Olivia terkejut mendapat pesan dari nomor tidak dikenal, mengaku sebagai Mentari. Isi pesan itu menyampaikan bahwa Mentari adalah gadis yang kini mencintai Abyan—suami Olivia. Karena masalah itu terkuaklah kalau Abyan memiliki gadis simpanan di luar sana. Olivia marah sampai jatuh talak untuknya. Abyan pun tidak peduli, dia malah dengan entengnya membahas masa lalu Olivia yang terpaksa Abyan nikahi.
View More+62 857-7017-xxxx : Olivia, mungkin pesan ini akan sedikit mengejutkanmu, tetapi aku sudah tidak bisa menyembunyikan rahasia ini lebih lama lagi. Kamu jangan tersinggung, mungkin ini bagian dari takdir. Aku mencintai Mas Abyan, tepatnya saling mencintai.
Pesan singkat yang hanya berisi tiga kalimat itu seperti belati yang menusuk jantungku. Rasanya sakit, dada terasa sesak membuatku kesulitan mengambil napas. Saat mengecek nomor itu di Get-Contact, tertera sebuah nama yang terasa asing di telinga.
Mentari. Siapa dia? Selama ini aku tidak pernah memiliki teman dengan nama Mentari atau mendengar Mas Abyan menyebut nama itu yang barangkali adalah rekan kerjanya. Ya, suamiku bekerja di sebuah pabrik yang ada di kota kami.
+62 857-7017-xxxx : Tidak perlu mencari tahu aku siapa, cukup lepaskan Mas Abyan atau kamu akan hidup menderita. Ingat ucapan aku ini, Oliv. Aku tidak pernah bercanda tentang ancaman dan aku selalu berhasil mendapat apa yang aku inginkan meskipun dengan cara yang tidak dibenarkan.
Pesan kedua semakin menambah rasa penasaran. Dengan cepat kutekan ikon telepon mencoba menghubungi gadis itu. Sayang sekali, panggilan tidak bisa terhubung. Dia pasti sudah mematikan data seluler untuk menghindar padahal sebelumnya mengancam seperti orang yang tidak mengenal rasa takut.
Aku gelisah, Mas Abyan berangkat ke kantor satu jam yang lalu. Tidak ada yang berubah darinya, dia tetap romantis seperti di hari pertama kami menikah. Akan tetapi, satu hal yang sering mengusik perhatian, ketika Mas Abyan menyanyi di dalam kamar mandi.
Bagaimana tidak, dulu suamiku tidak pernah melakukan itu karena menurutnya terlalu norak. Namun, sekarang sudah berbeda, dia seperti menjilat ludah sendiri. Siapa yang merasa asing dengan lagu Irwansyah berjudul Camelia itu?
"Sayang, kamu di mana?"
Aku tersentak ketika mendengar suara Mas Abyan di luar kamar. Segera kuletakkan ponsel di nakas dan mencoba melupakan pesan itu sebentar. Setelah menggulung rambut uang masih basah, aku segera membuka pintu kamar karena penasaran kenapa Mas Abyan kembali.
Pandangan kami bertemu dalam satu titik. Aku tidak bisa mengelak bahwa hatiku berdesir halus. Senyumannya yang memabukkan berhasil membuat pipi ini merona. "Kenapa, Mas? Kamu lupa sesuatu?"
"Aku lupa bawa ponsel. Kamu lihat nggak?" Mas Abyan melengos masuk kamar membuatku sedikit tersinggung.
Aku tidak menjawab melainkan memilih mematung, memperhatikannya mencari benda tipis berwarna hitam yang selalu dalam genggamannya ketika ada di rumah. Dua menit kemudian, akhirnya Mas Abyan melihat ponselnya yang ternyata ada di kolom ranjang.
Sial sekali karena aku tidak melihat ponsel itu sebelum dia pulang. Satu kesempatan untuk mencari tahu harus hilang begitu saja. Ah, mengingat tentang pesan dari Mentari lagi kembali mengukir luka dalam hati.
