Home / Rumah Tangga / Wanita yang Dinodai Suamiku / Ingin Memata-Matai Andin

Share

Ingin Memata-Matai Andin

last update Huling Na-update: 2023-02-18 10:24:03

Nina sudah pulang, Eriska kembali menutup pintu rapat-rapat. "Nina peduli banget sama aku, tapi maaf aku nggak mungkin cerita keluh kesah aku ke kamu." 

 

Wanita itu kembali membersihkan rumah seperti biasanya, tapi kali ini tanpa sarapan karena ketidakhadiran sang suami membuat lidahnya sangat hambar seolah mati rasa. 

 

Setelah selasai pekerjaan rumah, barulah Eriska bersantai sejenak. Baru saja bokongnya menyapa sofa yang empuk, bel kembali berbunyi. "Ya ampun, Nina." Dia terkekeh melihat kelakuan tetangga over protektifnya. 

 

Kala membuka pintu, rupanya dugaan Eriska salah. "Maaf, apa benar ini rumah Tuan Bagas dan Nyonya Andin?" tanya seorang kurir. 

 

"Eu ... iya, mas," jawab Eriska membatin. 

 

"Tolong tanda tangan di sini." Kurir menyodorkan selembar kertas dan sebuah bolpoin. Eriska melakukannya. "Ini barangnya, kiriman dari Jakarta."

 

Eriska menerima kiriman barang yang sepertinya tertuju untuk Andin. Beberapa kardus berlapis kertas cokelat itu dikemas rapih dan benar saja di sana tertulis nama Andin. Tanpa berpikir apapun Eriska segera mengantar beberapa paket itu ke dalam kamar pengantin. Dia menata rapih, jika saja dia tidak ikhlas pada pernikahan suaminya maka pasti kamar itu sudah menjadi target utama amukannya.

 

Wanita itu berdiri di ambang pintu selagi menatap kamar yang kental dengan aroma melati khas kamar pengantin, dia membuang napas perih. "Aku emang harus keluar untuk mencari suasana baru." 

 

Setelah memutuskan, Eriska mencoba bangkit dari keterpurukan. Kini dia mengendarai mobilnya yang jarang sekali digunakan karena biasanya dia pergi bersama Bagas. 

 

Eriska berbelanja, alasan yang dibuat-buat itu kini dilakukannya untuk sedikit menjahit hatinya yang diiris tipis-tipis. "Aku harus pulang sebelum Mas Bagas pulang," gumamnya di sela-sela memilih, "tapi ... kapan Mas Bagas pulang?" 

 

Otaknya kembali memutar kala mereka berbulan madu. Bagas menirukan gaya Jack kala bersama Rose di atas kapal. "Enak kan, anginnya?" ucap mesra Bagas.

 

"Sejuk, banget." Kala itu Eriska baru berusia dua puluh dua tahun, sedangkan Bagas dua puluh tujuh tahun. Sifat kekanak-kanakan Eriska sering muncul, dia juga sangat manja hingga seolah Bagas adalah ayahnya.

 

Menghabiskan dua minggu bulan madu di pulau memang menyenangkan. Hampir setiap hari mereka bulak-balik naik kapal hanya untuk sekedar merasakan hembusan angin laut yang jarang sekali ditemui. 

 

Bagas mengesampingkan pekerjaannya demi menyenangkan hati Eriska. Kala itu perusahaan masih atas nama ayahnya dan Bagas hanya sekedar membantu saja. Bisa dibilang dia juga karyawan biasa yang bernaung di bawah nama besar sang ayah. 

 

"Nanti mau punya anak berapa?" tanya Bagas layaknya pria matang yang sudah memikirkan buah hati.

 

"Hm ... berapa ya, mas?" Eriska bingung menjawab apa karena diusianya itu hingga dia masih ingin melangkah bebas tanpa menggendong seorang bayi?

 

Bagas membalik tubuh Eriska dengan hati-hati. "Kalo gitu, biar aku yang tentuin." 

 

Eriska mengerjap. "Emangnya ... mas mau aku ngelahirin berapa anak?" 

 

"Kayanya enam deh." Bagas tertawa renyah, sedangkan Eriska bergidik ngeri.

 

"Bukannya itu kebanyakan, mas," protes Eriska.

 

"Nggak kok, cukup menurut aku." Sebuah kecupan hangat mendarat begitu bebas di dahi Eriska. "Mas sayang kamu, makasih udah mau jadi istri mas." 

 

"Iya." Eriska mesem-mesem dibuatnya. 

 

"Mbak!" panggil spg toko untuk keempat kalinya. 

 

Eriska terperanjat selagi memegangi dadanya. "Eh maaf, mbak. Maaf!" paniknya. 

 

Spg hanya mengangguk. "Jadi, mau ambil warna apa?" 

