Home / Horor / Warung Kopi Dunia Bawah / Bab 4: Dukun Saingan Buka Warung Seberang

Share

Bab 4: Dukun Saingan Buka Warung Seberang

Author: D.Arluna
last update Last Updated: 2025-06-12 09:30:53

Pagi itu, hujan gerimis menyelimuti gang sempit tempat WarKoDuBa berdiri. Warung itu sepi, tak seperti biasanya. Aroma kopi masih menggantung, tapi suasana terasa janggal. Seolah-olah sesuatu yang tak kasat mata sedang mengintip dari balik kabut.

Dimas sedang menyapu halaman depan saat Toyo muncul dengan ekspresi gugup.

"Mas Dimas... semalam aku lihat sesuatu. Warung baru. Di ujung gang, tiba-tiba ada bangunan muncul dari tanah. Serius. Tadinya cuma tenda, sekarang udah kayak kafe kecil. Tapi... auranya serem banget."

Dimas mengernyit. "Tadi malam belum ada apa-apa di situ."

Toyo mengangguk cepat. "Tapi tadi subuh, ada suara gamelan campur remix dangdut dari dalam. Aku nggak bohong, Mas."

Randi masuk dari arah belakang warung dengan laptop di tangan. "Mas... kita punya masalah."

"Masalah apa lagi? Kopi habis?"

"Lebih dari itu. WarKoDuBa viral, tapi bukan karena kita. Akun baru muncul di media sosial—@JamuMakMarwah. Dan... dia buka warung persis di seberang kita. Dukun. Tapi dukun influencer."

Dimas menyipitkan mata. "Dukun influencer?"

"Yup. Dia buka warung jamu spiritual. Ada menu 'Teh Pembuka Rezeki', 'Kopi Aura Pengasihan', dan 'Latte Anti-Mimpi Buruk'. Kontennya udah FYP tiga kali."

---

Siang itu, mereka bertiga memutuskan menengok ke seberang. Bangunan kecil itu berdiri mencolok, dengan neon ungu menyala bertuliskan:

"Warung Jamu Gaib Mak Marwah – Menyeduh Nasib, Meneguk Takdir."

Interiornya mirip salon spiritual. Dinding dipenuhi foto-foto selebgram (sebagian tampak transparan), dan di tengah ruangan berdiri seorang perempuan bergaun batik ketat, dengan alis setajam golok dan lipstik merah menyala.

"Selamat datang, tamu dari seberang," ucapnya dengan suara mendengung. "Aku tahu kalian akan datang."

"Kami cuma ingin tahu siapa yang berani buka warung di jalur yang sudah dijaga dengan rasa," kata Dimas tenang.

Mak Marwah tertawa. "Rasa bisa direkayasa. Emosi bisa dikemas. Aku tidak cuma menyeduh minuman... aku menjual ilusi."

"Kalau begitu, kamu bukan penyeduh... kamu pedagang rasa palsu," balas Randi.

Mak Marwah tersenyum simpul. "Apa pun namanya, yang penting viral. Kau tidak bisa bertahan hanya dengan 'kejujuran rasa' di zaman sekarang. Dunia ini... butuh sensasi."

---

Malam itu, WarKoDuBa terasa berbeda. Bahkan arwah pelanggan tetap seperti tidak betah. Meja Karina kosong. Cuma secarik kertas bertuliskan: "Maaf, aku sedang mencari ketenangan. Akan kembali jika rasa ini tenang."

Toyo duduk di lantai sambil melamun. "Mas... kita bakal kalah ya?"

Dimas memandangi kompor kecilnya. "Belum tentu. Tapi kita memang harus berbuat sesuatu."

Randi menyalakan proyektor mini dan menunjukkan video Mak Marwah. Ia sedang membuat live sambil menyeduh jamu beras kencur.

"Lihat ini. Caption-nya: 'Tamu dari dimensi lain ikut ngantri jamu cinta!'. Ini... clickbait supernatural."

"Kalau dia bisa menyeduh kebohongan dengan rasa manis, maka kita harus menyeduh kebenaran walau pahit," kata Dimas tegas.

---

Keesokan harinya, Dimas mengadakan rapat darurat. Karina akhirnya muncul kembali, wajahnya sedikit pucat dari biasanya.

"Kita akan adakan tantangan. Kompetisi. Battle rasa," ujar Dimas.

"Battle of the Brew," seru Randi antusias.

"Aku setuju," kata Karina. "Tapi bukan untuk menentukan siapa paling laku. Tapi siapa yang paling jujur."

Mereka membuat spanduk dari kain bekas dan cat putih:

"PERTARUNGAN RASA – WarKoDuBa vs Warung Jamu Gaib"

Tempat: Lapangan kosong di antara dua warung.

Waktu: Saat bulan setengah—agar arwah dan manusia bisa hadir bersamaan.

---

Hari pertandingan tiba. Panggung sederhana didirikan. Kursi penonton terdiri dari kursi plastik, kursi goyang, dan batu nisan yang bisa duduk sendiri.