Entah siapa gadis itu, aku masih sungkan untuk menanyakan langsung pada Mas Abyan karena beberapa saat terakhir ini banyak kasus perceraian. Bagaimana jika gadis itu ternyata orang iseng yang ingin melihat aku pisah dengan suami dan menjadi janda? No, aku tidak boleh gegabah dan harus menemukan bukti sebelum melontarkan tuduhan itu.
"Dek, kok, bengong?" Mas Abyan memegang pundak ini dan aku langsung menepisnya. Entah kenapa ada perasaan risih disentuh suami sendiri setelah mengingat ada gadis yang mengaku mencintainya.
Meskipun belum ada bukti, hati tidak bisa dibohongi. Ada cemburu yang meraja, aku bahkan hampir menitikkan air mata jika saja tidak segera menatap langit-langit kamar. "Mas, kayaknya kita perlu warna kamar yang baru, deh. Mungkin agak gelap gitu?"
"Loh, bukannya kamu suka warna cerah, kenapa sekarang ...." Ucapan Mas Abyan menggantung karena ponselnya berdering.
Sekilas, aku melihat nama seorang perempuan. 'Kamila Teman', begitu namanya tertera di layar ponsel Mas Abyan. Sebelum mendapat jawaban tentang Mentari, kini aku menemukan nama gadis lain. Kamila dan Mentari, apakah mereka orang yang sama atau justru sama-sama selingkuhan Mas Abyan?
Mas Abyan sedikit menjauh, berdiri di sudut kamar. Aku tidak mendengar apa yang mereka bicarakan, tetapi hanya dua menit dia telah kembali dengan raut wajah pucat. Ada apa dengannya? Padahal tadi Mas Abyan biasa saja.
"Aku hari ini lembur, kamu tidak usah menunggu. Mungkin aku pulangnya pukul sebelas malam nanti." Terdengar kaku dan ragu.
"Kamila siapa, Mas?" Aku tidak bisa menahan diri. Rasanya sudah terlalu sakit.
Aku terlalu mempercayai Mas Abyan sehingga tidak pernah menaruh curiga padanya. Dua detik kemudian, pipi terasa hangat oleh air mata yang sudah tidak bisa aku bendung. Bahu terguncang bersama rasa sakit yang terus mendera. Sesakit inikah mengetahui suami sudah membagi cintanya?
"Mas nggak selingkuh, 'kan?" tuduhku mulai tidak sabar melihatnya mengatup bibir rapat.
Mas Abyan melebarkan matanya, mungkin sedikit terkejut karena tebakan ini benar atau justru sebaliknya. Aku sampai harus menatapnya lekat karena ingin menemukan jawaban, siapa tahu mata Mas Abyan berbinar mendengar nama perempuan itu. Namun, nihil.
"Kenapa tiba-tiba nuduh mas selingkuh? Selama tiga tahun pernikahan kita, kamu ternyata masih meragukanku, Oliv? Padahal aku sudah membuktikan dengan banyak cara kalau hanya dirimulah yang menjadi tambatan hatiku. Apa masih kurang? Atau sebenarnya kamu sudah bosan sama aku sampai harus cari masalah?"
"Aku nggak meragukan kamu, Mas. Aku hanya takut kalau ternyata kamu membagi cinta di luar sana. Sekarang ini marak kasus perselingkuhan bahkan ada istri yang sampai bunuh diri karena sudah tidak tahan hidup dalam neraka yang suaminya ciptakan sendiri!" Tanpa sadar, intonasi suaraku tiba-tiba meninggi karena emosi yang sudah memuncak.
"Padahal dalam rumah tangga itu harus saling percaya dan terbuka. Setelah kejadian tiga tahun yang lalu, apa aku pernah menuntutmu hamil lagi? Dokter bahkan bilang kalau kamu tidak akan pernah punya anak lagi, tapi apa aku mendua atau menikah lagi? Tidak, Oliv. Selain aku, ibu sama papa juga nerima kekurangan kamu. Mungkin ini karma akibat dosamu di masa lalu."