 

"Satu yang putih dan satu lagi peach." Eriska sedang memilih tas, wanita itu baru mengingat jika dia belum memberikan kado pernikahan untuk suaminya dan Andin.

 

Sebuah tas dengan branded terkenal dipilihnya sebagai hadiah spesial. "Aku ga tahu warna kesukaan Andin, tapi mungkin dia suka warna peach." Tas itu bermodel sama hanya warna sebagai pembedanya, sedangkan yang putih dipakai oleh Eriska.

 

Eriska bukannya mengasihani Andin, apalagi menerimanya sebagai madu. Jujur dalam dasar hatinya, Eriska tidak pernah menerima kehadiran Andin dalam rumah tangganya. Namun, mau bagaimana lagi suaminya sudah mengambil kesucian wanita itu. 

 

Sebuah kado sudah dibungkus sedemikian cantiknya. "Aku harus lindungi kamu, mas. Aku juga harus mata-matain Andin, apa maksud Andin rela jadi istri kedua?" Eriska masih berpikir jika tujuan wanita itu adalah uang karena sebelum perusahaan Bagas naik daun, suaminya itu tidak pernah berbuat macam-macam. Kesetiaan teramat besar selalu terpancar dalam mata hitam sedikit kecokelatan.

 

Eriska masih berjalan mengitari mall, dia masih mencari benda lain yang mungkin berhasil menghiburnya sesaat. Sebuah peralatan rumah tangga dipilihnya. "Aku baru inget pisau di rumah model gambar di gagangnya udah ketinggalan zaman." Dia menelisik pada pisau bermotif indah, "mbak, ambil yang ini ya." 

 

Ternyata pisau itu satu set bersama satu lusin piring dan satu lusin gelas tidak lupa garpu dan sendoknya. "Pas banget buat ganti yang di rumah." 

 

Bahkan kala Eriska harus tinggal dengan madunya, dia masih memikirkan seisi rumah yang dibangun Bagas sebelum mereka sah.

 

Bersambung .... 

 

Desti Angraeni

Happy reading ... semoga suka sama ceritanya ....

| Like
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Wanita yang Dinodai Suamiku   Pernikahan Eriska dan Adam {Ending}

    "Maaf, Kak ...." Eriska segera merasakan amarah Alex."Dik, berhenti memikirkan Bagas dan jangan samakan Bagas dengan Adam, mereka sangat berbeda!" tegas Alex yang selaras dengan tatapannya. "Aku cuma ingat aja kok, Kak. Karena tidak semudah itu membuang semuanya, apalagia ada Aulya yang mirip banget sama mas Bagas." "Kemiripan Aulya bukan berarti membuat kamu harus dibayang-bayangi Bagas. Ingat Dik, Adam sangat peduli sama kamu, bukan Bagas!" Lagi, ketegasan ditunjukan Alex hingga Eriska mengangguk sendu dan seakan tertekan, tetapi pria ini memang sengaja melakukannya supaya adiknya membuka lebaran baru yang jauh lebih baik.Satu bulan berlalu, hari ini tepat pernikahan Adam dan Eriska yang diadakan secara kecil-kecilan, hanya dihadiri kedua belah pihak keluarga saja, tetapi tanpa diduga jika keluarga Bagas hadir membawa Bagas. "Eriska, kamu akan meninggalkan aku dan semua kenangan kita?" Keadaan mental pria ini sudah stabil dan sangat sehat. Maka, semua hal yang pernah terjadi dal

  • Wanita yang Dinodai Suamiku   Satu Bulan Lagi

    Dua bulan kembali berlalu, keadaan Bagas mendekati pulih. Dokter memberikan rincian laporan tentang perkembangannya, ditunjukan pada pihak keluarga. Sebenarnya pria itu sudah bisa dibawa pulang, hanya saja kedua orangtuanya inginkan putranya tetap mendapatkan pengawasan sampai benar-benar pulih. Kabar ini segera sampai pada Eriska dan keluarganya. "Alhamdulillah ...," syukur wanita ini begitupun kedua orangtuanya hanya Alex yang tidak mengucapkannya. Saat kakak dan adik berdua di atas balkon, Alex mengutarakan pemikirannya, "Dik, cepat tanyakan pada Adam kapan dia akan menikahi kamu.""Kak ..., masa aku yang tanyakan!" protes kecil Eriska."Kakak udah coba tanya beberapa kali, tapi Adam selalu bilang belum dapat tanggal baik. Kapan dong, dia dapat tanggal baiknya!" Tatapan serius Alex yang sebenarnya masih memercayai Adam hanya saja kini dirinya sudah sangat panik akibat mendengar kondisi Bagas, "coba sesekali kamu yang nanya.""Malu, Kak. Aku ini janda anak satu, nggak mungkin aku t