Juri terdiri dari:

Satu manusia patah hati (dipilih dari polling media sosial)

Satu roh penasaran

Satu entitas tak dikenal yang hanya muncul saat gerhana rasa

Dimas maju dengan senyap. Ia menyeduh kopi biasa. Hitam. Pahit. Tanpa embel-embel. Tapi aromanya... menyentuh kenangan.

"Aku tidak menyeduh janji," katanya. "Aku menyeduh kenyataan."

Mak Marwah datang dengan asap ungu, gamelan latar, dan lima asisten hantu genit. Ia menyeduh minuman berkilau. Mengeluarkan bunga dari gelasnya. Menyanyi sambil mengaduk.

"Aku menyeduh ilusi terbaik dalam hidupmu!" serunya.

---

Juri mencicipi.

Roh penasaran meneteskan air mata dan berkata, "Yang satu membuatku mengingat hidup, yang lain membuatku lupa bahwa aku sudah mati."

Manusia patah hati berkata, "Yang satu pahit tapi jujur, yang lain manis tapi bikin khilaf. Aku bingung."

Entitas tak dikenal hanya berkata, "Rasa yang terlalu manis, kadang menyembunyikan busuk."

---

Malam itu, tidak ada pemenang diumumkan. Tapi keesokan harinya, pelanggan WarKoDuBa kembali.

Meja Karina penuh lagi. Kursi tua di pojok terisi arwah baru yang ingin curhat. Dan koin seribu muncul di depan kasir, tanda terima kasih dari pelanggan yang tak kasat mata.

Mak Marwah? Masih buka. Tapi mulai lebih sepi. Karena ilusi, meski memikat, tidak bisa diseduh dua kali dengan rasa yang sama.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Warung Kopi Dunia Bawah   Bab 61 – Tatapan Dingin Sang Calon Ratu

    Malam baru saja turun ketika Dimas keluar dari warung sambil menghela napas panjang. Hawa Kota Bawah terasa lebih lembap dari biasanya. Kabut halus mengambang di sekitar jalan-jalan setapak, seolah menyembunyikan sesuatu yang belum sempat diungkap dunia.“Lo nggak takut keluar malam-malam begini?” tanya Toyo, menyusul dari belakang sambil mengunyah keripik lele rasa keju.Dimas melirik temannya, “Gue barusan ditelpon pelanggan baru. Katanya penting. Dia maksa banget buat ketemuan malam ini, di luar warung.”“Siapa?” Toyo mengangkat alis. “Kalo cewek cakep, gue ikut.”“Dia bilang namanya... Reina.”Toyo langsung berhenti mengunyah. “Reina? Nama yang terlalu... megah buat dimensi bawah, ya.”Dimas mengangguk. “Tungguin warung. Gue nggak lama.”Toyo mendengus, tapi tetap melambaikan tangan. “Jangan sampai lo pulang udah jadi kodok, Dim.”Dimas tersenyum tipis, lalu berjalan melewati gang sempit yang hanya diterangi lampu neon redup. Tempat pertemuannya adalah di ujung dermaga kecil yang

  • Warung Kopi Dunia Bawah   Bab 60: Tamu Tak Terdaftar

    Malam itu, langit di atas Warung Kopi Dunia Bawah tampak lebih pekat dari biasanya. Awan hitam menggantung rendah seperti hendak menyampaikan kabar buruk. Dimas yang sedang membersihkan gelas-gelas kopi di bar, merasakan suasana aneh itu. Bukan karena cuaca, melainkan karena getaran tak biasa yang merambat dari lantai kayu ke telapak kakinya."Toyo, lu ngerasa nggak sih, warung kita kayak... bergetar pelan?" tanya Dimas tanpa menoleh.Toyo yang tengah sibuk mengepel lantai berhenti, berdiri diam, lalu menempelkan telinganya ke lantai."Wah iya, Mas. Kayak ada yang jalan di bawah tanah... atau sesuatu yang gede banget..."Tiba-tiba, lonceng pintu berbunyi. Namun bukan suara khas pintu kayu dibuka, melainkan suara geraman berat—seperti gesekan rantai baja berkarat. Aroma belerang langsung memenuhi ruangan."Kita kedatangan tamu dari neraka nih kayaknya," gumam Randi yang baru turun dari lantai dua sambil membawa kamera. "Cekrek dikit ah, siapa tahu kontennya bisa viral."Dari pintu masu

