Wanita yang Diarak Keliling Kampung itu, Istriku
Bab 4 : Diusir
"Wenny!" sapaku saat dia mendekat.
Wenny menatapku dengan mata sayunya, mata yang dipenuhi lingkaran hitam. Wajahnya pucat dengan rambut panjang yang acak-acakan. Tubuhnya terlihat kurus walau kini ia sedang hamil besar.
"Suruh mereka pulang, Bu, lalu kunci pintunya!" Suara Wenny terdengar bergetar, ia lantas berbalik dan melangkah meninggalkan kami yang masih berdiri di depan pintu.
"Wenny ... " ujarku lirih, hati ini terasa pilu melihat keadaannya sekarang.
"Pulanglah, Man, hubunganmu dengan Wenny sudah berakhir. Maafkan kesalahan putriku, tapi dia telah menerima balasan yang berlipat-lipat lagi. Asal kamu tahu, Wenny tak pernah berzinah dengan pria mana pun.Kesalahannya ... hanyalah karena menerima tamu laki-laki di saat kamu sedang tak di rumah. Ini pelajaran hidup, sekaligus pukulan paling berat dalam keluarga kami. Kami takkan menuntut kalian semua, biarlah Allah yang akan membalas semuanya. Ingat, Man, fitnah lebih kejam dari pada pembunuhan!!" Wati--ibunya Wenny mendorongku dan Satrio lalu menutup pintu dengan keras.
Aku membeku, dada ini terasa sesak. Kupejamkan mata dan mengepalkan tangan. Jadi Wenny tak berzinah malam itu? Tapi kata Pak RT dan warga ... malah mengatakan hal yang sebaliknya. Siapa yang harus kupercaya? Kepala ini terasa mau meledak memikirkannya.
"Ayo kita pulang, Man!" Satrio menepuk pundakku.
Aku mengangguk dan melangkah gontai mengikuti Satrio yang kini mendekati motor kami. Melihat keadaanku yang kacau, kusuruh Satrio saja yang membonceng.
"Sat, kalau Wenny tak pernah berzinah, apa artinya ... dia sedang mengandung anakku?" tanyaku sambil menepuk pundak Satrio yang kini sedang mengemudikan motor menuju arah rumahku.
"Hmm ... bisa jadi," jawab Satrio lirih.
"Kalau Wenny tak berzinah malam itu, lalu kenapa dia dan Fatur diarak tanpa busana?" tanyaku lagi, semua pertanyaan ini seakan memenuhi kepalaku.
"Aku juga tak tahu, Man. Apa kita ke rumah Pak RT saja untuk menanyakan kronologis kejadiaannya?" Satrio memperlambat laju sepeda motornya.
"Iya, Sat, kita ke rumah Pak RT saja kalau begitu. Aku tak bisa tenang jika ternyata semua yang terjadi hanyalah fitnah. Aku sangat berdosa rasanya," jawabku kalut, perasaan ini jadi karuan saja.
Satrio membelokkan motornya ke arah rumah Pak RT dan aku semakin tak sabar saja untuk mendengarkan cerita awal mula penggerebekan itu. Hatiku terasa teriris membayangkan keadaan Wenny waktu itu, dia diarak tanpa busana berkeliling kampung, wajar saja dia terlihat seperti tadi. Masih untung dia tak bunuh diri atau juga gila.
"Assalammualaikum. Pak RT nya ada, Bu?" Satrio langsung bertanya kepada wanita yang rambutnya disanggul ke atas, yang saat itu sedang menyiram tanamannya.
"Waalaikumsalam. Eh, Satrio dan Arman, Pak RT lagi nggak ada di rumah. Kalau boleh tahu, ada apa, ya?" Bu RT--istri dari paman yang merupakan sepupu dari ibuku itu tersenyum ramah.
"Ke mana, Paman Asri, Bi? Apa sudah lama perginya?" Aku bertanya dengan panggilan yang tak formal lagi.
"Pergi nagih kontrakan, Man, kayaknya bakalan lama deh, soalnya dia baru saja pergi." Istri dari pamanku itu menjawab.
Aku membuang napas kasar, dan memutuskan mengajak Satrio pulang saja dulu atau juga mencari warga lainnya yang kebetulan ada waktu itu
***
Pak Yahya, dialah yang kami putuskan untuk ditanyai perihal kejadian awal mula penggerebekan itu sebab kata Satrio, dia ada waktu itu.
"Pak Yahya, tolong jawab dengan jujur, siapa saja yang mengusulkan penggerebekan Wenny waktu itu?" Aku menatapnya serius.
