Beranda / Horor / Warisan Terlarang: Kontrak Darah 90 Hari / Bab 11 – Wajah yang Dipinjam

Share

Bab 11 – Wajah yang Dipinjam

Penulis: T.Y.LOVIRA
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-30 07:12:33

"Yang paling berbahaya bukan hantu di luar pintu, tapi yang memakai wajah orang yang kau cinta."

Naira menatap cermin besar di kamarnya. Seharusnya ia melihat dirinya sendiri, tapi bayangan itu… berbeda. Rambutnya lebih panjang. Bibirnya mengukir senyum yang terlalu lebar untuk wajah manusia.

Ia mundur, terhuyung. “Itu bukan aku…”

“Bukan,” suara dari cermin menjawab, pelan. “Tapi kami bisa jadi siapa pun yang kau mau. Siapa pun yang kau rindu.”

Naira menutup mata, berharap itu halusinasi. Tapi ketika ia buka kembali, bayangan itu sudah berubah.

Linda.

Adiknya berdiri di balik cermin, mengenakan baju yang sama seperti terakhir kali Naira melihatnya di rumah sakit. Tapi kulitnya pucat keabu-abuan. Dan matanya… hitam penuh, tanpa bola mata.

“Na…” suara itu lembut. Persis suara Linda. “Kamu capek? Pulang, yuk. Biar aku gantiin kamu di sini.”

Air mata menetes di pipi Naira. “Jangan pakai wajah dia… jangan!”

Ibunya masuk ke kamar, buru-buru menarik Naira menjauh dari cermin. “Janga
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Warisan Terlarang: Kontrak Darah 90 Hari   Bab 20 – Di Antara Hidup & Pintu

    Naira membuka mata. Putih. Hanya itu yang terlihat. Tak ada dinding, tak ada atap, bahkan tak ada lantai yang jelas. Tapi dia berdiri, atau melayang—sulit membedakannya. Tubuhnya ringan, terlalu ringan, seolah sebagian dirinya sudah hilang. “Aku… di mana?” suaranya bergema panjang. Tak ada jawaban. Lalu—suara langkah. Pelan. Berirama. Naira menoleh. Dan terhenti. Di hadapannya, berdiri seorang perempuan. Tinggi, kurus, rambut panjang menutupi sebagian wajah. Tapi Naira tahu—dia tahu—itu dirinya sendiri. Versi lain dari dirinya. Perempuan itu tersenyum samar. “Akhirnya kau sampai juga.” Naira mundur, tubuhnya bergetar. “Apa… siapa kamu?” “Bukan siapa-siapa.” Suara itu identik dengannya. “Aku… kamu. Tapi tanpa semua beban. Tanpa semua luka.” Naira menelan ludah. “Jangan main-main.” “Ini bukan main-main.” Bayangan itu mendekat, langkahnya tidak menyentuh tanah. “Kau datang ke sini karena memilih dirimu sebagai harga. Sekarang, kau harus benar-benar jadi dirimu yang baru. Yan

  • Warisan Terlarang: Kontrak Darah 90 Hari   Bab 19 – Harga Terakhir

    "Semua gerbang menuntut harga. Tapi harga terakhir… selalu mematahkan." Naira berdiri di hadapan gerbang ketiga. Berdenyut. Hidup. Bau anyir bercampur kemenyan memenuhi udara. Revan berdiri di sampingnya. “Setelah kau masuk, tidak ada jalan keluar. Apa kau siap?” Naira tidak menjawab. Tangannya gemetar menggenggam keris, tapi matanya lurus menatap gerbang. “Kau ingin mengakhiri ini? Berikan yang paling kau cintai.” Suara pintu menggema, lebih jelas, lebih dekat. Langkah Naira terasa berat ketika memasuki gerbang. Gelap menelan segalanya. Lalu cahaya samar muncul. Dia berdiri di sebuah ruangan kosong. Tidak ada dinding. Tidak ada atap. Hanya lantai putih tak berujung. Di tengah ruangan itu… berdiri dua sosok. Ayahnya. Dan Linda, adiknya. Keduanya terikat rantai di leher dan tangan, mata mereka kosong seperti tak sadar. “Ayah… Linda…” Naira berlari mendekat. Tapi setiap langkah membuat lantai di bawahnya bergetar, muncul tulisan merah yang terbentuk dari darah. “Pilih sal

