Share

Empat

Penulis: Siti Aisyah
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-28 10:34:12

Elang dan ayahnya berpamitan keluar sebentar sepertinya mereka  berdua ingin membicarakan sesuatu yang sangat rahasia yang tidak ingin kami semua tahu.

Namun, aku enggak peduli. Yang penting aku sudah merelakan Vira menggantikan aku untuk menjadi istrinya. 

Tidak lama kemudian mereka berdua masuk dan duduk kembali dan sang ayah berkata, "Elang tidak keberatan menerima  Vira."

Bapak tersenyum dan berkata, "deal, ya lamaran Elang untuk Vira kami terima. Utangku lunas, ya, Pur, karena aku sudah menepati janjiku untuk mempersatukan anak-anak kita. Yah, meski bukan anak kandungku, tetapi sama saja lah."

Lelaki yang tadi dipanggil Pur oleh bapak itu terlihat menepuk tangan Elang yang duduk di sampingnya. 

"Iya, Man. Sekarang kita tinggal memikirkan kapan pernikahan ini akan dilangsungkan," kata lelaki yang menurutku masih lumayan tampan di usianya yang sudah tidak muda lagi itu. 

"Oh, iya tentu saja. Lebih cepat lebih baik dan kalian nggak usah khawatir, untuk mahar  juga nggak akan minta yang tinggi, kok. Untuk Vira kami kasih murah, deh, karena kami tahu kalian nggak akan mampu kalau minta mahar yang mahal, iya, kan, Pak." Aku menepuk tangan bapak. 

"Oh, iya, dong, Pur. Kami baik, kan, karena tidak meminta mahar yang memberatkan?" tanya bapak. 

"Bagaimana, Nak, kamu tidak keberatan, kan, kalau pernikahan kamu dengan Elang dipercepat?" tanya wanita yang merupakan ibunya Elang. 

Aku mendengkus. "Udah, kenapa masih ditanya lagi? Vira pasti mau, kok. Iya, kan, Vir? 

Aku melotot pada Vira dan sesaat kemudian  tersenyum saat akhirnya Vira mengangguk. Itu artinya gadis itu akan segera pergi dari rumah ini. Oh, senangnya hatiku. 

"Cit, kamu yakin mau merelakan lelaki yang seharusnya jadi suami kamu ini? Bukankah tadi malam kamu begitu mengharap kehadirannya, bahkan tersenyum sendiri saat melihat fotonya?" tanya Vira dengan menunjukkan wajah sok memelas. 

Aku melotot, kenapa ia harus bilang kalau tadi malam aku senyum-senyum saat melihat foto Elang? Memalukan. Iya, kuakui saat melihat fotonya memang aku tertarik, tetapi saat melihat langsung, aku langsung ill feel. 

"Iya, apa kamu nggak nyesel menolakku dan nanti aku yang bersanding dengan Vira?" tanya Elang seakan menggodaku. 

Aku tertawa lebar, kalau perlu nggak akan berhenti tertawa. "Buat apa aku nyesel menolak lelaki yang miskin kayak kamu. Yang ada aku akan menyesal seumur hidup kalau sampai menerima kamu sebagai suamiku. Dengar, ya, menikah itu sekali seumur hidup sehingga aku tidak mau salah pilih."

Kuusap air mata yang berderai karena tertawa. Air mata yang luruh membasahi pipi memang tidak hanya keluar menangis atau bersedih saja orang tertawa pun mengeluarkan air mata.

"Yakin kamu nggak akan menyesal sudah menolakku?" tanya Elang lagi. 

"Yakin seratus persen, seribu persen malah," jawabku kesal. 

 "Baiklah dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, aku lamar Vira untuk menjadi pendamping anakku yang bernama Elang," kata ayahnya Elang. 

"Iya, aku terima." jawab bapak. 

Wanita berjilbab lebar yang tadi mengenalkan sebagai ibunya Elang, bangkit dari duduknya lalu maju dan mendekati Vira. Ia membelai pipi Vira dan berkata. "terima kasih, Nak, kamu sudah mau menerima lamaran kami."

Vira tersenyum dan mengangguk. Ia memegang tangan wanita yang masih masih berada di pipinya itu. "Iya, Tante." 

Wanita itu tersenyum. "Jangan panggil Tante, panggil ibu seperti Elang memanggilku karena sebentar lagi kamu akan menjadi bagian dari keluarga kami."

Aku hanya memutar bola mata malas melihat wanita itu yang bersikap sok manis pada Vira. Aku pernah dengar kalau yang namanya mertua itu horor, tetapi kelihatannya ibunya Elang itu adalah calon ibu mertua yang sangat baik, tetapi pemandangan ini tidak akan mengubah pikiranku untuk menolak Elang. Bisa saja ia hanya baik di awal saja dan setelah itu berubah menjadi monster yang menyeramkan apalagi jika hidup mereka susah. Iya, aku tahu hidup susah memang membuat seseorang mudah marah. 

"Baik, Bu," jawab Vira lembut. 

