, oleh sebab si pelaku beralasan tidak membawa KTP dan siap membayar lebih, si pemilik mobil begitu saja memberi kunci kepada w
Wulan perlahan melangkah mundur, menyeret Freya ke luar masih dengan posisi yang sama. Matanya awas menatap kami satu-persatu.Tanpa dia sadari, Dodot berjingkat di belakangnya, memberi kode pada kami dengan cara meletakkan telunjuk di depan bibir. Sekali pukul, Dodot berhasil membuat pisau di tangan Wulan lepas terpelanting. Terdengar pekikan keras darinya.Tanpa dikomando, Ali dan Mas Abdu bergerak cepat. Ali dengan sigap langsung membekuk Wulan yang masih memegangi bahu kanannya. Tampak dia meringis kesakitan.Mas Abdu menarik Freya, menjauhi wanita gila itu. Laila pun dengan cekatan membawa Taksa ke ruangan dalam.Aku mendekati Freya, menuntunnya duduk ke kursi sofa. Mas Abdu bergegas ke dalam, lalu kembali cepat dengan sekotak peralatan P3K. Untungnya luka Freya tidak dalam. Hanya tergores, tetapi bisa diatasi dengan obat merah dan perban saja."Biar aku aja, Mas. Mas urus aja perempuan gila itu," ujarku meraih tangan Freya.Mas Abdu me
Suara kokok ayam jago terdengar bersahut-sahutan dari arah pekarangan belakang rumah Abdu. Freya mengeliat. Masih terpejam, dia regangkan kedua tangan ke atas sejajar dengan bahu. Tak sengaja jemarinya menyentuh Gauri yang masih terlelap.Freya tersentak. Kelopaknya terbuka. Dia menatap sekeliling, mencoba mengingat di mana dia dan Gauri berada. Seketika dia teringat, dia sedang berada di kamar Abdu. Semalam mereka menghabiskan waktu bercengkerama hingga dini hari.Selain untuk merayakan kepulangan Abdu dari rumah sakit, mereka sekaligus mengadakan pesta kecil-kecilan karena semalam Ali telah melamar Gauri.Namun, kejadian tak diduga juga terjadi. Wulan menggila dan membabi buta menyerang Freya. Dia pandangi perban di tangan kiri, luka yang tertutup plaster karena sayatan pisau perempuan licik itu.Syukurlah Wulan sudah dibekuk polisi dan mendekam di balik jeruji. Dia akan menanggung semua akibat ulahnya sendiri.Freya bangkit duduk, berjalan menge
Jemari lentik Freya mengaduk isi dalam gelas. Sesekali terdengar helaan napasnya yang panjang. Nampak sekali pikirannya lagi digelayuti beban yang berat. Sama sekali tak ada senyuman menghiasi wajahnya yang putih mulus.Aksinya tak luput dari perhatian Gauri. Perempuan itu bertopang sebelah tangan, sedang tangan yang lain, jemarinya mengetuk-ngetuk permukaan meja kafe di mana dia dan Freya janjian untuk bertemu.Taksa juga ada bersama mereka. Bocah itu duduk di sebelah mamanya sembari bermain game pada ponsel."Maaf, ya, aku melarang kalian ke rumah. Suasananya lagi nggak enak." Freya memberi raut sedih."Masalah Ibu dengan mas Abdu, ya?" Gauri menerka. Oleh sebab pernah mendengar cerita masa lalu Abdu dan Freya, membuat Gauri dengan mudahnya bisa menebak perkara yang sedang terjadi.Sekali lagi perempuan itu menghela napas berat. "Iya. Untungnya kak Abdu nggak ambil hati. Aku bingung harus gimana."Jemari Gauri berpindah, mmenarik, lalu men
Sudah tiga hari Freya mengunci mulut dan mengunci diri di kamar yang gelap. Dia menolak makan juga tak mau berbicara pada ibunya. Sungguh rasanya dia telah kehilangan muka karena ibunya bertindak tak semestinya di depan Abdu bahkan di tempat umum.Pandangannya jauh menerawang menembus ambang jendela hingga ke langit biru. Semangatnya luruh bersama kebahagiaannya yang hilang seketika.Terdengar ketukan pada pintu kamarnya. "Ibu letakkan makananmu di depan pintu. Terserah jika kau nggak mau makan. Ibu nggak akan peduli." Kemudian hening. Freya pun bergeming.Namun, kepalanya tiba-tiba pusing. Pandangannya menjadi gelap. Dia pun ambruk ke atas ranjangnya. Pingsan karena kelelahan dan juga dehidrasi.***Di tempat yang berbeda, Gauri dan Ali menggelar resepsi. Tidak terlalu megah, namun tamu yang hadir cukup banyak hingga memenuhi tiap kursi yang terpajang.Gauri meski hari ini dia merasa bahagia karena akhirnya sudah sah menyandang sebagai istr
Suasana bising melingkupi setiap sudut bandara. Semua orang berbeda postur dan warna kulit, tergesa-gesa mengejar waktu sembari menyeret-nyeret koper mereka. Ada juga yang menenteng tas jinjing serta kardus-kardus.Tak jauh dari pintu keberangkatan, Gauri sedang memeluk Taksa. Beberapa kali dia mengusap kepala anak semata wayangnya itu. Agak berat baginya untuk meninggalkan bocah itu. Apalagi ini merupakan kali pertama Gauri melakukan perjalanan jauh tanpa Taksa."Kamu baik-baik sama Papa, ya? Jangan nakal. Nanti kalau Mama udah tiba di sana, Mama langsung telepon Taksa."Anak kelas dua Sekolah Dasar itu mengangguk. Apa yang ibunya rasakan, dia tentu tidak tahu. Berbeda dengannya, Taksa malah senang sekali bisa menginap di rumah ayahnya, Abdu. Sebab jika bersama Abdu, dia sedikit merasakan kebebasan. Bisa main game sepuasnya, bebas tidur larut malam bila esoknya libur sekolah."Sebentar lagi pesawat kita akan berangkat. Ayo!" Ali mengingatkan setelah meli
Jam dinding berbentuk bulat berwarna hitam pekat dengan dihiasi warna putih pada angka dan jarumnya, menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Biasanya Abdu di waktu seperti ini sudah rebahan di kamar miliknya. Namun karena sedang bersama Taksa, mau tidak mau dia menemani putranya itu menonton TV di ruang tengah.Acara kartun kesukaan Taksa akan berakhir setengah jam lagi. Sembari menemani, dia sedari tadi berbalas pesan dengan Freya via aplikasi W******p.[Taksa belum juga tidur? Dia nggak ngantuk apa, Kak?] Pesan Freya baru saja masuk.Seraya menyandarkan kepala ke kursi sofa merah marun, Abdu mengetik pesan balasan. Kedua kakinya bersandar pada kursi plastik lipat berwarna putih.[Enggak kayaknya. Biarin aja. Nanti jam 9 acaranya juga habis.]Pesan yang baru dikirimkan, terlihat sudah dibaca Freya. Akan tetapi, tak terlihat tanda-tanda perempuan itu mengetik balasan.Abdu melirik pada Taksa yang menguap. "Itu udah ngantuk, kita tidur sek