Pukul tujuh pagi, Abyan sudah siap untuk berangkat ke tempat kerjanya. Sekali lagi tanpa melepas cincin itu. Olivia mendengus kesal sampai dia tidak bisa berkata-kata bahkan setelah kepergian suaminya.Seperti ada batu besar menghantam dada perempuan tersebut. Dia kesulitan mengambil napas. Sementara kedua mertua hanya bisa diam, saling pandang satu sama lain."Sejak kapan kamu suka pakai cincin, Aby?" tanya Ibu Namira penasaran.Namun, tidak ada jawaban. Lelaki berambut sebahu itu justru meninggalkan rumah tanpa meninggalkan sepatah kata pun. Sebenarnya dia punya usaha sayur-mayur yang sukses sejak dua tahun lalu, tetapi Abyan meminta karyawannya untuk menjadi tangan kanan. Bukan tanpa alasan, sejak satu tahun terakhir dia sangat suka bekerja di pabrik."Ibu, apa kita langsung melakukan percobaan kedua? Tadi malam harusnya aku langsung berhasil, tetapi sial karena lupa kalau minuman itu sudah aku campur sama obat tidur.""Nanti kalau Abyan datang, langsung kasih obat tidur saja. Oran
Lelaki berambut sebahu itu membulatkan kedua mata karena menyadari kalau hanya dia yang memakai cincin. Cincin permata hitam pemberian Kamila, akankah dia melepasnya demi sang ibu?Ibu Namira terus saja meraung, meminta tolong seperti tadi, agar cincin itu dibuang saja. Dia enggan menatap mata Abyan karena geram bercampur kecewa."Mas, itu cincin apa, sih? Kenapa ibu sampai kesakitan begini?" tanya Olivia dengan nada emosi, lalu menghela napas panjang."Gak mungkin ibu kesiksa karena cincin ini. Kalau memang karena cincin, kenapa baru sekarang tersiksanya? Padahal sudah aku pakai sejak tiga bulan terakhir. Coba dijawab dulu!""Mas, kamu mau ibu sakit gara-gara keegoisanmu, hah? Ibu itu ibu kamu, mengandung serta melahirkan–""Intinya bukan cincin ini, Oliv. Gak mungkin, ibu pasti salah. Bisa saja ada yang mengirim sihir agar ibu mengatakan itu semua. Jangan-jangan kamu kerja sama dengan dukun di luar sana, ya?""Kenapa aku harus kerja sama? Aku aja gak tahu itu cincin apa!"Belum semp
"Ya gimana? Orang kamu gak berhasil juga, kan? Sudah dua percobaan. Pertama, dia berhasil make kamu tanpa memperjelas hubungan kalian kek gimana. Kedua, Ibu Namira menjadi korban juga karena harus akting teriak-teriak.""Waktu selalu ada, tetapi tidak dengan kesempatan. Walau berkesempatan pun belum tentu berhasil. Aku juga heran, kenapa malam itu haus banget. Kayak Mas Abyan udah tahu aku bakal campur sesuatu dalam minumannya, maka dia sengaja gak ngabisin satu gelas. Tadi pun mungkin saja curiga karena dia membawa Kamila. Kalau tak menelepon, bagaimana cara Kamila tahu kalau Mas Aby sudah hendak melepas cincinnya?"Wani melipat bibirnya. Dia sendiri bingung bagaimana cara mengatasi masalah itu karena rencana sudah dijalankan dengan baik, hanya saja finishing-nya kurang sempurna.Ibarat sebuah pertandingan sepak bola. Mulai dari kiper, bek bahkan gelandang sudah bermain dengan apik. Sementara lini depan malah bapuk atau sebut saja medioker karena sering melakukan tembak burung."Yaki
Setelah melaksanakan salat asar, Abyan sibuk meminta sang ibu untuk istirahat terlebih dahulu. Mereka semua bingung dengan perubahan sikap lelaki itu yang terjadi secara mendadak. Bukankah sebelumnya dia terkesan tidak peduli pada sang ibu? Lantas kenapa saat kembali langsung berbeda bahkan berhasil membuat mereka bertiga melongo kebingungan. "Ibu senang melihat kamu kembali seperti dulu, Nak. Sebenarnya apa yang sudah terjadi?" Kedua alis Abyan saling bertaut pertanda bingung. "Maksud Ibu apa? Memangnya kemarin aku berubah?" Mereka bertiga saling pandang, semakin tidak mengerti apa saja yang terjadi. Tatapan mata Abyan tidak lagi memancarkan aura kebencian. "Kenapa diam, Bu? Memangnya ada sesuatu yang terjadi?" "Mas, aku mau bicara sebentar!" Olivia menarik tangan Abyan, membawanya masuk kamar mereka dan hanya menutupnya tanpa perlu mengunci. Olivia harus menelisik kebenarannya. Bagaimana dia bisa bersikap kalau ternyata sang suami justru bersandiwara? Saat sedang menjalankan a
