Share

Kembali ke Rumah Nenek

Keesokan harinya, Mira telah siap dengan barang yang akan dibawa pulang kampung, iapun  beranjak dari tempat duduknya hendak menyeret koper. 

Ia juga mengabaikan Denny yang sedang duduk memperhatikannya.

"Mira? Mau ke mana?" tanya Magdalena tiba-tiba. Entah kapan ibu mertuanya itu tiba. 

Mira sendiri begitu terkejut. Namun, dia berhasil mengendalikan ekspresinya."Saya mau pulang kampung, Bu. Nenek mau saya pulang, ada yang mau sewa tanah kebun katanya."

"Oooh, tanah warisan ibumu, ya? Kenapa nggak dijual aja? Kan lumayan buat renovasi rumah ini, paling juga lakunya nggak seberapa," kata wanita itu dengan nyinyir, seolah uang yang ia miliki tak akan mungkin bisa membuatnya melakukan sesuatu yang berarti, melainkan hanya sekadar lewat saja. 

Yah, sekadar beli cat untuk merapikan teras rumah yang sedikit pudar warnanya.

"Ehm, iya sih, Bu. Tapi sepertinya, Mas Danu mau pinjam untuk biaya beli suntik insulin, Bu. Lebih baik, uang itu walaupun tak seberapa, saya akan meminjamkan uang itu."

"Apa? Danu pinjam uang? Tidak mungkin! Uang penjualan mobilnya kemarin malah masih ada, itu Nia istrinya yang bilang. Mana mungkin dia pinjam uang sama orang yang lebih...uhm...ah, pokoknya nggak mungkin Danu pinjam uang sama kamu."

Mira tak menjawab, ia hanya tertunduk dengan perasaan hampa.

Kalau memang Danu dan istrinya masih memiliki uang hasil penjualan mobilnya, untuk apa mereka meminjam uang kepadanya? Sungguh memusingkan. Siapa sebenarnya yang tidak jujur di sini?

'Ah sudahlah, aku tak akan ambil pusing lagi, aku harus pulang bagaimanapun caranya.'

****

Setelah sampai di kampung halamannya, Mira merasa bernapas lega. Menghirup udara segar yang selama ini ia rindukan.

"Nek, dari mana barang barang sebanyak ini? Siapa yang memberikan untuk nenek?" tanya Mira karena melihat banyak sekali tumpukan barang baru di ruang depan.

Mira heran. Berbagai macam elektronik memenuhi rumah tua neneknya dan masih dalam kemasan pabrik belum ada yang terbuka sedikit pun.

Sangat tidak mungkin neneknya membeli barang barang itu, kan?

"Apa ada yang menitipkan barang barang ini, Nek? Punya siapa?" heran Mira dengan apa yang dilihatnya.

Sang nenek yang baru keluar dari arah dapur dengan membawa sepiring singkong rebus meletakkan piring itu di meja.

Ia pun tersenyum dan mendekati Mira yang sedang melihat lihat produk rumah tangga yang bertumpuk-tumpuk itu.

"Semua barang ini adalah hadiah, Mira."

"Hadiah? Sebanyak ini?” Mira terkejut bukan main. “Bahkan, nenek cuma sendirian. Untuk apa hadiah-hadiah ini? Dan juga, dalam rangka apa dengan hadiah yang begitu banyak ini? Aku jadi curiga, nenek."

Mira mengambil sebuah kipas angin dengan merek ternama. Harganya pun tidak cocok untuk sekedar barang hadiah. Dia pun menegang.

"Benar, seseorang yang akan menyewa tanah memberikan untuk kita, tapi Mbok belum sepenuhnya menerima. Mbok menunggu kedatangan kamu."

Mira memikirkan sesuatu.

Selain menyewa dengan harga yang sangat mahal, mereka juga memberikan hadiah yang sangat besar. Tentu saja kalau dipikir-pikir tidak masuk akal.

Sebab, tanah tersebut di lereng bukit jauh dari jalan utama. Jadi, tidak mungkin cocok untuk dijadikan tempat usaha. Selain itu, juga sedikit tandus, sehingga sulit untuk jadi tempat bercocok tanam. Itulah sebabnya, sangat sulit untuk menjualnya, bahkan dengan harga yang murah.

Waktu itu, ayahnya dirawat di rumah sakit. Ia pun berusaha untuk menjualnya, tetapi tak seorang pun yang mau membelinya. Anehnya, akhir-akhir ini banyak orang yang berusaha untuk membelinya atau menyewa tanah tersebut bahkan ada yang sampai memaksa.

"Mbok, Mira tak ingin menjual tanah itu. Untuk masalah sewa, Mira akan mempertimbangkannya dulu. Karena, Mira sedikit menaruh curiga: kenapa orang lain sangat menginginkannya?"

Keduanya pun sepakat untuk tidak terburu buru memutuskan penjualan tanah tersebut.

****

Esok harinya, Mira berjalan cukup jauh menuju tanah warisan orang tuanya itu. 

Tanah tandus tersebut sangat mudah terlihat dari ketinggian karena tanaman yang tumbuh di sana hanya beberapa saja. Dibandingkan dengan tanah milik tetangga tetangganya yang bisa ditanami kopi atau kelapa yang bisa menghasilkan. Mira duduk di bawah sebuah pohon yang ia bisa melihat tanahnya yang berwarna lebih putih dan juga ada sebagian yang kemerahan.

"Ada apa dengan tanah ini? Apa yang mereka inginkan?" gumamnya. Tak lama kemudian beberapa anak keluar dari area tanahnya yang mereka sepertinya baru saja mandi di sungai kecil yang mengalir tepat di tengah kebunnya.

"Bapak tadi kayaknya dapat emas banyak ya Jo," kata seorang temannya berbicara pada yang lain.

Deg!

'Apa yang baru saja mereka bicarakan? Apakah mereka baru saja berbicara soal Emas? Apa aku nggak salah dengar ya? Di kebunku ini? Ada Emas?'

Dada Mira bergemuruh, ia harus membuktikan hal ini secepatnya!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status