Share

Warning: Bos Galak!
Warning: Bos Galak!
Author: Yurriansan

1. Tolong, Bosku Kejam!

Teriakan Viano membahana ke mana-mana. Dengan sinis, dia menunjuk gadis di hadapannya, bertanya dengan nada kesal, siapakah dia.

"Saya, Pak?" Gadis itu bertanya dengan nada heran.

"Iya, kamu!" Viano menjawab dengan nada ketus.

"Saya--"

Sebelum gadis itu bisa menyelesaikan kalimatnya, pintu dibuka oleh seseorang. "Ada masalah apa ini, Pak?"

"Mau tahu apa masalahnya! Kamu tidak melihat ini." Viano menunjukkan celananya yang kini basah oleh tumpahan kopi panas. Lebih memprihatinkan lagi, kopi itu tumpah di 'area sensitif'.

"Saya minta maaf, Pak." Gadis yang menjadi penyebab masalah ini berusaha menjelaskan.

"Ah...." Ivan menepuk dahinya. "Tolong maafkan dia, Pak. Dia karyawan baru."

Viano menggerutu. "Pecat dia sekarang juga!"

Ivan menoleh ke arah Nesta--karyawan baru yang baru saja menumpahkan kopinya.

Nesta  panik. Bagaimana mungkin, baru bekerja sehari saja sudah dipecat? Apalagi, ada rencana makan-makan awal bulan dan jalan-jalan.

Belum lagi Yato yang sudah meminta hadiah berbagai macam kepada Nesta, ibunya yang meminta daster baru sekalian ganti kompor, dan ayahnya diam-diam juga mau sepatu kulit.

Ah, jika dia dipecat, harapan keempat orang tersebut akan sirna. Sungguh sebuah situasi yang tidak diinginkan!

"Pak, mohon maafkan saya." Nesta meraih tisu dan mencoba membersihkan noda yang ada di celana Viano.

"Ke mana kamu mau memasukkan tanganmu itu!"

"Saya hanya ingin membersihkan celana Bapak."

Astaga! Ivan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.

Viano mundur satu langkah. "Jangan berani-berani, ya! Kamu bukan istri saya, mau memegang-megang."

"Istri?" Nesta mengerutkan dahinya, bingung. Apakah ini yang disebut nasib buruk, dimana dia selalu salah dalam setiap situasi.

Apakah dia bodoh? Bagaimana mungkin Viano membiarkan wanita asing menyentuhnya sembarangan.

"Keluar kamu dari ruangan saya!"

"Hah?" Nesta benar-benar terkejut dan merasa sangat bodoh dalam situasi ini.

Ivan mengambil kendali atas situasi. "Silahkan keluar sebentar, ya."

"Tapi, Pak." Nesta hampir saja berbicara tentang kekhawatirannya akan pemecatan, namun dia memilih untuk menahan diri.

"Sudah, silahkan keluar terlebih dahulu. Biar saya yang mengurus ini."

Nesta pun menurut dan meminta izin untuk meninggalkan ruangan tersebut.

"Sial! Dari mana asal gadis itu?" tanya Viano setelah Nesta menutup pintu.

"Dia adalah karyawan baru yang kita rekrut kemarin, Pak," jawab Ivan.

"Kamu merekrutnya tanpa mempertimbangkan kualitasnya?"

"Hah?" Ivan terkejut dengan tuduhan Viano. Dia bahkan harus lembur untuk proses rekrutmen tersebut. "Anda sendiri yang memerintahkan untuk merekrut karyawan dengan nilai tes terbaik. Dan dia adalah yang terbaik, Pak."

"Terbaik? Dari mana bagian terbaiknya!" Viano membantah. "Tidak bisakah Anda lihat, dia menumpahkan kopi panas ke celana saya." Viano menunjuk celananya. 

Ivan hanya bisa menghela napas.

Setelah emosinya sedikit mereda, Viano duduk di kursi kerjanya.

"Saya tidak peduli, pecat dia hari ini juga!"