Abyan mengendurkan pelukannya, menatap intens pada sang istri. "Kenapa kamu berubah, Oliv?""Berubah? Mas, jangan mengarang cerita.""Cerita apa? Sejak tadi kamu itu aneh banget tau gak? Sekarang sudah nggak mau aku sentuh, kenapa?"Olivia semakin bingung saja. Ingin beranjak keluar dari kamar khawatir terjadi masalah besar. Pada intinya, sekarang dia berada dalam posisi dilema.Siapa yang tidak senang apabila suami telah kembali mencintai? Namun, jika semua belum jelas, tetap saja enggan untuk menyambut ramah pelukan dan setiap sentuhannya.Olivia hanya ingin hidup tenang tanpa harus terkatung-katung oleh perasaan sendiri. Dia tidak mau jika Abyan masih dibayangi perempuan lain."Mas, jujur saja kalau kamu punya hubungan istimewa sama Kamila. Jangan mengelak, baik aku, ibu, bahkan papa juga tahu kalian pacaran. Kenapa sekarang malah bilang musuhan?""Pacaran? No, itu tidak mungkin. Kamu pasti mimpi karena aku tidak akan pernah pacaran sama Kamila. Amit-amit!" Melihat Abyan merinding
Bab 20. Si Gadis MurahanSatu jam berlalu, Olivia berusaha memakai pakaiannya setelah memastikan Abyan sudah terlelap. Dia geram, ingin mengamuk pada saat itu juga dengan cara menghilangkan nyawa sang suami.Akan tetapi, tangannya selalu saja gemetar. Olivia belum pernah merangkap sebagai pembunuh. Dia hanyalah seorang gadis yang tumbuh dalam lingkungan penuh cinta dan kasih sayang sebelum akhirnya berjuang demi mempertahankan pernikahan.Melirik sekilas pada Abyan, lelaki berkulit sawo itu masih memejamkan mata. Saat memadu kasih tadi, Olivia bisa merasakan cinta berwujud sentuhan lembut. Tatapan mata Abyan seolah meminta Olivia untuk tetap bersama hingga menua.Perempuan itu semakin bingung. Dia tidak bisa menggambarkan perasaannya dengan kata-kata. Kalau saja semua mimpi, dia berharap Tuhan tidak pernah membangunkannya lagi.Kembali teringat pada cincin permata hitam. Olivia berjingkrak seolah pencuri, membuka lemari pakaian dengan sangat hati-hati, khawatir derit pintu berhasil me
Bab 21. Embarrassing"Jangan berani menyebut nama putraku di sini. Lebih baik kamu pulang sebelum kulibas!" bentak Papa Zafir ikut geram.Pasalnya, dia sudah berusaha menutupi kisah masa lalu setelah pindah rumah. Para tetangga baru mereka tidak ada yang tahu tentang Rayan, semuanya mengira Abyan adalah anak tunggal."Kenapa, Om? Apa karena Rayan anak kesayangan Om Zafir? Kenapa Mas Aby dan Rayan harus dibedakan padahal keduanya sama-sama anak Om. Mungkin karena terlahir dari ibu yang berbeda?""Tutup mulutmu!" gertak Olivia tepat di depan wajah gadis murahan itu. Emosinya semakin meluap. "Jadi, ini kerjaanmu sekarang?""Apa maksudmu?" Tatapan mereka serupa pedang yang siap menghunus."Untuk makan saja, kamu harus menjajakan diri dulu, menghargai tubuh biasamu dengan lima lembar uang merah tanpa peduli tanggapan orang-orang. Untung saja suamiku tidak tertarik dengan dada rata sepertimu. Embarrassing!" umpat Olivia di akhir kalimat.Hampir saja dia meludahi wajah Kamila. Namun, hal itu
Bab 22. Cincin Permata HitamSelesai makan malam, Olivia menerima telepon dari Wani. Dia berjalan sedikit menjauh dari suami yang baru saja memasuki kamar mereka.Setibanya di ruang tamu, Olivia pun bertanya alasan Wani menelepon malam-malam, padahal tentu sudah tahu kalau Abyan sedang di rumah."Tadi, Kamila ke rumah aku. Dia bilang kalau kamu harus hati-hati. Dia ngancam bakal membunuhmu kalau perlu. Ini gimana, Liv? Aku takut kalau Kamila benar-benar membunuhmu. Tahu sendiri kan kalau dia bisa bertindak sesuka hati?"Olivia mengusap dada, terkejut mendengar apa yang disampaikan oleh sahabatnya. Bagaimana tidak, dia khawatir kalau Kamila benar-benar bersekutu dengan jin. Mudah baginya untuk mengalahkan Olivia, sang rival.Sudah banyak terjadi, orang yang meninggal karena ilmu hitam. Entah memakai boneka atau sihir yang dikirim langsung setiap malam jumat. Bulu kuduk Olivia meremang, dia takut hal tersebut terjadi pada dirinya."Katanya, cinta ditolak, dukun bertindak. Ternyata Mas A