Share

BAB 2: Wanita di Sebelah

Cedera di kepala Abian sangat serius, kondisinya kritis dan butuh penanganan intensif, sehingga ia ditempatkan di ruang ICU. Yang penanganannya cepat.

Hanya ada satu orang yang diizinkan untuk menunggui Abian disana, sehingga mau tak mau Diah mengajak ibu mertuanya pulang dan menitipkannya pada salah satu tetangga mereka.

Sejak kematian suaminya, Halwa mengalami gangguan mental. Halwa sering kebingungan dan cemas tanpa sebab. Terkadang meracau tidak jelas. Namun dokter bilang, Halwa tidaklah gila. Ia hanya mengalami depresi ringan.

"Terimakasih ya mbak Nila sudah mau menjaga ibu!" ujar Diah dengan penuh rasa terimakasih.

"Jangan sungkan-sungkan, Diah!" ucap Nila, "Sebelumnya, mbak juga pernah merepotkan kamu!"

Nila adalah tetangga Diah yang posisi rumahnya berada tepat disebelah rumah Diah.

Sebelumnya, Nila juga pernah menitipkan anak kembarnya pada Diah. Saat suaminya mengalami struk dan harus dirawat di rumah sakit.

"Lalu sekarang bagaimana keadaan Abian?!" tanya Nila kemudian.

Diah menghela nafas berat, wajah cantik Diah tiba-tiba berubah kusut.

"Mas Bian dinyatakan mengalami koma, mbak!" sahut Diah lemah.

"Ya ampun!! Koma?!" Nila terperanjat, ia pikir kecelakaan yang menimpa Abian tidak terlalu parah.

"Mbak pikir Abian cuma kecelakaan ringan! Mbak tak menyangka dia sampai koma!! Berarti Abian mengalami kecelakaan berat ya!?" imbuh Nila, "Semoga Abian bisa cepat sadar dan pulih, Diah!"

"Terimakasih ya mbak!" ujar Diah tulus, "Saya titip ibu, ya mbak!"

Setelah berpamitan pada Nila, Diah segera meluncur ke rumah sakit. Sedetik saja meninggalkan Abian, hati Diah tidak tenang. Ia takut tiba-tiba mendapat kabar buruk dari dokter saat ia datang.

Duduk di luar ruangan ICU, ia hanya bisa terbengong dengan tatapan kosong. Diah merasa sedang memikirkan sesuatu, tapi ia tidak tahu apa itu. Kini Diah tengah diliputi oleh kebingungan.

Diah merasa sedang bermimpi!! Ia tidak merasa sedang ada di dunia nyata. Suaminya yang beberapa waktu lalu, sehat sentosa. Tiba-tiba saja sekarang terbaring koma.

'Kenapa ini bisa terjadi sama kamu, mas?!' batin Diah pilu.

"Diah?!" suara bariton berat kembali membuyarkan lamunan Diah.

Diah menoleh secara refleks dan kembali melihat pria yang sama, yang ia lihat di kantor polisi kemarin.

"Demas?!" Diah kaget. Tak menyangka akan melihat Demas.

"Kenapa kamu ada disini?!" tanya Demas kemudian, pria itu duduk di sebelah Diah.

"Oh... suamiku di rawat disini!" menunjuk ke arah ruang ICU, secara alami ia menambah jarak diantara mereka.

Demas tersenyum tipis, melihat tingkah canggung Diah padanya. Sejak dulu, Demas paling menyukai sikap canggung Diah itu. Terlihat manis di matanya.

"Kamu kenapa bisa ada disini?!" Diah balik bertanya.

"Istriku juga dirawat disana!" Demas menunjuk ruangan yang sama dengan Diah.

"Oh?!" Diah kaget. "Ternyata, wanita di sebelah itu istrimu?!"

Demas mengangguk. Ia tahu bahwa pria yang dirawat di sebelah istrinya adalah Abian, suami Diah. Namun ia tak mengungkapkan apa-apa sebelumnya.

Demas paham bahwa Diah menolak diantar pulang olehnya, karena tidak ingin terlibat lagi dengannya.

Tapi sepertinya, takdir menginginkan hal yang berbeda.

"Kamu sudah makan?!" celetuk Demas.

"A-ah.. sudah!" dusta Diah. Namun suara keroncongan mengalun dari perutnya, tepat setelah ia mengatakan 'sudah', hingga membuatnya malu seketika. Diah ketahuan berbohong.

Mendengar suara perut Diah, Demas tersenyum geli. "Kamu masih suka menahan lapar ya?! Apa masih suka diet juga?!"

