Tidak banyak obrolan di meja makan, karena baik aku ataupun Mariska memang masih canggung.
Setelah selesai makan, Morin langsung bangun dari tempat duduknya seraya berkata
“Om setengah bule jangan lama ya ngomong dengan mama, setelah ini mama mau membantuku membuat PR.” dan dia berlalu begitu saja dibarengi seruan Mariska memanggil namanya karena kesal melihat sikap Morin yang kurang ajar.
“Maaf ya Don, Morin memang anaknya usil.” kata Mariska dengan wajah memerah.
“Tidak apa, sepertinya Morin anak yang bersemangat” jawabku bingung mengartikan perilaku Morin. mungkin anak itu tidak suka denganku.
“Iya, dia memang anak yang ceria tapi bicaranya suka seenaknya, maaf ya jika kata katanya sedari tadi menyingungmu” ucapnya penuh sesal.
“Oh iya, apa yang mau kamu bicarakan Don?” lanjutnya lagi teringat maksud kedatangan Donny.
“Hm.. bisa kita bicara di luar saj
Kembali ke masa sekarang...Jam delapan pagi di hari senin, dua hari setelah pemakaman Mariska. Asisten Pak Andreas yang bernama Tony Jayden datang ke rumah. Usia pria itu sekitar pertengahan tiga puluh, wajahnya tampan khas oriental, orangnya juga ramah dan sopan. Dia memberitahukan maksud kedatangannya adalah untuk mengantar Donny dan Morin melihat rumah yang sudah disiapkan oleh Pak Andreas.Donny takjub, dia tidak menyangka kalau bisa secepat ini. Dia pikir mencari tempat tinggal yang bisa langsung ditinggali tidak akan semudah membeli kue ulang tahun, pesan hari ini, besok sudah sampai. Tapi namanya orang kaya, tidak ada yang mustahil.Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam tiga puluh menit, kami tiba di rumah dua lantai di kawasan menteng. Rumah ini tidak seperti rumah baru dalam artian rumah ini sepertinya masih ada yang tinggal sampai sekarang.Rumah ini cukup besar, luas tanahnya sekitar dua ratus lima puluh
Hari itu dihabiskan Donny dan Morin untuk memindahkan barang dari rumah Mariska ke rumah baru mereka.Mereka dibantu Jono dan Supri. Morin memaksa Jono juga ikut dengan membawa mobil sedan yang diberikan Pak Andreas untuknya, Morin mengatakan kalau saat kembali ke rumah baru, dia dan mbak Novi akan naik mobil miliknya sendiri. Dasar anak jaman sekarang, pikir Donny.Di rumah Mariska, Donny tidak bisa banyak membantu dikarenakan kakinya yang masih di gips. Jadi memang tenaga Jono dan Supri dibutuhkan untuk membantu mengangkat barang mereka ke mobil.Saat Donny sedang mengarahkan Jono dan Supri untuk menyusun barang yang akan dimasukkan ke dalam mobil, mbak Novi datang menghampirinya membawa sebuah dus besar.“Pak Donny”“Iya mbak Novi?”“Ini barang barang alm, sepertinya ini surat surat, dokumen dan perhiasan alm, apakah mau dibawa semua? Masih ada satu dus lagi di kamar. Apakah bapak mau
“Mbak Novi”“Mbak Novi” suara itu datang bersama dengan tepukan di bahunya menyadarkan Novi dari lamunannya saat pertama kali bertemu alm.“Iya Pak Donny” dia melihat Donny menatapnya dengan kening berkerut“Apakah ada masalah Mbak Novi?” tanya Donny khawatir“Tidak Pak, maaf tadi saya teringat alm.” dia merunduk, dia takut Donny memarahinya karena bengong di waktu sibuk seperti ini.“Iya, tidak apa apa Mbak Novi. Saya hanya khawatir Mbak Novi mungkin sedang tidak sehat.” Donny mengulas senyum menenangkan.“Oh tidak Pak, saya sehat koq.. Ini sebentar saya ambil dus barang alm satunya lagi di kamar” dia langsung berbalik. Novi merasa wajahnya merona, dia tidak pernah disenyumi pria setampan Donny sebelumnya. Pria paling tampan yang pernah di lihat adalah Ucup, anak ketua RT di kampungnya yang menjadi idola gadis gadis di kampungnya sampai kampun
