Share

95. Kegilaan

Author: Ajeng padmi
last update Last Updated: 2025-03-07 10:13:07

Berkali-kali Luna memandang ponselnya yang ada di tangannya, tapi berapa kalipun dia menengok tak ada apapun di sana, benda itu tetap diam di sana, tak ada notifikasi pesan atau telepon dari Laksa.

Hati Luna benar-benar tak tenang.

Setelah mengajar tadi Luna terpaksa merepotan Vira untuk mengantarkannya untuk pulang ke rumah sang ayah, dia tak pernah suka untuk tinggal di apartemen itu jika tidak ada Laksa di sana. baginya yang telah terbiasa hidup di kampung dengan tetangga kanan kiri yang berisik, akan aneh rasanya harus hidup berbataskan empat tembok dengan penghuni lain yang bahkan bertemu mukapun tak akan saling kenal.

Sekali lagi dia mencoba menghubungi nomer Laksa, tapi tetap saja, ponsel itu masih mat. Luna menimbang sejenak untuk menghubungi mama mertuanya dan menanyakan keberadaan sang suami.

“Tapi kalau dia tidak di sana, mama pasti makin panik dan bisa sakit lagi.”

Luna seger ameletakkan kembali ponselnya. Menatap Benda itu seolah akan keluar k
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Wanita Yang Kau Pilih   267. Roda Berputar

    “Mau kemana?” tanya Laksa saat Luna berusaha melepaskan belitan tangannya di pinggang sang istri. Luna menghentikan gerakannya dan menoleh menatap sang suami yang masih terlihat sangat mengantuk. “Mau bangun, ini sudah pagi.” Laksa menoleh pada jam dinding yang masih menunjukkan angka empat pagi. “Ini masih terlalu pagi, nanti saja aku masih mengantuk.” “Kakak boleh tidur lagi, aku mau bantu bibi siapkan sarapan dulu.” “Mana enak tidur sendiri tanpa guling hidup.” dengan kata itu Laksa kembali menarik sang istri untuk tidur kembali tak peduli dengan Luna yang masih menggerutu tak terima tapi mana mau Laksa peduli, sampai tangisan keras Dio membuat Laksa mau tak mau melepaskan pelukan di pinggang istrinya. “Kakak tidur saja lagi biar aku lihat Dio dulu.” Laksa hanya menjawab dengan gumamam lalu kembali melanjutkan tidurnya, Luna hanya bisa

  • Wanita Yang Kau Pilih   266. Kedatangan Om Hardi2

    “Apa om seorang polisi atau semacamnya?” tanya Laksa kembali menelisik penampilan laki-laki di depannya ini. “Bukan, Om hanya pegawai negeri di kantor kecamatan.” Pantas terlihat rapi. Sebenarnya banyak hal yang ingin ditanyakan Laksa tapi dia bigung mulai dari mana, sang kakek juga hanya mengatakan waktu itu menyuruh ornag kepercayaannya mengawasi sang ibu, dia bahkan tidak tahu perkembangannya akan sejauh ini. “Apa ibu yang meminta om kemari?” Laki-laki itu menggeleng. “Ibumu tidak tahu kalau Om kemari, tapi om juga tidka masalah kalau dia tahu.” “Begitu,” Laki-laki itu berdehem dan memandang Laksa dengan penuh tekad, membuat laki-laki itu mengerutkan keningnya bingung. “Om hanya ingin minta ijin padamu untuk menikahi ibumu, karena bagaimanapun kamulah yang memiliki kekerabatan paling dekat dengannya salain saudara-saudaranya,.” “Om mungkin sudah tahu sej