Di awal pernikahan, Mas Abyan memang tidak langsung menerima kehadiranku karena kami menikah bukan karena cinta. Setiap hari aku tersiksa karena dia selalu mengungkit dosaku di masa lalu. Perlahan, dia mulai melupakannya, lalu menerimaku sebagai istri sepenuhnya.
Sejak saat itu, dia tidak pernah lagi mengungkitnya. Baru kali ini dan rasa sakitnya dua kali lipat ketimbang awal pernikahan kami. Mas Abyan yang begitu aku cintai kini hadir melukai hati. Apakah mungkin dia benar-benar bermain api di belakangku?
"Mas, aku cuma tanya siapa Kamila. Kenapa kamu malah membahas masa lalu?" Suaraku memelan, terdengar lirih dan menyakitkan.
"Kamila, Kamila, Kamila. Apa nggak bisa berhenti kepo? Sudah, aku mau kerja!" Mas Abyan mendorong bahuku, kemudian berlari kecil meninggalkanku bersama luka.
Pada bagian belakang rumah besar bernuansa putih dipadu dengan gold serta memiliki empat pilar itu terdapat sebuah teman yang dipenuhi dengan bunga-bunga mekar berwarna-warni. Ada mawar, melati serta tulip kuning dan dua macam lainnya. Di bawah pohon rindang terdapat sebuah ayunan. Dua anak lelaki tampak begitu ceria. Yang sedang duduk dalam ayunan itu berumur sembilan tahun, sementara satunya menginjak usia remaja yakni lima belas tahun. Terdapat dua perbedaan besar di antara mereka. Anak remaja itu bertubuh tinggi tegap dengan hidung menjulang. Kulitnya putih bersih serta senyum begitu menawan. Rambutnya ikal, sedikit kecokelatan. Sementara sang adik berbeda. Kulit kuning langsat, rambutnya lurus berwarna hitam legam. Dia tampan, seperti kakaknya. "Alif, Muammar! Sudahi mainnya, Nak. Sini makan pizza sama mama!" teriak seorang perempuan dewasa memakai kerudung sambil membawa kotak besar berwarna cokelat. Dua anak lelaki itu seketika mendekat duduk di kursi panjang berwarna putih.
Tepat tanggal 21 September, Muammar di-aqiqah. Acara demi acara berlangsung dengan lancar. Meskipun tidak banyak mengundang, ternyata tamu membludak. Olivia tidak tahu jika Papa Zafir juga mengundang mantan karyawannya dahulu.Banyak doa terhatur pada Muammar, termasuk keluasan rezeki, tumbuh menjadi anak salih serta hidup dalam keberkahan di bawah naungan Allah. Kyai dan ustadz yang kemarin meruqyah mereka juga datang.Sebelum sesi foto keluarga, Olivia berdiri di di depan para tamu undangan, memintanya untuk diam dulu agar fokus mendengarkan apa yang dikatakan oleh Olivia.Semua mata memandang kepadanya. Dari yang raut wajahnya terlihat santai sampai judes stadium empat. Namun, Olivia tidak peduli karena tentu saja mereka adalah komplotan tetangga iri dan dengki."Terima kasih atas perhatiannya. Di sini saya sebagai istri Abyan dan juga mama dari Muammar memberitahu kalian semua kalau kami ...." Olivia melirik ke arah kanan, kemudian meminta Kenzo naik ke panggung. "Dia adalah Alexa
Bab 89. Apa Tante Oliv Membenciku?Setelah satu minggu berlalu, Kenzo masih juga tinggal di rumah Abyan. Dia tetap dipanggil Timothee karena Olivia kesal mendengar nama aslinya. Meskipun perempuan itu telah tertimbun dengan tanah sesaat setelah hasil autopsi keluar, maka pihak rumah sakit langsung memandikannya.Mereka mengatakan bahwa Nadin meninggal bunuh diri karena tidak ada luka lebam di tubuhnya. Luka sayatan bisa saja dia buat sendiri karena menurut informasi dari beberapa tetangga bahwa Nadin memang sering dimarahi para rentenir karena menunggak. Rumah pun disita oleh bank.Namun, ketika dilelang, siapa yang akan mau membeli jika tahu kalau dulu pernah ada orang yang mati secara tragis di sana? Sungguh, sebuah rumah yang dulunya adem ayem kini terlihat angker. Para tetangga yang kebetulan lewat saja enggan menengok ke dalam karena beberapa malam terakhir terdengar suara tangisan dan lolongan meminta tolong.Kenzo sendiri berusaha mengubur masa lalu dengan hidup sebagai Timothe