"Sudah, sudah, basa-basinya sudah cukup. Sekarang kalian tinggal pikirkan kapan pernikahan ini akan dilangsungkan dan konsepnya seperti apa," ucap ibuku yang sepertinya ikut kesal juga melihat adegan seorang ibu dan calon menantu perempuannya itu. 

"Iya, maaf, Bu. Saya senang saat akhirnya Elang mendapatkan pasangan," jawab ibunya Elang tersenyum. Ia segera menurunkan tangannya dari pipi Vira dan kembali ke tempat duduk yang semula. 

"Resepsinya sudah pasti akan diadakan disini karena biasanya diadakan di tempat mempelai perempuan, tetapi konsepnya sederhana saja. Cukup mengucapkan ijab qabul di depan penghulu dan tidak perlu ada pesta meriah seperti pesta pernikahan pada umumnya. Yah, paling kita hanya mengundang kerabat dekat saja sekadar menyaksikan kalau Vira sudah menikah," kata bapak yang disambut anggukan dariku dan juga ibu. 

"Maaf, Man. Kalau masalah konsep pernikahan, biar kami pihak pengantin pria yang menentukan. Elang ini adalah anak lelaki kami satu-satunya, maka pernikahan antara Elang dan Vira akan diadakan secara meriah dan besar-besaran. Kami ingin mengundang banyak orang untuk menyaksikan pernikahan anak kami ini. Jika kamu keberatan dan khawatir tempatnya tidak ada, maka kami akan mengadakan pesta pernikahan di gedung. Intinya kami ingin mengadakan pesta pernikahan yang tak terlupakan bagi kedua mempelai," kata Pak Purnama. 

Kami bertiga hanya saling berpandangan mendengar ucapan calon mertua Vira itu. Bagaimana mungkin ia bilang ingin mengadakan pesta meriah? 

"Ayah?" Elang menepuk tangan ayahnya yang baru saja mencerocos, lalu ia mengedipkan mata untuk memberi isyarat yang entah isyarat apa.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Putri Sari
lanjut kk kayaknya sih seru ni
goodnovel comment avatar
Rikki Goh
saya bingung sebenarnya ini cerita tentang elang tapi gaya bahasanya malah lebih ke citra yang ngomong yaa ?? penulisnya mabok atau gimana yaa?? gak sesuai dengan judulnya...maap saya dibuat bingung dengan penulisnya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Wanita yang Menolak Lamaranku   Lima puluh enam ( ending)

    Wanita yang menolak lamaran ku 56Buru-buru aku mengambil ponsel untuk menghubungi Citra, sementara Mas Elang keluar menyusul ibunya Malik untuk memberitahukan berita gembira ini.Aku lega, jika Malik sadar, itu artinya Citra bisa keluar dari rumahku. Iya, selama Citra ada di rumah, aku memang sedikit was-was akan terjadi sesuatu yang buruk, apalagi Mas Elang begitu perhatian pada Citra dan anaknya itu. Saat aku menghubungi Citra, terdengar bayinya sedang menangis. "Halo, Cit. Kamu harus ke rumah sakit sekarang juga. Malik__Telepon terputus sebelum aku selesai berbicara dan saat aku hendak menghubunginya lagi, sudah tidak diangkat. Ya sudahlah, yang penting dia akan segera ke sini untuk menjemput MalikBu Retno bersama Mas Elang berjalan tergesa menuju ruangan, namun dokter segera datang memeriksa keadaan Malik dan memberi isyarat agar kami tidak mendekat dulu karena dia sedang diperiksa. Setelah beberapa lama akhirnya dokter mempersilahkan kami untuk mendekat usai memastikan bahwa

  • Wanita yang Menolak Lamaranku   Lima puluh lima

    Wanita yang menolak lamaran ku 55PoV Vira"Kamu pasti akan meminta Citra untuk pulang ke rumahnya setelah Malik sembuh, kan, Mas?" tanyaku saat kami berdua berada di dalam kamar.Entah kenapa perasaanku tidak enak semenjak Citra serta kedua orang tuanya ikut tinggal di sini meski mereka bilang hanya sementara, sampai Malik sadar. Ketakutanku ini bukan tanpa alasan. Tadi aku ingin memanggil Citra untuk ikut makan bersama, tetapi sudah keduluan Mas Elang. Akhirnya aku hanya berhenti di depan pintu. "Sini bayinya biar sama aku dulu kalau kamu mau makan," kata Mas Elang. Bayi mungil itu sedang dalam pangkuan Citra sementara paman dan bibi juga tidak ada di kamar. Mereka berdua sedang berjalan-jalan berkeliling rumah ini. "Enggak usah, Lang. Dia bisa di tidurkan saat aku makan." Citra tersenyum lalu meletakkan bayi itu di kasur lalu memberinya selimut kecil berwarna biru bergambar kartun. Bayi yang awalnya diam dan tertidur nyenyak itu menangis saat diletakkan dan tangisannya cukup k