Ivan menghela napas dan menghembuskannya perlahan. "Kita sudah terlalu sering memecat karyawan, Pak. Jika kita memecat dia kali ini, itu adalah tindakan yang tidak adil. Dia masih karyawan baru, kita harus memberi kesempatan. Biasanya di televisi, bos yang jahat akan mendapatkan hukuman."

Viano semakin marah. "Saya akan memecatmu!"

Ivan merasa pusing. "Tapi, Pak, dia baru saja menandatangani kontrak dengan kita. Dia harus bekerja minimal 1 tahun dengan kita. Jika dia berhenti di tengah jalan, kita akan memberikan denda 3 bulan gaji. Sedangkan jika kita memecat dia kurang dari 1 tahun tanpa alasan yang berarti, kita akan mendapatkan penalti seratus juta."

Viano terkejut. "Gila! Seratus juta? Siapa orang bodoh yang membuat aturan itu?"

"Anda sendiri yang membuatnya, Pak."

Sial! Viano merasa begitu bodoh membuat aturan semacam itu. Semuanya karena dia tidak bisa menahan diri untuk tidak memecat karyawan yang menjengkelkan.

"Bagaimana bisa kamu merekrut karyawan seperti ini, Van? Biasanya kamu tidak pernah salah dalam merekrut karyawan," kata Viano.

Ivan hanya diam.

"Coba bayangkan, baru satu hari bekerja sudah seperti ini. Kamu tidak biasanya salah dalam memilih karyawan."

Kali ini, Ivan menjawab. "Bukankah Anda sendiri yang meminta saya memilih karyawan sesuai dengan keinginan Anda?"

"Keinginan saya bagaimana?" tanya Viano.

"Anda meminta saya memilih karyawan yang kuat, rajin, dapat bekerja, tidak mudah baper, dapat bertahan saat Anda marah, dan tidak mudah tersinggung," jawab Ivan.

Viano memijat kepalanya mendengar penjelasan Ivan.

"Ketika saya melakukan tes, Nesta adalah kandidat yang paling memenuhi kriteria Anda. Dia mengatakan bahwa dia sudah terbiasa dengan situasi seperti ini." Ivan mengetuk meja kerja Viano. "Dia tinggal dengan ibu tirinya yang sangat cerewet."

"Jadi maksudmu, saya secerewet ibu tirinya itu?"

Ivan mengerucutkan bibirnya. Dia membiarkan Viano menafsirkan sendiri.

Viano mencoba mengingat. "Apakah saya meminta seperti itu?"

"Saya bisa menunjukkan rekaman percakapan tersebut kepada Anda." Ivan hendak mengambil ponselnya. Dia selalu siap sedia, karena Viano adalah seorang yang emosional. Dia memang memiliki strategi yang baik dalam bisnis, namun dalam hal emosi, dia sangat buruk.

Viano segera mencegah. "Tidak usah. Yang penting mulai hari ini, saya tidak ingin melihat dia lagi."

"Tapi kita tidak bisa sembarangan memecat karyawan, Pak, mereka juga memiliki hak asasi."

"Saya tidak peduli. Saya tidak ingin melihat dia lagi."

"Baik, Pak, kita bisa mengatur agar Anda tidak melihat dia lagi."

"Saya tidak percaya pada kamu lagi. Saya akan membuat aturan sendiri dan mengirimkannya ke email kamu."

Ivan menunggu, jika saja Viano masih membutuhkannya.

"Mengapa kamu masih diam? Lanjutkan kerjamu, Van!"

Dengan mendesah, Ivan meminta izin untuk pergi. Jika Viano masih ingin 'berceramah', mungkin dia yang akan mengajukan pengunduran diri.

"Permisi, Pak!" Ivan mengendalikan emosinya.

"Hmm!" Viano tidak peduli.

***

Nesta menuju ke pantry untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tersisa. Tangannya terasa gemetaran. Bagaimana jika dia benar-benar dipecat?