Bab 88. Karma Sang PelakorOlivia terdiam cukup lama. Untuk saat ini hatinya benar-benar terluka. Dia geram pada Nadin dan bersyukur karena dia telah tiada. Melirik sekali pada Kenzo, anak itu menatap penuh harap.Haruskah dia mematahkan harapannya? Dia lahir sebagai seorang muslim bahkan sudah belajar salat dan mengaji, meski hanya dilangsungkan ketika di sekolah atau saat Andre berada di rumah.Lantas, jika ikut pada Stephan, apakah Kenzo akan tetap menjadi muslim? Anting salib pada telinga kiri lelaki berambut landak itu memperkuat dugaan Olivia kalau mereka berbeda agama.Abyan pun sama takutnya. Dia tahu bahwa Stephan adalah anak seorang mafia dari Italia, tepatnya di Kota Turin. Jika Kenzo ikut dengannya lantas belajar menjadi seorang pembunuh, maka dia bisa saja tumbuh sebagai ketua mafia kelas kakap.Terutama karena ada dendam membara di dalam hatinya. Abyan semakin risau. Dia juga ingat kalau Kamila pernah bilang, kedatangan Stephan ke Indonesia sejak bertahun-tahun yang lalu
Bab 87. Penjelasan dan Bukti TerkuatKenzo terus menangis dalam pelukan Ibu Namira. Anak lelaki berambut ikal itu sangat terluka atas berita yang dia dengar dari layar kaca. Sekarang, dia merasa tidak punya siapa-siapa lagi.Dalam pikirannya, para rentenir lah yang bersalah karena mereka menagih hutang dengan cara sangat kasar bahkan sengaja menampar wajah Nadin dua kali. Hal itu memang tidak disaksikan langsung oleh Kenzo, tetapi dia bisa mendengarnya.Ibu Namira sendiri berusaha menenangkan anak itu karena dia tahu bahwa Kenzo tak bersalah. Apa pun tindakan orang tuanya, dia tetap masih anak kecil. Ibu Namira kasihan karena kini menjadi yatim piatu, padahal Alex masih hidup.Hampir dua jam Ibu Namira menenangkan Kenzo, gantian dengan Bi Surti dan juga Papa Zafir. Anak tersebut terus dibujuk oleh semua orang di dalam rumah selain Olivia.Perempuan itu menangis dalam kamarnya sambil memeluk Muammar. Dia sengaja menyalakan murottal agar pikiran tenang dan tidak melakukan tindakan cerob
Bab 86. Kebenaran yang TerungkapAbyan menuju rumah Nadin memakai taksi online dengan sedikit tergesa karena Kamila memberi kabar kalau dia sudah berada di lokasi kejadian bersama Stephan. Perasaannya campur aduk sambil terus berharap kalau nanti Kenzo tidak terlalu sakit hati mendengarnya.Hanya butuh waktu satu jam lebih untuk tiba di sana. Mereka bertemu di bawah pohon yang cukup untuk berteduh. Stephan memintanya bergabung dalam satu mobil karena harus membahas sesuatu."Polisi belum datang, kabarnya sedang dalam perjalanan menuju ke sini. Aku meminta Kamila pulang dengan memakai taksi karena dia sangat ketakutan. Kau tidak boleh grogi, orang-orang bisa mencurigai kita. Nanti dalam bahaya, sementara pembunuhnya tersenyum menang. Kau mengerti?"Abyan yang baru saja menutup pintu mobil Pajero itu langsung mengangguk. Napasnya sedikit tersengal. Abyan meminum air mineral yang disodorkan oleh Stephan."Siapa pembunuhnya?""Kalau aku memberitahumu, kau janji tidak akan membuka mulut?"
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments