"Apa bapak bisa memberitahu pada saya isi pembicaraan mereka. Maaf, tapi ini menyangkut hati seorang ibu yang selalu sedih karena tuduhan putrinya melakukan bunuh diri," jelasku."Tentu saja bisa. Aku masih bisa mengingat isi pembicaraan mereka waktu itu. Isi pembicaraan terakhir Jeni dan Kania, sebelum akhirnya Jeni meregang nyawa karena kecelakaan itu," ucapnya.****Ucapan Pak Arif di restoran tadi terngiang di telingaku. Ia juga menyesalkan sikapnya yang tak mampu menolak permintaan Kania karena saat itu ia dalam posisi sulit. Serta harapannya agar pernikahanku tak berakhir dengan perpisahan karena akal licik Kania.[Hati hatilah dengan Kania. Hatinya tak secantik parasnya, wanita itu penuh dengan muslihat dan licik, sedikit saja kau lengah maka ia akan masuk dalam kehidupanmu]Pesan dari Pak Arif kini terngiang di ditelingaku. Kania, wanita itu sepertinya telah meninggalkan jejak dan kenangan yang buruk pada lelaki itu. Entahlah, hanya saja aku merasa j
"Aku berjanji padamu, Alina. Berdoalah pada tuhan agar hal itu tidak pernah terjadi."Mas Bayu membelai lembut kepalaku. Untuk pertama kalinya aku kembali terharu akan perlakuannya padaku. Andai sejak awal pernikahan kami ia bersikap seperti ini. mungkin dulu aku akan bertahan."Terima kasih karena memberikan kesempatan kedua untukku. Alina."***PoV Bayu."Pak Bayu, maaf, mengganggu. Ada seorang wanita sedang menunggu dilobby bawah. Ia bilang sudah membuat janji untuk bertemu dengan bapak."Aku terkejut saat seorang Office Boy menghampiriku diruang kerjaku dan menyampaikan pesan jika ada seorang wanita yang sedang menungguku dilobby. Sesaat aku mengerutkan kening, karena merasa tidak memiliki janji bertemu klien siang ini.Karena tak ingin membuat tamuku menunggu lama, aku mengambil ponselku dan bergegas meninggalkan ruang kerja lalu menaiki lift menuju ke lobby bawah kantor ini.Mataku memandangnya dengan tatapan tak percaya ketika seorang wani
PoV. Bayu."Mas, tadi siang Mas Reyhan meneleponku, katanya Bu Maryam sakit. Bisakah besok kita pergi kesana menengoknya? Sekalian kau berkenalan dengan mereka," ucap Alina satu jam yang lalu.Aku mengangguk mengiyakan permintaannya. Ada sedikit rasa cemburu dihati, saat mendengarnya. Tapi aku tak bisa menolaknya. Aku tak ingin membuat Alina kecewa. Karena bagaimanapun juga merekalah yang membantu dan menjaga Alina selama ini.Mungkin ini adalah waktu yang tepat untuk mengenal mereka yang telah membantu dan menjaga Alina selama ini. Wajah Alina terlihat begitu khawatir begitu mengatakannya, seakan mereka sudah menjadi bagian penting dalam hidupnya.Aku tak bisa menyalahkan Alina, karena bagaimanapun, aku juga bersalah. Turut andil atas semua yang terjadi saat ini. Aku terlalu mengikuti hawa nafsu karena cinta masa lalu yang salah. Setidaknya sekarang aku bersyukur. Tuhan masih memberi kesempatan kepadaku untuk memperbaiki diri dan rumah tanggaku.Dua tahun s
"Sayang, Jangan nakal sama Mbak ya, mama." pesanku pada Diyara.Gadis kecilku itu mengangguk lalu mulai berlari menggapai sebuah kotak yang berisi mainan anak yang dibelikan Bu Maryam untuknya. Tak butuh waktu lama, Diyara sudah asyik dengan rubik ditangannya."Maaf Mas Bayu, jika aku mengganggu waktu keluargamu. Aku terpaksa meminta bantuan pada Alina untuk membujuk ibuku agar mau pergi kerumah sakit." Ucap Mas Reyhan yang tak sengaja terdengar olehku.***"Tidak apa mas. Justru akulah yang seharusnya berterima kasih, karena Bu Maryam sudah begitu baik pada Alina dan Diyara."" ... Alina sudah menceritakan semuanya padaku tentang kebaikan Mas Reyhan dan ibu," Jawab Mas Bayu.Aku hanya mengulas senyum saat mendengar percakapan mereka berdua. Aku senang melihat mereka berdua bicara. Untuk saat ini aku memang tidak memberitahu perasaan Mas Reyhan pada Mas Bayu. Aku tak tahu keputusan ini benar atau tidak. Kulakukan ini semata mata hanya untuk menjaga peras