  • Warisan Terlarang: Kontrak Darah 90 Hari   Bab 18 – Gerbang Kedua

    "Kalau kau ingin tahu siapa dirimu… lihat siapa yang berdiri di belakangmu sebelum kau lahir." Dingin menusuk. Tubuh Naira serasa dilempar ke jurang tak berujung. Saat matanya terbuka, ia tidak lagi berada di penthouse. Ia berdiri di sebuah jalan tanah yang basah, diterangi rembulan pucat. Udara berbau tanah dan kemenyan. Pohon-pohon bambu di kanan-kirinya bergoyang perlahan, menghasilkan bunyi seperti bisikan. Di ujung jalan, terlihat rumah kayu. Rumah kakeknya. Tapi berbeda. Lebih tua. Lebih suram. “Masuklah… lihat bagaimana semuanya dimulai…” Naira melangkah, kakinya berat seperti ditarik tanah. Saat mendekati teras, terdengar suara—seorang perempuan. “Jangan paksa aku, Pak!” Naira terhenti. Itu… suara ibunya. Ia mendekat ke jendela. Di dalam, terlihat ibunya yang masih muda. Wajahnya tegang, matanya sembab. Di hadapannya berdiri seorang lelaki tua—kakeknya. “Kau tahu darahmu bukan darah biasa, Salma,” suara kakeknya berat. “Kau pewaris. Kalau kau menolak, kita semua

  • Warisan Terlarang: Kontrak Darah 90 Hari   Bab 17 – Pintu Berbisik

    "Kalau kau dengar suara di kepalamu, jangan percaya. Itu bukan kau… tapi pintu yang sedang membuka matamu." Naira terbangun di ranjang penthouse 9B. Badannya terasa lebih ringan, tapi dingin menjalar dari dalam, seperti ada yang merayap di bawah kulitnya. Ruangan itu gelap. Hanya ada cahaya samar dari jendela besar. Dia duduk. Tangannya meraba bahu—pola rantai itu masih ada. Tapi sekarang bercahaya samar, berdenyut… seperti napas. “Kau bisa melihat mereka sekarang…” Suara itu. Lembut tapi membuat bulu kuduk berdiri. “Siapa… siapa kalian?” Naira berbisik. Tidak ada jawaban. Hanya desis yang menyusup ke telinganya. Dia melangkah ke depan cermin besar. Refleksinya… bukan dirinya. Wajah itu pucat, mata gelap, bibir berlumur darah. Rambutnya basah seakan habis ditenggelamkan. Naira terhuyung mundur. “Bukan aku…” “Kau sedang melihat salah satu dari kami. Yang pernah dibuka pintu ini. Yang dulu… juga menjual hidupnya.” Dia memejamkan mata, berharap bayangan itu hilang. Tapi keti

  • Warisan Terlarang: Kontrak Darah 90 Hari   Bab 16 – Tumbal Darah

    "Setiap pintu butuh tumbal. Dan darah… adalah kunci yang paling mudah." Naira terbangun dengan bau besi menusuk hidungnya. Bau darah. Penthouse 9B sudah berubah. Karpetnya hilang, diganti lantai hitam licin seperti marmer basah. Di tengah ruangan, ada lingkaran besar—digambar dengan cairan merah yang masih mengkilap. “Tidak…” bisiknya, mundur ke dinding. Di kursi pojok, Revan menunggu. Kali ini ia mengenakan pakaian ritual serba hitam, dengan kalung tulang menggantung di lehernya. “Selamat datang di tahap berikutnya,” katanya tenang. “Hari Ketujuh. Tumbal pertama.” Naira menggigil. “Aku sudah melepaskan Mama… apa lagi yang kau mau?!” Revan berdiri. Langkahnya membuat lantai bergetar ringan. “Pintu tidak kenyang hanya dengan jiwa. Ia butuh darah. Dan kali ini, darahmu sendiri.” Dia menunjuk ke tengah lingkaran. “Duduk.” “Tidak.” “Duduk, atau kau akan ditarik paksa.” Sebelum Naira sempat melawan, udara di sekelilingnya berubah dingin. Angin gelap melilit pergelangan tangannya

  • Warisan Terlarang: Kontrak Darah 90 Hari   Bab 15 – Rantai Keenam

    "Setiap luka yang kau tutupi, akan muncul di permukaan… sebagai rantai." Naira tersentak. Ia tidak tahu sudah berapa lama berdiri di ruang itu—kabutnya lenyap, tapi tubuhnya terasa berat. Saat melihat tangannya, ia hampir menjerit. Goresan merah seperti urat bercahaya menjalar dari ujung jari hingga ke bahu, membentuk pola bercabang seperti akar pohon. Pola itu berdenyut. Hidup. “Tidak…” Naira memeluk dirinya. “Apa yang terjadi padaku?” Suara Revan datang dari belakang. Ia sudah kembali dengan wajah manusiawinya. “Itu bukan luka. Itu rantai. Dan setiap rantai menandakan ikatan baru dengan pintu.” “Aku tidak mau ini!” “Tidak ada yang mau. Tapi kau sudah memilih ketika masuk.” Naira meraba bahunya. Pola itu panas, menyengat seperti dibakar. Di bawah kulitnya, sesuatu bergerak, menjalar ke tulang. “Kenapa sekarang?!” “Karena kau sudah membuka gerbang pertama. Kau mulai mengerti apa artinya jadi simpul—jembatan antara dunia ini dan mereka.” “Kalau aku potong ini dengan keris—”

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status