  • Wanita yang Dinodai Suamiku   Orangtuanya Adam Tidak Yakin pada Pernikahan Putranya dan Eriska

    Eriska terpaku sendu seiring menatap buah hatinya bersama Bagas. "Gimana keadaan mas Bagas?" Dirinya segera mengalihkan topik karena keadaan Bagas hari ini seolah menjawab alasan ketidak mampuan mantan suaminya memberikan nama pada malaikat kecil. "Masih sangat parah!" Alex melanjutkan kebohongannya.Eriska mendesah pelan, "Kalau gitu ..., aku namakan Aulya saja. Gimana Kak, apa bagus?" Senyuman ceria disisipkan. Namun, wajah Alex tidak menunjukan keceriaan yang sama sedikit pun. "Kenapa harus Aulya, Dik?" Bukan perkara nama yang membuatnya heran, melainkan pemikiran Bagas dan Eriska begitu kompak padahal mereka tidak pernah berkomunikasi sama sekali. "Mau saja, aku pikir nama Aulya itu bagus. Cuma ..., aku nggak tahu nama panjangnya apa. Coba Kakak pikirkan." Alex hanya tersenyum getir. "Akan Kakak pikirkan nanti. Kakak harus mencari nama paling baik," tulusnya, "tapi Dik, yakin mau Aulya, tidak mau ganti yang lain?" "Aulya saja Kak, buat nama depannya. Selebihnya biar Kakak ata

  • Wanita yang Dinodai Suamiku   Apakah Harus Tetap Mencintai Eriska?

    Adam merenungkan pesan dari orangtuanya, pria ini hanya duduk di tepian ranjang di dalam kamarnya. "Eriska memang memiliki sesuatu yang nggak akan membiarkannya lost contak dengan Bagas, ada anak di antara mereka. Jadi mungkin aku yang terlalu berharap banyak untuk bisa mendapatkan Eriska." Embusan udara dibuang Adam, kemudian meluruskan punggungnya seiring memandangi langit-langit saat kedua tangannya dilipat, menyangga kepala. "Aku masih mencintai Eriska bagaimanapun dunia menilai hubungan kami. Tapi kalau bisa, nggak perlu sama anaknya juga. Aku sangat membenci wajah anaknya yang seperti Bagas." Semakin lama, keduanya kelopak mata Adam semakin turun hingga membawanya ke alam bawah sadar. Dari sejak hari ini hingga tiga hari kemudian Adam tidak menampakan batang hidungnya pada keluarga Eriska, dirinya beralasan jika restoran sangat sesak oleh pengunjung maka tidak membiarkannya absen. Jadi, dirinya hanya menjenguk si bayi setelah tiba di rumah. Eriska menyusui bayinya sangat tela

  • Wanita yang Dinodai Suamiku   Hari Kelahiran

    Bagas berjalan linglung mencari keberadaan orang-orang terdekatnya karena jangankan di luar, di dalam rumah saja dirinya sering tersesat. Derap langkahnya membuat Adhinatha dan Fatimah menoleh. "Mau kemana?" tanya pria ini tanpa meninggalkan tempat duduknya karena arah Bagas tepat pada mereka. "Bagas mengingat Andin. Di mana dia sekarang?" Tanpa aba-aba pertanyaan ini diutarakan hingga Adhinatha dan Fatimah terhenyak. Fatimah menyahut berpura-pura tidak tahu demi kebaikan Bagas karena kenangan tentang Andin adalah satu-satunya yang tidak diinginkannya diingat Bagas. "Siapa Andin? Kami tidak tahu." "Mana mungkin mama sama papa nggak tahu. Bagas ingat kalau Andin sangat cantik, tapi sangat matre. Sepertinya dia pernah berada di sisi Bagas?" Adhinatha merasa waktunya selalu sia-sia saat menghadapi Bagas yang memerlukan perawatan mental, maka dirinya tidak mengatakan apapun selain kalimat penutup, "Kami tidak mengenal Andin. Kamu juga. Mungkin itu cuma imajinasi kamu. Tidurlah, besok

  • Wanita yang Dinodai Suamiku   Menemui Bagas

    Hari ini Eriska memutuskan menemui Bagas tanpa memerdulikan apapun, dirinya hanya ingin membuat mantan suaminya bangkit dari keterpurukannya walau mungkin akan sangat sulit. "Bayi kamu udah menyembul di perut aku." Eriska menatap Bagas sebagaimana seorang istri. "Syukurlah, bayi kita sehat." Bagas tampak sumringah hingga tidak terlihat sama sekali jika sebenarnya dirinya adalah manusia linglung. "Iya Mas, bayinya sangat sehat." Senyuman kecil Eriska. Pertemuan ini tanpa sentuhan sama sekali karena keduanya bukan mahram. Maka, Fatimah juga mendampingi Eriska supaya menantunya ini tetap aman dari Bagas-putranya. "Aku mau menyentuh bayi kita, aku mau merasakan pergerakannya!" Telapak tangan Bagas sudah mulai menjulur ke arah perut Eriska yang sudah mulai terlihat walau masih samar. Saat itu, segera wanita ini menatap Fatimah. "Tidak apa nak, toh teralang pakaian." Izin Fatimah-ibunya Bagas selalu mengawal Eriska dari awal kedatangannya. Maka, dengan leluasa Bagas meletakan telapak ta

  • Wanita yang Dinodai Suamiku   Karma Yang Harus Dijalani Bagas

    "Aku sedih liat keadaan Mas Bagas," aku Eriska pada Alex kala keduanya sudah kembali ke rumah."Nggak usah sedih, apa Bagas bersedih saat melihat kamu terpuruk!" Tidak ada sedikit pun belas kasihan Alex untuk mantan iparnya. "Kak, sudah jangan dibahas lagi. Semua itu sudah berlalu. Sekarang kita cuma perlu menutup segala hal yang pernah menyakiti." Alex membuang udara tipis. Kesabaran serta sifat pemaaf Eriska memang patut diacungi jempol, tetapi juga tampak keterlaluan. "Iya sudah, kamu istirahat saja." Alex menemui Adam di restorannya yang selalu ramai bahkan semakin pesat saja. "Pengusaha hebat nih. Ada waktu buat ngobrol?" kelakarnya. "Kapanpun!" Adam menyambut kedatangan Alex dengan hangat. "Gimana kisah cinta lo sama Raisa?" Alex memegangi pelipisnya sesaat seiring tertawa kecil. "Gue kesini bukan mau bahas Raisa." "Gue pengen tahu aja." Tawa singkat Adam seiring menyuguhkan dua gelas kopi, "Eriska lagi apa, kok nggak diajak?" "Mana mau Eriska kesini, lo kaya nggak tahu aj

  • Wanita yang Dinodai Suamiku   Season 2

    Bagas membuka kelopak matanya, mengucek kedua matanya, dirinya mendapati diri berada di ruangan serba putih. "Saya sarankan bawa Tuan Bagas ke psikiater." Kalimat dokter pada ayahnya Bagas-Adhinatha. "Apakah kondisi anak saya seburuk itu?" Pria ini tampak sangat panik dan gemetaran. "Intinya, coba bawa saja ke ahlinya." Obrolan dokter dan pria ini berakhir. Adhinatha menghampiri putranya, memandangi pilu. Sudah satu minggu Bagas terlihat linglung, tatapan matanya kosong. "Pa, kenapa Bagas di sini?" Tubuhnya kekar seperti sediakala hanya saja bagian dalamnya seolah hancur, isi otak Bagas seolah diaduk hingga tidak tentu arah. "Kamu tertidur saat hari pernikahan Eriska dan Adam, kamu tidak datang ke pernikahan mereka karena kamu tidak bangun selama dua malam dari sebelum hari pernikahan hingga kami membawamu ke rumah sakit. Kamu sadar, hanya saja kamu tidak ingat apapun," sendu begitu kental di wajah Adhinatha. "Apa maksud papa, bukankah Eriska istrinya Bagas, bagaimana bisa Erisk

  • Wanita yang Dinodai Suamiku   Akhir Tidak Terduga

    Di kamar rias, Bagas melihat Eriska yang sudah duduk dengan cantik. Kebaya khas pengantin sudah memeluk tubuhnya, usia kandungannya belum terlihat jadi, bentuk tubuhnya masih sangat bagus. Namun, anehnya Adam masih memakai kemeja dan celana jeans, bahkan jika dibandingkan dengan Bagas penampilan Adam kalah telak. "Kalian pasangan pengantin, tapi kenapa lo belum siap-siap?" tanya Bagas pada Adam. Adam tersenyum tipis, dia berjalan menghampiri Bagas. "Kenapa harus siap-siap? Emangnya gue mau nikah?" Bagas mengerutkan kedua alisnya. "Maksud lo? Hari ini kan ...." Adam menyela, "Hari ini pernikahan kalian." Senyum tulus berhasil diukir Adam setelah berlatih semalaman. Dia sudah merelakan Eriska kembali pada Bagas karena dia pikir bayi dalam perut Eriska lebih menginginkan ayah bioogisnya dari pada ayah asuh. "Hei, lo nggak usah ngerjain gue, gue ... gue berusaha ikhlas-nggak, ralat. Gue ikhlas," kata Bagas dibuat kuat."Hahahaha!" Adam tertawa lepas, "nggak ada waktu lagi, cepet siap

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status