"Ng.. bukan begitu!" ucap Diah malu. Ia memalingkan wajahnya yang berubah merah padam. Ketahuan berbohong di depan orangnya langsung, itu benar-benar sesuatu!

"Tunggu, ya!" ucap Demas tiba-tiba, ia bangkit dari duduknya, kemudian meninggalkan Diah sembari berkata, "Aku akan membelikan sesuatu!"

"Ti-tidak usa—" belum habis kata-kata Diah, pria itu sudah berlari meninggalkan Diah.

"Hhh..." Diah mendesah. Diah yakin, akan ada masalah yang muncul jika mereka bertemu seperti ini!!

Hubungan Diah dan Demas putus bukan karena keinginan mereka berdua, juga bukan karena adanya orang ketiga. Hubungan mereka putus, karena restu orang tua.

Ibu Demas, Ayudia telah memiliki calon yang hendak dipasangkan untuk Demas. Sehingga saat Diah muncul dan menjadi kekasih Demas, Ayudia keberatan.

Ayudia tak pernah menyukai Diah, meski sebaik apapun Diah bersikap. Selama beetahun-tahun Diah berusaha mengambil hati Ayudia. Namun Ayudia hanya bergeming. Ia tetap tak merestui hubungan diantara Diah dan Demas.

Diah tak pernah menyerah akan cintanya, Demas juga demikian. Tapi kakak Diah tak memiliki pikiran yang sama. Sebagai wali adiknya, Bagus selalu mencemaskan Diah yang merupakan adik satu-satunya.

Bagus takut adiknya hanya melakukan perjuangan sia-sia. Karena sepertinya ibu Demas tak akan pernah berubah pikiran.

Awalnya Bagus bersabar karena Diah juga masih muda, tapi pikiran Bagus berbalik saat umur Diah sudah mencapai batas usia menikah.

Bagus kemudian menuntut kesungguhan Demas pada adiknya, ia meminta Demas untuk meminang Diah. Tapi Demas kesulitan menyanggupi permintaan Bagus, karena ketiadaan restu dari ibunya.

Demas sempat berpikir untuk menikah tanpa restu ibunya, namun Diah menolak dan memilih mengakhiri hubungan mereka.

Setelah berpisah dengan Demas, Diah sempat menutup diri dan menolak setiap pria yang datang padanya. Sampai Abian muncul dan meminangnya.

Diah tak pernah bertemu dengan Demas lagi setelah itu. Bagi Diah, tak ada manfaat yang akan muncul dari pertemuan dua orang yang pernah memiliki masa lalu.

Walaupun terkesan kaku, tapi Diah merasa menjaga perasaan pasangan jauh lebih penting ketimbang menjalin silaturahmi dengan orang yang pernah mengisi hati.

Meski pun tak sengaja menghindar, Diah dan Demas tak pernah bertemu sekalipun setelah perpisahan mereka waktu itu.

Tinggal di kota yang sama, tak menjadikan mereka sering bertemu. Seolah ada di dimensi yang berbeda, Diah maupun Demas tak pernah saling berpapasan.

Namun anehnya, di saat seperti ini mereka malah bertemu! Bahkan terhubung melalui pasangan mereka masing-masing.

Sungguh permainan takdir yang membingungkan!!

"Lama menunggu?!" Demas kembali dengan membawa dua kresek penuh makanan dan minuman.

Ia kemudian kembali duduk di sebelah Diah, membongkar bungkusan yang ia bawa dan memperlihatkannya pada Diah.

"Roti buaya atau roti boy?!" tanya Demas. Ia paling tahu selera Diah. Wanita yang pernah menjadi kekasihnya selama delapan tahunan itu, menyukai berbagai jenis roti. Salah satunya roti buaya dan roti boy.

"Atau mungkin keduanya?!" kelakar Demas.

Tidak ingin membuat Demas kecewa, Diah meraih roti boy dari tangan Demas. "Terimakasih!"

Melihat Diah mengambil pemberiannya, Demas tersenyum cerah.

Demas kembali mengobrak-abrik kresek satunya dan menyerahkan sebotol minuman jus buah untuk Diah.

Tidak lupa Demas membuka tutup botolnya terlebih dulu. Seperti kebiasaannya saat mereka berpacaran beberapa tahun lalu.

Demas tahu, Diah selalu kesulitan membuka tutup botol minuman kemasan.

"Kamu masih suka jus mangga kan?!" tanya Demas kemudian.

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status