Share

Wanita di Pusara Suamiku
Wanita di Pusara Suamiku
Penulis: Yuli Zaynomi

BAB 1

Wanita di Pusara Suamiku

Pusara Suamiku

Gerimis sore itu mengiringi langkah kecil Mala menuju gundukan tanah basah di pemakaman umum tak jauh dari rumahku. Tanah lembab yang dia pijak makin membuat langkahnya melambat, seolah bekerja sama dengan semesta agar wanita itu memiliki kekuatan lebih saat mendekati tempat yang dituju.

Mala membetulkan kerudung yang menutupi kepalanya. Entahlah, Dia hanya merasa harus memperhatikan penampilannya saat mengunjungi pemilik pusara itu. Penuh sesak dia paksakan tiap tarikan napas saat mendekati tempat pembaringan terakhir laki-laki yang sudah menemani hidupnya selama lima tahun terakhir.

Ya…

Suaminya menghembuskan napas untuk yang terakhir kali sore kemarin. Tak ada sakit apapun yang dideritanya. Tak ada kalimat perpisahan apapun yang dia sampaikan padanya. Laki-laki itu pergi begitu saja. Lima tahun dia menghabiskan waktu dengannya, tak pernah sekali pun Bayumeninggalkannya. Kini dia harus merasakan untuk pertama kali berpisah bukan untuk sehari atau dua hari, tetapi untuk selamanya.

Sekuat apapun dia mengurai sesak, nyatanya tak benar-benar bisa berhasil. Dunianya hancur dalam sekejap, tak ada yang tersisa. Seperti mati tapi nyatanya sakit yang dirasakan tetap membuatnya tersadar bahwa dia masih dipercaya Tuhan untuk tetap berdiri tegak di bumi ini.

Kali ini, untuk pertama kalinya Mala mengunjungi nisan suaminya setelah kemarin sore berkali-kali pingsan hingga tak bisa mengantar Bayu ke tempat barunya. Mala masih tak percaya, Bayu yang baru pulang beberapa menit dari tempatnya mencari nafkah tiba-tiba mengeluhkan sesak di dadanya. Mala yang mengira itu hanya efek kelelahan memberikan air putih hangat yang langsung dihabiskannya hingga tandas.

Setelahnya, Bayu meminta untuk tetap berada di sampingnya. Dia mengamati wajah coklat di sisinya yang kian kesulitan menarik napas. Mala berteriak memanggil Bude Rumi—tetangganya tepat di depan rumah. Dengan gerakannya yang lemah, Mas Bayu meminta Mala untuk memeluknya.

Wanita itu terus saja meminta Bayu untuk bertahan. Sayangnya, laki-laki itu tak merespon kalimatnya. Hingga Bude Rumi datang, dia baru menyadari bahwa laki-laki itu telah pergi untuk selama-lamanya. Dia seperti merasa langit runtuh seketika menimpa tubuhnya. Mala tak menyangka keluhan yang dia kira ringan itu sebagai pertanda laki-laki itu akan pergi selama-lamanya.

Tak hanya Mala, anaknya pun harus merasakan ditinggal oleh sang ayah selama-lamanya. Kinanti yang baru berusia tiga tahun nampak lunglai di pelukan Bude Rumi, tetangga yang sudah dia anggap sebagai orang tuanya sendiri.

"Ardan?" ucapnya tersentak saat menyadari adik bungsu suaminya tengah berada di makam kakaknya. Tak hanya itu, seorang wanita berkerudung hitam dengan kacamata hitam pula tengah memberikan sebuket bunga di depan nisan Bayu. Wanita itu memalingkan wajah saat Mala menelisik wajahnya. Mala menguras ingatan untuk mengingat siapa wanita ini. Perasaannya mengatakan bahwa dia pernah melihat wanita itu sebelumnya.

"Mbak? A-aku mengantar Mbak Rita. Di-a… Dia saudara sepupu kami, ingin melihat makam Mas Bayu. Kemarin dia tak sempat mengunjungi rumah duka saat Mas Bayu tidak ada. Jadi dia memintaku mengantarnya langsung ke makam," terang Ardan. Mala merasakan ada yang aneh, sepertinya dia melihat gurat kecemasan di wajah adik iparnya itu. Dia mengalihkan pandangan ke arah perempuan yang masih duduk di depan pusara Bayu. Dari gerakan tangannya, dia mencoba menghapus lelehan air mata di pipinya.

"Mbak. Yang sabar, ya. Kita semua kehilangan Mas Bayu. Apalagi dia meninggal dengan cara mendadak seperti ini. Mudah-mudahan Mas Bayu diberi jalan yang lapang serta diampuni dosa-dosanya," lanjut Ardan saat Mala masih asyik menelisik perempuan bernama Rita itu.

Tak lama, Ardan berpamitan padanya untuk pulang terlebih dahulu. Mala mengangguk perlahan. Rita mengekor di belakang Ardan tanpa mengucap sepatah kata pun padanya. Mala mencoba memahami, barangkali sepupu suaminya itu juga merasa terpukul atas kepergian Bayu.

Beberapa saat kemudian dia hanya termenung di depan tanah kubur suaminya. Berkali-kali dia mencoba menyadarkan diri bahwa dirinya tak sedang berada di alam mimpi. Mala tak menyangka saat sarapan pagi kemarin adalah sarapan terakhirnya di dunia.

Bayu yang tak pernah meminta menu khusus tiba-tiba menginginkan sarapan semur ayam yang Mala buat sendiri. Mala tak menyangka, pesannya siang hari saat jam makan siang yang mengatakan bahwa Bayu merindukannya adalah pesannya yang terakhir.

Beberapa hari sebelumnya saat mereka tengah menikmati suasana malioboro malam hari Bayu merancang perayaan kecil-kecilan ulang tahun pernikahan mereka yang ke lima. Laki-laki itu ingin menyewa villa di kawasan Baturraden. Mala yang tak punya firasat apapun hanya tersenyum senang saat Bayu membuat rencana tersebut.

Dia tak menyangka foto bertiga mereka tengah duduk di warung lesehan kawasan malioboro adalah foto terakhir yang mereka abadikan. Dia tak menyangka, kepergian mereka ke Jogja adalah perjalanan bersama mereka yang terakhir.

Bayu, laki-laki penuh kelembutan dan sangat menyanyangi keluarga itu harus pergi selama-lamanya meninggalkan Mala yang harus tegak berdiri demi seorang gadis mungil yang bahkan tak dekat dengan laki-laki lain selain ayahnya.

Dia tak tahu bagaimana menjelaskan pada Kinanti yang tiap sore duduk dengan setia di depan pintu rumah menunggu ayahnya yang pasti akan mengangkat tubuhnya tinggi-tinggi, tak peduli meski seharian ini pekerjaannya menuntut energi yang luar biasa dari tubuhnya.

Entah bagaimana Mala melanjutkan hidup, sementara separuh nyawanya saja sudah terbaring tak berdaya tersimpan di balik tanah merah di depannya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status