  • Wanita Yang Kau Pilih   265. Kedatangan Om Hardi

    Suara ketukan pintu membuyarkan konsentrasi Laksa, dengan menghela napas kesal dia meletakkan penanya dan melirik Dio yang sedang tertidur pulas di box bayinya, dia memang sengaja melakukan itu supaya bisa memantau anaknya. Laksa ingat komnetar Dirga saat mengunjunginya beberapa hari yang lalu ejekan bapak rumah tangga, sering dilontarkan sepupunya itu, tapi Laksa tidak tersinggung sama sekali dia memang ingin dekat dengan anaknya dan tidka ingin mengulangi kesalahan sang papa yang bersikap sangat dingin padanya. “Masuk!” teriak Laksa. Kepala Tuti menyembul dari celah pintu. “Ada apa?” tanya Laksa langsung. “Itu Mas, ada tamu di bawah.” “Tamu? Mencariku?” “Iya.” “Siapa? Aku tidak ada janji dengan seseorang?” Tuti berdiri di sana dengan bingung, mungkin Laksa lupa kalau dia di rumah bukan di kantornya yang setiap tamu harus membuat janji dulu

  • Wanita Yang Kau Pilih   264. Tak Ingin Sendiri 2

    “Makanannya tidak enak? Apa aku pesankan yang lain?” tanya Luna lagi, tapi Laksa tetap diam, seolah tak mendengar ucapan Luna, seolah mereka terpisah tempat yang jauh. Luna menghela napas dan berdiri dari duduknya, menarik piring di hadapan Laksa dan mencuil sedikit ayam bakar di piring itu, dengan tangannya Luna menyuapkan makan itu ke mulut Laksa. “Aku bisa makan sendiri, tanganku baik-baik saja.” “Aku tahu, buka mulut kakak sekarang,” kata Luna garang dengan mata melotot, tapi bukannya takut Laksa malah tersenyum dan membuka mulutnya. “Nah pinter, papanya Dio mau makan.” “Berasa jadi anak kecil aku.” “kakak memang bukan anak kecil, kan sudah bikin anak kecil, tapi hari ini tidka mau makan seperti anak kecil,” omel Luna. “Bukan tidak mau makan hanya saja-“ “Galau.” “Eh?” “Iya kakak lagi galau karena pernikahan ibu, aku buk

  • Wanita Yang Kau Pilih   263. Tak Ingin Sendiri

    “Mas Hardi ingin pernikahan kami sederhana saja asal sah,” kata sang ibu. Pagi ini memang Laksa secara khusus mengunjungi rumah ibu kandungnya ini, letak rumah yang ada di pinggiran kota membuat mereka harus berangkat lebih awal. Yah mereka karena Luna juga ikut serta, bukan tanpa alasan juga Luna melakukannya, di samping tak pantas membiarkan Laksa pergi sendiri, juga karena masih ada rasa kecewa dan amarah yang membuat Laksa bisa saja melakukan hal yang mungkin saja mereka sesali. Saat ini mereka sedang berkumpul di ruang tamu, hanya ada mereka bertiga, karena orang yang disebut sebagai Mas Hardi, calon suami sang ibu memang sedang pergi bekerja. Luna menoleh pada suaminya dan mendapati wajah itu masih saja datar. “Sederhana bagaimana maksudnya?” tanya Luna memperjelas. Sang ibu mertua memandang Luna dengan wajah masam, entah karena pertanyaan Luna atau karena hal lainnya. “Hanya hajatan kampung, deng

  • Wanita Yang Kau Pilih   262. Kok Aneh 2

    “Maaf aku sengaja mematikan ponsel, ibu terus saja menghubungiku menceritakan tentang rencana pernikahannya.” Meski kalimat itu diucapkan dengan nada biasa saja tapi Luna tahu kalau Laksa sedang sangat kesal dan ... kecewa. Luna menghela napasnya. “Kakak sayang tidak sama aku?” tanya Luna tiba-tiba. “Kamu ngomong apa sih, Lun, tentu saja aku menyayangimu bahkan mencintaimu.” “Kalau begitu apa susahnya menemaniku ke sana, aku malas harus ke sana sendiri Vira juga tidak bisa, atau aku harus mengajak Mas Dirga atau kak Vano, tidak jauh juga,,” kata Luna ngeyel. “Baiklah aku akan siap-siap dulu,” kata Laksa akhirnya mungkin dia malas meladeni istri yang sedang merajuk. Jadi iyain ajalah biar cepet. Di dalam ruangannya yang sepi itu, Luna tersenyum senang. Tiga puluh menit kemudian resepsionis menghubunginya dan mengatakan Laksa ada di bawah. “Kenapa tidak menelp

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status