Dia baru saja berpikir tentang gaji bulan depan dan berlibur ke Bali di akhir tahun, namun sekarang dia mungkin dipecat. Jika ini terjadi, dia mungkin bukan berlibur ke Bali di akhir tahun, melainkan ke BIKINI BOTTOM. Melihat si kuning dan si pink tertawa-tawa tanpa alasan.

Tiba-tiba Lusi datang dan mencengkeram tangan Nesta.

Nesta merintih kesakitan.

"Apa yang kamu lakukan di ruangan Pak Viano tadi?"

"Sedang membuat Vlog," jawab Nesta santai. Lagipula, pertanyaan Lusi terlalu aneh. Nesta di ruangan Viano? Tentu saja dia membawakan kopi.

"Jangan main-main kamu!" Lusi sangat marah pada Nesta.

"Ibu ini aneh, saya sedang bekerja tapi masih ditanya apa yang saya lakukan."

"Kamu tidak diajarkan sopan santun, ya! Berbicara dengan atasan tanpa sopan santun."

"Bukan begitu, Bu. Justru Ibu yang aneh, datang-datang melakukan kekerasan fisik. Saya juga bingung kenapa Ibu sangat penasaran."

Lusi mengernyitkan dahi. "Apa yang terjadi tadi?"

"Tadi saya menumpahkan kopi ke celana Pak Viano."

Lusi mengerutkan kening. "Bagaimana bisa?"

"Ya, karena saat saya mau bertanya ke Pak Viano, dia tidak menjawab."

"Lalu?"

"Karena dia tidak menjawab saat saya memanggil, saya menepuk pundaknya. Dia malah terkejut. Kopi pun tumpah semua."

"Kamu berani sekali menyentuh Viano!"

"Bukan menyentuh, Bu, hanya menepuk. Di sini ...." Nesta menunjukkan pundaknya. "Itu pun hanya dengan kuku, dan pelan," tambahnya. Belum tahu saja, Nesta biasa memanggil adiknya dengan sandal jepit.

"Ih!" Lusi mulai kesal. "Kamu banyak bicara, ya."

"Kalau saya diam saja, Ibu pasti bingung."

"Ya, Tuhan ...." Lusi semakin kesal. "Hati-hati kamu!" Dia mendorong tubuh Nesta.

Setelah digeser, Nesta melanjutkan pekerjaannya. Lusi kembali ke ruangannya.

"Tadi dia yang bertanya, dia pula yang marah. Dasar sekretaris yang suka marah-marah. Sok cantik." Nesta mengomel pada gelas yang kotor.

Nesta harus bersabar. Memang begitu adanya saat bekerja. Yang penting untuk diingat, tidak memiliki uang lebih menyeramkan daripada dimarahi Bos!

Siangnya, Nesta dipanggil ke ruangan Ivan.

"Masuk!" Ivan mempersilakan, ketika ada yang mengetuk pintu. Tebakannya benar, Nesta yang datang.

Nesta masuk. "Permisi, Pak." Dia duduk di depan Ivan, dalam hati menebak bahwa dia mungkin akan dipecat.

Ivan menatap Nesta. "Kamu tahu, pagi ini kamu sudah melampaui batas," ujar Ivan.

Nesta hanya menunduk. "Maafkan saya, Pak."

Ivan berdecak, lalu dia menyalin sebuah file dari ponselnya ke komputer. Nesta menoleh, ketika sesuatu dicetak dari mesin printer.

Ivan membaca sebentar, kemudian dia melipat kertas tersebut dengan rapi. "Ini untuk kamu." Ivan memberikan hasil cetakannya.

Ah, ini benar-benar surat pemecatan.

"Baca itu dengan baik, dan pastikan tidak ada kesalahan."

"Baik, Pak."

"Kamu boleh kembali bekerja."

Nesta keluar dari ruangan Ivan. Sebelum mulai bekerja, dia membaca kertas yang diberikan Ivan tadi. Matanya terbelalak. Ini bukan surat pemecatan. Namun, ini LEBIH BAHAYA.

Viano gila!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status