Share

2. Jangan, Pak!

Sibuk dengan sapu dan pel, siapa lagi jika bukan Nesta. Semua ini dia lakukan demi keluarganya di kampung, demi perut yang harus diisi, demi hati yang harus dihibur dengan kuota internet dan berjalan-jalan. Semua harus dijalani.

Tiba-tiba, Nesta kepikiran dengan peringatan yang diberikan beberapa hari lalu. Pertama, dia tidak boleh mendekati Viano. Kedua, dia tidak boleh melihat Viano. Ketiga, dia tidak boleh menyapa Viano. Keempat, jika bertemu di luar, mereka harus berpura-pura tidak saling kenal.

Seumur hidupnya, baru kali ini Nesta mengetahui adanya aturan seperti itu. Apalagi di situ ditulis dengan jelas, jika Nesta melanggar aturan, gajinya akan dipotong 10%. Jika melanggar tiga kali, gajinya akan dipotong 50%. Sungguh atasan yang kejam!

"Stupid!" Tiba-tiba ada yang memaki saat dia sedang membersihkan lantai atas. Ketika dia menoleh, ternyata itu adalah Viano.

Benar-benar menjengkelkan! Memang dia salah karena kain pelnya menyentuh sepatu Viano. Namun, apakah harus dipanggil 'stupid'?

"Maafkan saya, Pak." Sebagai karyawan yang baik, Nesta memilih untuk mengalah.

Namun, alih-alih mendapatkan maaf, Nesta malah mendapatkan omelan.

"Saya sudah bilang ke kamu jangan pernah mendekati saya!"

"Yang mendekatimu, siapa?" Jika saja Viano bukan atasan, Nesta pasti akan menunjukkan rasa marahnya.

Setelah berpikir, Nesta menyadari bahwa dia bukanlah yang salah. Dia memang bertugas membersihkan lantai pada jam tersebut. Jadi, jelas siapa yang salah di sini.

"Seharusnya, Bapak  tidak perlu ke sini. Bapak tahu bahwa saya akan membersihkan lantai pada jam ini."

"Karyawan kurang ajar!" Viano semakin marah, "Saya ini atasan kamu. Tahu?"

Nesta mengangguk. "Iya, Pak, saya tahu. Tapi saya tidak salah. Saya memang sedang membersihkan lantai. Anda yang tiba-tiba muncul."

"Oh, jadi kamu mau mengatur saya?"

Kepala Nesta sakit. Lalu, apa yang harus dia lakukan jika dia yang benar?

Jika dia berargumen, Viano tetap tidak akan mengakui kesalahannya. Jadi, Nesta memilih untuk mengalah. Daripada terjatuh dari lantai atas karena orang menjengkelkan di depannya ini.

"Baiklah, Pak, saya minta maaf."

Nesta melihat air sedikit di sepatu Viano, kemudian dia mengambil sapu tangan dari kantongnya.

"Biar saya membersihkan sepatu Bapak." Nesta berjongkok di depan Viano dan mulai membersihkan sepatunya.

Namun, sebelum sapu tangan menyentuh sepatu, Viano menarik kakinya ke belakang.

"Apa yang kamu lakukan?"

"Saya mau  membersihkan sepatu Bapak !" Nesta merasa jengkel. Bos terus mengomel karena sepatunya kotor dan sekarang saat dia mencoba membersihkannya, dia malah protes. Apa yang dia inginkan sebenarnya?

Viano segera meraih kedua lengan Nesta, memaksanya berdiri.

"Saya tahu trik seperti ini!"

"Apa maksud Anda?"

Viano tersenyum sinis. "Kamu menggunakan metode ini untuk merayu saya, bukan?"

Nesta merasa heran dengan kepercayaan diri Viano.

Viano melempar pandangan licik ke Nesta. "Ayo, tempat ini sepi. Apa yang kamu inginkan saya lakukan untukmu?"

"Huh! Jika tempat ini sepi, menurut Bapak apa yang saya inginkan?"

Viano mengangkat bahunya. "Pastinya sesuatu yang sangat kamu harapkan."

Harapan apa? Nesta berharap Viano pergi dari sana sehingga dia bisa melanjutkan pekerjaannya. Tapi bos mengganggunya dan tetap berada di sana.

Nesta memutuskan untuk mengabaikannya. Dia mengambil ember dan alat pembersih dan berencana pergi dari sana. Tapi Viano dengan cepat menarik tangannya, membuatnya berada sangat dekat dengan Viano.

Alat pembersih jatuh dari tangannya, begitu juga ember, dan airnya tumpah ke mana-mana.

Viano memojokkan Nesta ke dinding balkon kantor, membuatnya semakin marah.

"Tempat ini sepi, belum ada orang lain. Bagaimana jika kita 'bermain' sedikit?" Viano mendekatkan bibirnya ke telinga Nesta, membuat gadis baru di kantor itu merinding.

"Bapak gila!" Nesta memukul wajah Viano.

"Ayo, saya tahu trik pura-pura menolak seperti ini." Viano semakin memojokkan Nesta.

Nesta mencoba menampar Viano untuk kedua kalinya, tetapi kali ini Viano menangkis. Sekarang, kedua tangan Nesta terjebak di atas, memungkinkan bosnya untuk mendekatkan wajahnya ke wajah Nesta.

"Bapak mau apa?" Nesta bertanya sekali lagi.

Sudut bibir Viano terangkat. "Menciummu," bisiknya di telinga Nesta.

"Tidak!" Nesta berteriak sekeras mungkin.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status