"Ah, iya. Aku ingat. Pria yang menemuiku dikantor waktu itu," ucap Mas Bayu pelan."Untuk apa kau mengajaknya bicara, Alina?" Tanya Mas Reyhan."Aku sengaja menemuinya dan mengajaknya bicara, aku memintanya menceritakan sebuah kejadian di hari pertunangannya dengan Kania. Kejadian sebelum akhirnya Jeni meninggal dalam kecelakaan maut itu," ungkap ku.***Mas Reyhan menghela nafas panjang, lalu berdecak kesal. Ada raut tak nyaman terlihat dari wajahnya. Wajar saja karena membicarakan hal ini sama saja seperti mengorek luka lama yang belum kering.Mas Bayu menatapku dengan penuh tanya. Aku yakin ia tak menduga jika aku bisa mengenal pria itu. Aku menunduk sebentar mencoba mengingat isi pembicaraan kami waktu itu."Apa yang dikatakan pria itu padamu, Alina?" Tanya Mas Reyhan."Ia bilang ..." Aku mulai menceritakan kembali semua yang sampaikan Pak Arif padaku kala itu, termasuk pesan yang disampaikannya padaku mengenai Kania.Kedua lelaki ini mendeng
Seorang perawat mengetuk pintu lalu meminta izin untuk mengganti botol infus yang sudah hampir kosong, aku memperhatikan pekerjaannya, tangannya cukup cekatan melepas botol infus itu dan menggantinya dengan yang baru. Tak lama ia menyuntikkan sesuatu ke botol infusnya. Langkah kaki terdengar mendekat, yang akhirnya membuatku menoleh, tampak disana, Bi Imas datang sambil membawa sebuah tas dan sebuah rantang berisi makanan."Maaf, Bu. Mas Reyhan baru sempat jemput bibi, jadinya baru bisa datang," sesalnya.****"Tak apa, makanya aku malas dirawat di rumah sakit. Pasti akan merepotkan bibi," keluh Bu Maryam.Aku menggeleng cepat," tidak seperti itu, bu. Kami semua sayang sama ibu. Kami hanya ingin ibu sembuh. Begitu kan bi?" Aku langsung memandang Bi Imas."I-iya ... Mbak Alina benar," ucapnya terbata."Apa ini, bi?" Tunjukku pada rantang plastik yang dipegangnya."Oh ini, masakan kesukaan ibu." ucapnya sambil mengulum senyum."Apa itu opor ay
Ting.Ponselku bergetar, sepertinya ada pesan yang masuk. Namun, kuabaikan karena aku masih fokus bicara dengan Mbak Sita, pengasuh anakku.[Bu, sepertinya ada kurir ingin mengantar barang didepan,] Suara Mbak Sita kembali terdengar, entah mengapa tubuhku seketika menggigil. Tuhan, jangan sampai terjadi hal buruk dirumahku. Lindungilah anakku.***PoV. BayuPonselku tiba tiba berdering saat rapat ini tengah berlangsung, pandangan mata sang pemimpin rapat membeliak lebar padaku, karena dering ponselku yang menginterupsi ucapannya dirapat bulanan ini, membuatku terpaksa mengukir seringai tipis di wajah.Rapat internal divisi ini adalah rapat penting yang mewajibkanku harus hadir dan menyimak. Untunglah, rapat ini sudah hampir selesai, hingga membuatku memiliki keberanian meminta izin untuk meninggalkan ruangan ini lebih dulu.Aku berjalan dan memilih berdiri disalah satu sudut kantor ini. Mungkin Alina yang menelpon, karena tadi pagi ia bilang aka
Aku suka mas ..."Wajahnya semakin dekat padaku, salah satu tangannya kini merangkul leherku. Hingga sebuah dorongan, akhirnya membuat bibirnya mendarat tepat dibibirku.Sadar dengan apa yang baru saja dilakukannya, dengan cepat aku melepaskan cengkramanku dari lengannya. Refleks, aku langsung mendorong tubuhnya, hingga jatuh tersungkur."Kau benar benar sakit, Kania. Kau gila." Aku mengusap bibirku kasar."Bagaimana rasanya ciumanku, mas? Panas atau membuatmu bergairah?" Ucapnya dengan senyum yang terlihat mengerikan itu.***"Tutup mulutmu, Kania." Hardikku"Jika kau menikahiku, aku bisa memberikan yang lebih dari ciuman tadi. Apa kau tidak tertarik menghabiskan malam malam penuh gairah bersamaku, mas?" Godanya sambil memainkan dan menjilati jari telunjuknya.Drrtttt ....Ponselku berbunyi, segera saja aku merogoh saku celanaku, mengambil benda pipih itu dari sana.Tangan Kania dengan cepat merebutnya dari ku. Wajahnya tersenyum sumring