"Hmm ... awal mulanya begini, kami sering melihat pemuda bernama Fatur itu main ke kampung kita. Dia datangnya pasti selalu pas magrib--sekitar pukul 18.00, terus akan pulang pas habis isya--sekitar pukul 19.30. Kami curiga dong, ya, apa yang dilakukan pemuda itu di kampung kita ini. Terus kami buntuti dia waktu itu, dan ternyata dia pergi ke rumahmu. Lalu saya cepat-cepat ke rumah Pak RT buat laporan, Pak Hansip Jaya dan Pak Bani yang saya suruh buat mengintai. Saat kami datang ke sana, Wenny dan Fatur sudah diseret keluar dengan tanpa busana lalu diarak deh mereka." Pak Yahya bercerita dengan antusias.
"Jadi, yang awal mula menggerebek adalah Hansip Jaya dan Pak Bani, jadi ... mereka berdua ini yang awal mula memergoki?" Aku menatap tajam pria berambut jarang di hadapanku.
Pak Yahya mengangguk.
"Oke, terima kasih. Jadi, tugasmua sekarang coba jemput Pak Bani ke sini, Sat? Kamu antar pulang deh, Pak Yahya." Aku menatap sekilas Satrio lalu menyalamkan uang 50.000 ke tangan Pak Yahya.
"Apa ini, Man?" tanyanya.
"Buat beli rokok, Pak, terima kasih atas ceritanya." Aku berusaha tersenyum.
Satri menuruti perintahku, ia lantas pergi mengantar Pak Yahya dan akan kembali dengan membawa Pak Bani.
Setengah jam kemudian. Aku sudah keluh kesah menantikan kedatangan Satrio dan Pak Bani, saat ponselku berdering ada panggilan masuk.
"Halo, Man, maaf ... aku tak bisa membawa Pak Bani ke rumahmu, beliau sudah wafat sepuluh menit yang lalu." Terdengar suara Satrio dari seberang sana.
"Apa, Sat? Pak Bani meninggal?" Aku terkejut.
"Iya, Pak Bani telah meninggal dunia," jawab Satrio.
Ya Tuhan, ada apa ini? Kenapa orang yang menjadi juru kunci kejadian itu malah meninggal mendadak begini? Aku mengusap wajah, dengan perasaan yang tak menentu.
Bersambung ....
Wanita yang Diarak Keliling Kampung itu, Istriku Part 38 : Tamat Sekarang ini, Fatur dan juga Wenny sudah berada di dalam kamar. Khairy sendiri sudah terlelap telah memakan brownis bawaan Arman. Arman pun sudah pulang dari setengah jam yang lalu. Wenny masih tetap melanjutkan acara diamnya. Dirinya kesal sekaligus tidak suka dengan keputusan Fatur, suaminya. Yang dengan begitu mudahnya mengizinkan Arman, mantan suaminya untuk membawa Khairy bermain. "Sayang!" panggil Fatur, tetapi diabaikan oleh Wenny. Wenny masih diam di tempatnya, hanya melirik Fatur dari pantulan cermin di depannya tanpa menyahuti ucapannya. "Sayang, kamu kenapa, sih?" tanya Fatur yang akhirnya berjalan mendekat ke tempat Wenny berada. Masih tidak mendapatkan respons dari istrinya, Fatur dengan sengaja memeluk Wenny dari arah belakang. Tak menghiraukan penolakan Wenny, Fatur tetap berada di tempatnya, bahkan kini memeluk Wenny lebih erat lagi. "Lepas, Mas!" pinta Wenny pada akhirnya. Dirinya risi karena F
Wanita yang Diarak Keliling Kampung itu, IstrikuPart 37 : BerdamaiPagi ini, Arman sudah rapi dengan pakaian santainya. Kemeja lengan pendek berwarna navy dan juga celana jin berwarna hitam. Rambutnya pun sudah disisir rapi. Tangannya terulur untuk mengambil kunci mobil di gantungan kamar. Serina yang baru saja keluar dari kamar mandi dan melihat suaminya sudah rapi, mengernyit heran. "Mau ke mana, Bang?" tanya Serina sambil berjalan mendekati Arman yang sudah berdiri di depan pintu. Arman menoleh sekilas ke arah Serina dan menjawab, "Mau ke rumah Wenny." "Ngapain, Bang?" Serina kembali bertanya karena Arman memang jarang ke rumah Wenny sekali pun itu untuk mengunjungi Khairy, putranya. "Mau jenguk Khairy," jawabnya singkat. Serina mengangguk paham, dan berbalik kembali berjalan ke arah meja riasnya. Meraih sisir dan menyisir rambutnya. "Tumben!" gumamnya pelan, bahkan terkesan berbisik. Hingga, Arman tidak mendengarnya. "Tunggu dulu, Bang!" Serina menghentikan langkah suamin
