Share

3. Pernyataan Perang

Viano selalu menjadi orang yang paling awal bangun di pagi hari. Tidak ada yang pernah melihatnya datang terlambat, kecuali ada situasi darurat. Setiap hari, ia selalu menjadi orang pertama yang tiba di kantor, bahkan sebelum para karyawannya. Itulah sebabnya, tidak ada seorang pun di Gold Corporation yang berani datang terlambat.

Hari ini, suasana hati Viano tampak kurang baik.

Alasan yang pasti tidak diketahui, namun Raja--anak tunggal Viano--terus merengek tanpa henti. Bahkan saat Viano berada di kantor, Raja masih terus menghubunginya untuk merengek.

"Raja, Ayah harus bekerja, Nak," ucap Viano.

"Ayah selalu bekerja, tidak pernah peduli dengan Raja," balas Raja.

Viano yang berada di dalam lift menghela napas panjang. Bagaimana mungkin ia tidak peduli dengan anaknya?

"Nanti kalau Ayah ada waktu, kita pergi ke luar negeri ya, Sayang. Sekarang, Ayah benar-benar sibuk," ucap Viano.

Terdengar bunyi dentingan pintu lift. Viano melangkah keluar dari lift, sekarang ia berada di lantai paling atas kantornya.

Meski tidak ada percakapan lagi, ia masih bisa mendengar isak tangis Raja dari seberang sana. Ketika anaknya menangis, hatinya terasa gundah.

"Oke, Sayang, jangan nangis. Papa berjanji, minggu ini akan menemanimu ke sekolah," ucap Viano.

Belum sempat menyelesaikan percakapannya, sesuatu yang basah menyentuh sepatunya. Viano mengernyit, "Astaga! Siapa yang melakukan ini?"

Ia mengibas-ngibaskan celana panjangnya yang kini basah dan kotor.

"Bapak!" Nesta terkejut.

"Kamu lagi!" Viano menunjuk Nesta. "Setelah kopi panas, sekarang alat pel. Besok apa lagi!"

Nesta menggeleng, mengaku tidak sengaja. Semua ini terasa begitu familiar, hampir seperti mimpi.

Ya, seperti deja vu. Kepalanya hampir pecah pagi ini, karena mimpi dicium Viana.

Tidak! Nesta tidak mau jika Viana menciumnya.

Ia bersiap-siap, siap melawan jika si bos berbuat sembarangan.

"Bukannya saya sudah memberitahu kamu untuk menjaga jarak dengan saya. Karena kamu tahu apa?" ucap Viano.

Nesta mendengus. Apakah Viano ini sadar atau tidak?

Siapa yang ingin mendekatinya!

Nesta merasa kesal sendiri.

"Setiap kali bertemu denganmu, saya selalu mendapat kesialan!"

Perasaannya sama, Pak!

Namun, sebagai anak buah, Nesta harus mengalah. Dia meminta maaf, seperti yang seharusnya.

"Saya minta maaf, Pak," ucap Nesta sambil membungkuk, berharap Viano akan percaya bahwa dia benar-benar tulus.

Viano menatapnya dengan tatapan tajam. "Sepertinya, saya harus memberikan hukuman untukmu."

Tidak mungkin!

Nesta menggeleng cepat. "Tolong, Pak," katanya sambil mundur satu langkah.

Viano mengernyitkan alisnya. "Kamu mau lari ke mana pun, kamu tetap harus menerima hukumannya!"

Apa! Ternyata si bos ini memiliki pikiran yang kotor, membuat Nesta semakin khawatir.

Dia memutuskan untuk tutup mulut dan melindungi diri.

"Bapak boleh memberikan hukuman apa saja, tapi jangan meminta hal yang itu."

"Minta hal yang apa?" Viano tampak bingung.

"Saya tahu apa yang ada di pikiran Bapak. Hanya saja, Bapak harus tahu, meski saya perempuan miskin dan jelek di mata Bapak, saya masih memiliki harga diri. Meski Bapak termasuk pria tampan, bukan berarti saya bisa diperlakukan sembarangan."

Nesta berbicara panjang lebar, sayangnya Viano tampak tidak mengerti apa yang dia bicarakan.

"Apa yang sedang kamu bicarakan?"

"Saya tahu apa yang ada di pikiran Bapak."

"Memang apa yang ada di pikiran saya?" Viano mulai merasa gerah. "Kamu terlalu percaya diri."

Ketika Viano maju satu langkah, Nesta mundur lagi. Andai saja Viano bukan bosnya, dia pasti sudah memukulnya dengan alat pel.

"Pak, tolong. Meski di sini sepi, bukan berarti Bapak bisa mencium saya sembarangan."

"Apa!" Viano terkejut.

"Saya bisa berteriak sekeras mungkin jika Bapak berani berbuat sembarangan!" Nesta kemudian ingat bahwa dia masih memegang alat pel. "Bahkan saya berani memukul Bapak dengan ini." Dia menunjukkan gagang alat pel yang dia pegang.

Plak!

Viano memukul Nesta dengan tas kerja yang dia bawa.

"Kurang ajar kamu, berpikir seperti itu tentang saya!"

Nesta meringis kesakitan.

"Kamu pikir saya tertarik dengan gadis seperti kamu?" Viano memandang Nesta dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Tidak ada yang menarik!

"Jika saya ingin mencium seorang wanita, saya hanya akan mencium istri saya sendiri. Saya tidak akan mencium wanita lain, selain istri saya."

Nesta terdiam. Mimpi semalam membuatnya menjadi paranoid.

Viano menarik lengan Nesta, mendekatkannya.

"Ingin tahu apa yang saya pikirkan tentangmu?"

Nesta mendelik ketika Viano berada di sampingnya, sementara pria itu semakin mempererat cengkramannya.

"Saya tidak pernah menyukai wanita yang mengakui dirinya jelek dan miskin." Kemudian, Viano melemparkan tubuh Nesta.

Pria berlidah tajam itu berlalu begitu saja.

Nesta menoleh ke arah Viano yang pergi.

"Bos sombong! Hati-hati kalau kena karma!" dia mengutuk.

Viano terus berjalan.

Tanpa menoleh ke arah Nesta, dia berkata, "Hari ini, kamu telah melanggar aturan. Sebagai hukumannya, gaji kamu akan dipotong sebesar 20%." Setelah itu, dia terus berjalan.

Nesta ingin menjerit.

Bos yang menjengkelkan!

Pada detik ini, dia menyatakan perang dengan bos sombong yang paling menyebalkan di dunia, yang juga merupakan atasannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status