  • Warung Kopi Dunia Bawah   Bab 59: Pengunjung dari Waktu yang Terlupakan

    Pintu Warung Kopi Dunia Bawah menutup pelan, tapi gema kehadiran pria berjubah ungu itu masih terasa jelas. Tubuhnya samar, nyaris tembus pandang, dan langkahnya seolah tak menyentuh lantai. Randi, Toyo, Dimas, dan Karina menatapnya dengan campuran takjub dan waspada."Kau... mau kembali ke masa lalu?" tanya Dimas perlahan, seakan tak ingin mengganggu realitas yang nyaris pecah di hadapan mereka.Pria itu mengangguk. "Bukan untuk mengubah. Hanya untuk melihat. Aku sudah terlalu tua untuk memperbaiki hidupku. Tapi aku ingin tahu... di titik mana aku berhenti jadi manusia."Karina mendekat, tatapannya lembut namun penuh rasa ingin tahu. "Apa kau tahu siapa dirimu sekarang?"Pria itu menoleh. "Aku... dulu dipanggil Pak Dirman. Guru di sebuah desa kecil di kaki gunung. Aku mendidik anak-anak. Tapi satu kesalahan membuatku kehilangan segalanya."Toyo meneguk ludah. "Kesalahan... seperti apa?"Pak Dirman menunduk. "Aku menuduh seorang murid mencuri. Tanpa bukti. Hanya karena firasat. Dan ka

  • Warung Kopi Dunia Bawah   Bab 58: Pengunjung yang Tak Terlihat

    Warung Kopi Dunia Bawah kembali diselimuti suasana hening. Jam dinding berdetak lambat, aroma kopi robusta khas buatan Dimas menyatu dengan udara, dan Toyo sedang menyapu lantai dengan gaya ninja—melompat sambil bersiul, seperti sedang berada di tengah arena kungfu.“Kalau kau semangat nyapu kayak gitu terus, kita bisa daftarin kamu ke acara TV ‘Master Bersih-Bersih Dunia Gaib’,” sindir Randi dari balik laptopnya.Toyo berhenti dan memelototi Randi, “Ssst! Jangan sembarangan ngomong! Barusan ada yang lewat. Angin dingin, Randi. DINGIN BANGET!”Randi menghela napas. “Angin, Toyo. Angin. Jangan tiap kali ketiup hawa AC kamu pikir itu hantu.”Namun, Dimas yang baru saja menyalakan teko kopi tiba-tiba menghentikan gerakannya. Ia memicingkan mata ke arah kursi pojok yang biasanya kosong. Kursi itu goyang sendiri.“Randi, Toyo… kalian lihat itu?” bisik Dimas.Mereka bertiga menatap ke arah yang sama. Kursi itu jelas-jelas bergerak perlahan, seperti ada seseorang duduk… atau berdiri kemudian

  • Warung Kopi Dunia Bawah   Bab 57: Tamu dari Masa Lalu

    Pagi itu warung kopi Dunia Bawah terasa lebih tenang dari biasanya. Tidak ada ledakan dari dapur, tidak ada pelanggan yang mendadak berubah jadi kodok, dan tidak ada Karina yang menjerit karena putus lagi sama pacar hantu barunya. Semua tampak… normal.Toyo sedang menyapu lantai dengan penuh semangat sambil bersenandung lagu dangdut remix. Randi sibuk mengedit video klip pelanggan semalam yang berasal dari planet berbentuk semangka, sementara Dimas duduk di balik meja kasir, menyeruput kopi sambil membaca surat kabar dunia manusia yang isinya penuh keanehan menurut standar Dunia Bawah."Dimas! Ada paket buat lo!" teriak Pak Kurir Setengah Dewasa, makhluk bertubuh separuh anak-anak dan separuh orang tua yang selalu mengantarkan paket dengan gaya dramatis seperti pengantar naskah film.Dimas menatap bingung ke arah kotak besar yang diturunkan dengan pelan oleh kurir tersebut. Tidak ada nama pengirim, hanya tulisan tangan miring-miring yang berbunyi:> "Untuk: Dimas Dari: Yang Pernah Kau

  • Warung Kopi Dunia Bawah   Bab 56 - Jejak Malam dan Perangkap Sunyi

    Pukul dua dini hari. Langit kota masih mendung dan angin malam menyapu lorong-lorong sempit yang menghubungkan rumah-rumah tua di kawasan timur. Dimas berdiri di depan gang buntu yang kini tampak lebih seperti jalan menuju neraka. Toyo berdiri di sampingnya, menggigil bukan karena dingin, tapi karena firasat buruk yang membekap jiwanya sejak mereka keluar dari Warung Kopi Dunia Bawah tadi malam."Mas... yakin ini tempatnya?" bisik Toyo pelan."Yakin nggak yakin, kita udah dipandu sama jejak energi dari Karina. Aura dia terakhir tertinggal di sini..." jawab Dimas sambil menyalakan lampu senter kecil di ponselnya.Randi, yang baru tiba dengan napas tersengal setelah lari dari arah seberang, bergabung sambil mengatur napasnya. "Lo tau nggak, jalanan tadi itu kayak dilipat. Tiba-tiba gue balik lagi ke tempat awal. Ini beneran kawasan gang mistis, Mas."Dimas mengangguk. "Ya. Sialnya, kita udah masuk terlalu dalam. Karina nggak muncul, dan energi jiwanya kayak... terganggu.""Terganggu gim

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status