Wanita yang Diarak Keliling Kampung itu, IstrikuPart 36 : SepiSeorang perempuan muda yang tengah duduk di bangku yang ada di taman itu sedang gelisah. Itu dapat terlihat dari raut wajahnya yang terlihat tidak bersemangat dan juga dirinya yang sepertinya tengah melamun. Sejenak wanita muda itu mengembuskan napas, pikirannya benar-benar buntu. Dan semua pikiran negatif memenuhi kepalanya. Rasa takut dan juga khawatir mendominasi hatinya. Ada ruang yang terasa kosong di hatinya. "Serina!" panggil seorang wanita yang menggunakan celana jin dan juga kemeja hitam kotak-kotak.Sementara itu, wanita yang merasa namanya dipanggil pun menoleh. Wanita berkemeja kotak-kotak itu pun menghampiri temannya yang sedang duduk melamun di bangku taman itu. Ya, wanita yang sedang duduk melamun di bangku taman itu adalah Serina, istri Arman yang dinikahinya hampir dua tahun ini. "Melati?" tanya Serina dengan tidak begitu yakin. Bukan karena apa, tapi Serina takut salah menebak. Karena jika dilihat w
Wanita yang Diarak Keliling Kampung itu, IstrikuPart 35 : KlinikTak terasa waktu begitu cepat berlalu, baru kemarin rasanya Wenny melahirkan, menimang dan juga mengurus Khairy, kini putranya itu sudah berusia dua tahun.Wenny tidak menyangka jika dirinya bisa bertahan sampai di titik ini. Kemarin, rasa takut menyelimutinya karena Arman, mantan suaminya yang menginginkan hak asuh putranya. Namun, kini dirinya bisa membersamai dan juga menemani putranya sampai sekarang. Dirinya juga sangat bersyukur akan kehadiran Fatur dalam hidupnya. Fatur begitu mengerti dan juga menyayangi Khairy sebagaimana putranya sendiri. Tak pernah abaikan selalu memperhatikan dirinya dan Khairy. "Mas, ayo bangun dulu!" pekik Wenny tepat di telinga Fatur. Saat ini keduanya sedang berada di kamar dengan Fatur yang masih terlelap. Setelah salat subuh tadi, Fatur memang kembali tidur, Fatur bilang dirinya masih mengantuk. Wenny pun memakluminya karena memang Fatur baru menyelesaikan pekerjaan kantornya pukul du
Wanita yang Diarak Keliling Kampung itu, IstrikuPart 34 : SialanSudah beberapa hari Arman dan Serina dirawat di rumah sakit. Sekarang ini keduanya sedang sarapan bersama. Arman sendiri sudah bosan sebenarnya berada di ruangan serba putih dan berbau obat-obatan itu. Jika saja dokter tidak menyarankan dirinya untuk dirawat dan juga dengan paksaan ibunya yang menginginkan dirinya berada di sini, Arman tidak akan sudi berada di tempat terkutuk itu.Keadaan keduanya sudah membaik,dan besok Arman dan Serina sudah diperbolehkan pulang. Ibu Arman sendiri sudah membereskan pakaian-pakaian yang Arman pakai selama di rumah sakit. Dan kini wanita paruh baya itu sedang duduk di sofa yang ada di ruangan Arman dan juga Sherina. Ibu Arman memang sengaja meminta pihak rumah sakit untuk memindahkan Arman dan Serina dalam satu ruangan. Agar hal itu memudahkan dirinya dalam mengurus keduanya. Bagaimana pun ibu Arman harus mengurus keduanya. Meski dengan setengah hati, ibu Arman merawat Serina. Hal itu
Wanita yang Diarak Keliling Kampung itu, IstrikuPart 33 : Keputusan DadakanIbu Arman masih menunggu anaknya di ruang rawat Arman yang bersebelahan dengan wanita yang bersama Arman tadi. Saat ini Ibu Arman duduk di kursi di samping ranjang pesakitannya, sang putra pun membuka sedikit matanya."Ibu?" panggil Arman. Perlahan Arman membuka matanya dan yang pertama kali Arman lihat adalah sosok ibu yang duduk di depannya. "Ha-us, Bu," ujar Arman lagi. Tenggorokannya kering dan dirinya kehausan. Suara Arman masih parau, karena dirinya baru saja siuman.Ibu Arman yang mendengar ucapan anaknya pun segera berdiri dan mengambilkan segelas air minum yang tersedia di atas nakas. Setelahnya, dia mendekatkan gelas itu pada mulut putranya dan membantunya minum. Arman menjauhkan mulutnya dari gelas saat dirinya merasa sudah baikan setelah meminum air meski hanya beberapa tegukan saja. Ibu Arman meletakkan kembali air minum itu ke nakas, setelahnya kembali duduk lalu menghela napasnya panjang seb