Mereka tiba di rumah jam satu siang. Saat tiba di rumah, Donny tidak bisa bangkit dari posisi duduknya di mobil. Kakinya sudah tidak bisa diajak bekerja sama, akhirnya dia dibantu Supri dan Jono menuju kamarnya.Dia sudah menahan nyeri di kakinya sejak di sekolah ke empat. Karena terburu buru ingin segera pergi dari sekolah ketiga, dia langsung menggendong Morin tanpa memikirkan kakinya yang masih di gips. Karena saat itu dirinya sedang panik, dia tidak merasakan nyeri di kakinya saat berjalan cepat dengan menyeret kakinya saat menuju mobil dengan menggendong Morin. Morin sudah tidak ringan, berat anak itu sekitar dua puluh lima kilogram.Dia baru menyadari nyeri di kakinya saat berjalan di sekolah ke empat, tapi dia tahan karena ini adalah tempat terakhir yang mereka kunjungi hari ini.Saat tiba di kamarnya, Donny langsung meminta Supri untuk mengambilkan tongkat penopang kakinya yang dia simpan dalam lemari, agar nanti dia bisa berjalan tanpa
Morin marah, dia tidak terima ayahnya dipukul. Dia berdiri diantara Donny dan wanita itu. Dia menatap garang pada Rosaline. Rosaline yang sedari tadi memperhatikan Morin menaikkan sebelah alisnya, dia penasaran apa yang akan dilakukan anak itu.“PERGI SANA MAK LAMPIR!!!” usir Morin.“MORIN!!” Donny membentaknya, membuat anak itu kembali menghampiri ayahnya. Maksudnya membentak karena Morin tidak sopan, tapi anak itu malah berpikir lain.“Apakah sakit sekali papa? Kita ke rumah sakit ya, Morin panggil Pak Jono dulu.” Morin yang tidak menyadari suasana panas di sekitarnya berpikir kalau papanya berteriak karena merasa sangat sakit.Wajah wanita itu menggelap, warna merah menghiasi wajah putihnya, nafasnya sudah pendek pendek, amarahnya sudah sampai di batasnya. Bahkan anak berengseknya ini tidak bisa mengajari cucunya untuk sopan padanya. Dia sudah kembali mengepalkan tangan dan sia
Keesokan harinya Donny mengantar Morin ke sekolah keempat untuk mendaftarkan Morin untuk menjadi murid disana, namanya Sekolah Semesta Indonesia.Morin sudah siap dari jam enam pagi, padahal jarak rumah ke sekolah hanya dua puluh menit dan sekolah masuk jam tujuh lewat tiga puluh menit. Dia sangat bersemangat untuk bersekolah di tempat elit dengan guru guru tampan.Rosaline sedang menyiapkan sarapan nasi goreng saat Morin keluar dari kamarnya diikuti Novi. Mendengar suara langkah kaki mendekat membuat Rosaline mengangkat tatapannya dari makanan yang tengah disiapkannya. Tatapan bertemu dengan tatapan Morin, mereka saling menatap dalam diam. Rosaline menunggu anak itu untuk mengucapkan salam. Sedangkan Morin menunggu untuk ditawari makan.Krik krik krikHampir sepuluh menit mereka saling menatap dan tidak ada yang mau mengalah sampai kemudian Donny keluar dari kamarnya dan menyapa Rosaline.“Selamat pagi ma, ha
Tanpa terasa hari cepat berlalu sampai di hari jumat, hari kedatangan ayahnya dan Darren beserta Eloisa. Donny sudah berusaha meminta ibunya untuk membatalkan titahnya menyuruh ayah dan adiknya datang ke Jakarta karena dia tidak enak menyusahkan semua orang, padahal dia tidak kenapa kenapa.Tapi ibunya mengatakan bahwa sebenarnya dia dan ayahnya sudah berencana ke Jakarta setelah pernikahan Darren, tapi belum menemukan waktu yang pas. Dan karena sekarang dia sudah di Jakarta, jadi sekalian saja ayahnya menyempatkan waktu ke Jakarta.Begitu juga dengan Darren dan Eloisa, ada yang mau om Aksa bicarakan dengan Darren, jadi Darren juga harus ke Jakarta.Om Aksa adalah sepupu mama. Om Aksa merupakan salah satu crazy rich Indonesia, perusahaan bertebaran di Indonesia, bahkan sampai ke benua benua lainnya. Om Aksa adalah adik angkat dari aya
Tiga tahun kemudian..Di suatu sore yang cerah, Donny baru saja selesai menghadiri rapat di kantor pusat saat mendengar ponselnya berbunyi. Saat melihat id callernya, dia menghela napas.'Albert calling'Tidak ada berita baik yang akan disampaikan jika anak bungsu Pak Andreas yang baru berusia tiga belas tahun ini menghubunginya. Morin pasti berbuat ulah lagi.“Hallo”“Hallo, Om Donny”“Iya Albert, Ada apa?”“Hm, Om Donny… tadi kak Sissy pergi dengan teman temannya, bersama Morin juga”&l