  • Wanita yang Menolak Lamaranku   Lima puluh empat

    Wanita yang menolak lamaran ku 54"Ada rencana apa, ya, kok sepertinya serius?" tanya Vira sambil menurunkan minuman yang dibawanya. Aku dan ibu saling berpandangan, lalu ibu nyengir dan menggaruk tengkuk. "Itu rencana Citra untuk punya anak laki-laki. Jadi gini, Vir, saat hamil, Citra itu selalu makan makanan yang mengandung protein agar anaknya laki-laki dan sekarang anaknya beneran laki-laki, kan? Itu artinya apa yang terjadi sesuai dengan yang ia rencanakan. Iya, kan, Cit?"Vira manggut-manggut. "Oh, iya, tetapi setiap aku datang ke rumah Citra, ia pasti sedang makan sayur-sayuran hijau," Tepuk jidat. Entah kenapa setiap kali Vira datang ke rumahku pasti sedang makan dan seperti biasa aku sedang makan dengan sayuran karena hanya itu yang ada. Makan telur rebus hanya dua kali sehari dan bukan pada saat Vira datang. "Ya udah. Sekarang minum dulu, ya. Kalau ada apa-apa nanti bilang saja sama Bik Nur." Vira tersenyum manis. Kubalas senyumannya dan mengangguk. Dia memang beruntung

  • Wanita yang Menolak Lamaranku   Lima puluh tiga

    Wanita yang Menolak Lamaranku 53"Aku nggak mau pulang, Bu. Aku ingin tetap di sini. Belahan jiwaku ada disini, tidak mungkin aku pergi meninggalkannya begitu saja." Aku menunduk. "Aku merasa seperti pengecut jika pulang meninggalkan suamiku di sini dalam keadaan koma. Aku ingin dia melihat aku yang pertama kali saat ia sadar nanti." "Citra, kamu harus pulang. Kasihan anak kamu. Kamu juga perlu istirahat. Percayalah, Malik pasti akan baik-baik saja. Kalau dia sadar, Ibu pasti akan segera hubungi kamu," kata ibu mertua mengusap pundakku dengan lembut. Wanita yang beberapa saat yang lalu sempat pingsan setelah mendengar berita mengenai musibah yang menimpa anaknya tersenyum dan mengangguk padaku untuk memberi isyarat agar aku mau menerima tawaran Vira. "Semua ini salahku, Bu. Seandainya aku tidak memaksa Mas Malik untuk mengantarku beli es buah, pasti tidak akan seperti ini keadaannya." Ibu mertua mengulurkan tangan lalu mendekatkan telunjuk di bibirku. "Ssst, jangan bilang sepert

  • Wanita yang Menolak Lamaranku   Lima puluh dua

    Wanita yang Menolak Lamaranku 52Es buah di tanganku terlepas melihat Mas Malik tertabrak mobil karena menyelamatkan Vira dan Elang yang akan ditabrak mobil dengan cara mendorong mereka ke tepi jalan. Ia terpental hingga membentur aspal. Sedangkan mobil yang menabraknya langsung tancap gas, tidak peduli dengan orang yang sudah ditabraknya. Aku tidak peduli, yang ada di pikiranku saat ini hanya satu yaitu keselamatan Mas Malik. Mengenai si penabrak bisa diurus nanti. Semua terjadi begitu cepat. Aku berlari dan menjerit histeris memanggil namanya yang sudah tergeletak di jalan. Entah apa yang ada di pikirannya sehingga ia memutuskan membahayakan diri sendiri seperti ini demi orang lain. Apakah ia tidak tahu kalau aku begitu membutuhkannya. Suasana jalan yang tadinya rame lancar mendadak macet karena adanya kecelakaan ini.Aku berlari tanpa mempedulikan perutku yang besar ini. Kakiku terasa ringan seolah tidak membawa ada apa-apa di perutku ini. Vira dan Elang masih terjerembab di pin

  • Wanita yang Menolak Lamaranku   Lima puluh satu

    Wanita yang Menolak Lamaranku 51Ibu terlihat lebih segar daripada dulu saat aku berkunjung ke rumah. Tubuhnya juga sedikit lebih berisi, wajahnya cerah, tidak pucat lagi. Pun dengan bapak, lelaki yang merupakan cinta pertamaku itu terlihat gagah di usianya yang sudah tidak lagi muda. Saat bapak dan ibu datang, aku sedang makan dan kali ini aku makan dengan lauk telur rebus plus oseng labu. Lidah ini memang sudah terbiasa mengecap makanan sederhana tapi jangan ditanya nikmatnya luar biasa.Awalnya mau berangkat ke rumah ibu, tetapi ibu mertua meminta kami untuk makan dulu. Iya, sejak aku hamil, wanita yang sudah melahirkan suamiku itu paling cerewet mengenai urusan makan dan nggak boleh makan sembarangan. "Kamu makan menggunakan alas cobek seperti ini, sedangkan yang lain menggunakan piring?" tanya ibu.Tepuk jidat. Kalau diperhatikan sekilas, aku memang seperti dibedakan di rumah ini. Yang lain makan memakai piring dan aku cukup dengan cobek saja. Kesannya aku adalah menantu yang t

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status