Share

BAB 6

Memperingatkan Rosa

Mala mematut dirinya di depan kaca. Hari ini dia memutuskan untuk pergi mengajar setelah libur beberapa hari. Dia rindu suasana anak didiknya. Sedangkan Kinanti, dia akan bersama Bude Rumi seperti yang sudah-sudah. Wanita itu bagai malaikat penolong. Bahkan dia tak segan mengurus Kinan dengan penuh kasih sayang. 

"Mala, berangkatlah ke sekolah. Jika ada tamu, biar Bude yang menemui. Hidupmu harus berlanjut, bahkan kau harus berjuang lebih keras lagi. Tak ada Bayu tempatmu bergantung. Kau punya anak yang harus dihidupi. Tak mungkin selamanya kau harus bergantung pada apa yang ditinggalkan mendiang suamimu. Lagi pula Bude tak yakin mertuamu itu tak akan menuntut macam-macam," ucap Bude Rumi saat Mala tengah duduk di meja makan. 

Wanita itu mengaduk makanannya dan mengangguk pelan. 

"Bude hapal perangai wanita itu. Kau yang sabar. Jangan pula bersikap lemah. Kita bukan malaikat. Bela dirimu sekuat tenaga saat mereka mengusikmu. Bude tak ingin seperti yang sudah-sudah, kau lemah menghadapi mertuamu. Kini tak ada Bayu yang menjadi pembelamu, sudah saatnya kau membela dirimu sekuat mungkin." 

Bude Rumi memakaikan baju pada tubuh Kinanti setelah dimandikan. Bau minyak telon khas anak-anak menguar. Kinanti menutup hidungnya karena tak suka dengan aroma yang dikeluarkan. 

"Mala, ada yang mau Bude katakan juga. Bude hanya tak mau kau mendengarnya dari orang lain sementara Bude mengetahui informasi itu. Maaf jika membuatmu nanti kepikiran. Tapi lebih baik kau selidiki sendiri," ucap Bude Rumi dengan suara terdengar ragu. Mala menyudahi makannya. Dia menatap Bude Rumi dengan penuh pertanyaan. 

"Maksud Bude?" 

Wanita itu menarik napasnya perlahan. Dia menatap Mala dengan pandangan ragu sekaligus kasihan. Apa yang dilihat dan didengarnya benar-benar harus disampaikan pada Mala. 

"Bude dengar ada seorang wanita di rumah mertuamu. Bahkan dia tiap sore ke makam suamimu. Bu Rahayu bahkan mengenalkan dia pada tamu yang datang sebagai menantunya. Padahal satu-satunya menantu yang dimilikinya hanya kamu. Bude khawatir… ." 

Mala menatap wajah Bude Rumi dengan seksama. Ingatannya tertuju pada sosok wanita yang bertemu dengannya di makam sang suami. Tak ada percakapan apapun, hanya saja memang Mala menangkap raut duka yang tak biasa. Saat itu Mala tak ingin berpikir jauh. Lagipula Ardan—adik iparnya memperkenalkannya sebagai sepupu mereka. 

Apakah wanita yang dimaksud Bude adalah orang yang sama? Mala mengingat nama wanita itu sebagai Rita. Memang dia sempat curiga dengan ekspresi Ardan yang terlihat begitu gugup. Hanya saja sekali lagi dia yang sedang sangat berduka itu tak mampu berpikir macam-macam. 

"Bude tahu Bayu adalah lelaki yang sangat baik. Dia tak akan menghianatimu, hanya saja apa yang dikatakan mertuamu pada orang-orang justru menyulut berbagai pertanyaan untuk semua. Apalagi anak-anak Bu Rahayu hanya Bayu yang sudah menikah. Apa tujuannya dia memperkenalkan pada semua orang bahwa dia adalah menantunya? "

"Maksud Bude, Rita adalah istri Mas Bayu?" 

Bude Rumi terkesiap dengan pertanyaan Mala. 

"Jadi… kamu mengenal wanita itu?" 

Mala menggeleng lemah. 

"Kami sempat bertemu di makam Mas Bayu. Dia diantar Ardan yang mengenalkan Rita sebagai sepupu mereka." Jawaban Mala membuat Bude Rumi menatapnya miris. Insting seorang ibu berkata lain. Meski Mala bukan anaknya, tetapi dia merasa janggal dengan penjelasan Mala yang juga terdengar ragu dengan ucapannya. 

"Baiklah. Semoga tak ada masalah apapun ke depannya. Kamu yang sabar, Mala. Yakin kalau kamu tak sendiri, ada Bude bersamamu. Jangan ragu menceritakan apapun yang membuat hatimu tak tenang. Anggap Bude pengganti ibumu yang berada jauh." 

Ucapan Bude Rumi menimbulkan gerimis di hati Mala. Tak ada kalimat apapun yang mampu dia ucapkan pada wanita yang sungguh memiliki hati mulia. Bahkan karena keberadaannya itu dia mampu melupakan sedikit kesedihan karena sikap ibu mertua padanya. 

"Mbak. Sudah mau ngajar?" 

Suara Rosa tiba-tiba terdengar di ruang makan. Tanpa permisi sedikit pun dia membuka tudung saji. Matanya berbinar seketika melihat makanan yang sudah disiapkan Mala. Segera dia meraih piring dan menyendokkan nasi ke piringnya. Setelah itu tumis kangkung dan ayam goreng diletakkan berjejer di atas nasinya. 

"Mending buka rumah makan, Mbak. Daripada ngehonor nggak ada gajinya. Mana cukup hidup dari gaji guru honorer yang nggak seberapa. Untungnya selama ini ada Mas Bayu yang menanggung seluruh hidup Mbak Mala dan anakmu itu," ucap Rosa tanpa tekanan sedikit pun. Mulutnya sama persis dengan sang ibu, pedas dan tajam. Dia tak berpikir bahwa orang lain akan tersinggung dengan perkataannya. 

"Mala juga kerja loh, Ros. Jangan asal mangap kalau ngomong. Kewajiban mencari nafkah itu terletak pada seorang suami. Jika istri berbesar hati ikut kerja meringankan beban suami harusnya sebagai seorang wanita kita turut bangga. Paling tidak Mala tak akan terlalu bingung menghidupi anaknya karena memiliki pekerjaan. 

Dia tak akan mengandalkan orang lain untuk menghidupi anaknya. Bukankah banyak di luar sana yang menggantungkan hidup meski ke anak sepeninggal suaminya? Bahkan hingga anaknya itu menikah. Untungnya si istri tak bermasalah suaminya masih menjatah keluarganya,bahkan  lebih besar dari yang dia terima. Meski kenyataannya istri yang manut itu tetap saja penuh cacat di mata keluarga suaminya!" 

Rosa meletakkan sendoknya dengan kasar. Tatapannya nyalang menatap mata Bude Rumi. Tentu saja dia tersindir dengan ucapan wanita itu. Orang yang dibicarakan oleh Bude Rumi tak lain adalah ibunya sendiri. 

Selama ini ibunya bergantung dengan jatah yang diberikan Bayu—kakaknya.Bahkan seluruh kebutuhan hidup mereka ditanggung oleh Bayu. Beruntung Mala menerima hal itu. Dia tak mempermasalahkannya sama sekali. Tetapi rasa tak suka tetap saja memenuhi hati mereka. Bu Rahayu dan Rosa masih saja bersikap seolah Mala telah mengambil Bayu dari mereka. Hanya Ardan—si bungsu yang masih bersikap lunak. Sifatnya lembut meski sedikit pendiam. 

"Kenapa? Ada masalah dengan ucapan Bude? Makanya kalau ngomong dipikir. Jangan asal keluar kalau tidak mau perkataanmu itu justru berbalik memukul wajahmu sendiri!" 

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status