Share

Siapakah dia?

"Dek tadi denger nggak Kak Mira ngomong apa?" tanyaku serius.

Ani mengambil kain jarik di dalam lipatan keranjang. Lalu menggendong Adel. Ia menatapku dengan wajah kebingungan.

"Nggak, Bang. Tadi Adek fokus nyusuin, jadi nggak begitu dengar," jawabnya datar sembari mengambil uang yang semalam diletakkan di bawah kasur, memasukkannya ke dompet lalu dimasukkan lagi ke dalam saku bajunya. Aku menggaruk kepala yang tidak gatal.

"Coba inget-inget lagi, Dek," pintaku sambil terus menatapnya.

"Enggak, Bang. Emang Kak Mira ngomong apa, Bang?" Ani berbalik tanya. Kini ia sudah berdiri di balik pintu.

"Eeem, eh, nggak papa, Dek." Sepertinya aku diam saja tidak ingin membuatnya kepikiran. Kasihan semalam kurang tidur kurang istirahat.

"Ih, Abang gitu!" ucap Ani agak sedikit manyun, tapi tampak menggemaskan dan tambah cantik.

"Ya udah, Adek ke depan dulu ya, Bang." ucapnya agak kesal, tapi suaranya masih terdengar lembut. Ani melangkah ke luar dan aku pun bergegas mengekorinya.

Sesampainya di tengah-tengah pintu depan, aku melihat Kak Mira sudah duduk di kursi panjang di bawah pohon mangga. Mobilnya terparkir memakai seperempat badan jalan raya. Sisanya berada di halaman rumah. Dari iklan TV yang pernah tayang sepertinya itu mobil Avanza keluaran terbaru.

Rara dari tadi masih dalam gendonganku, sedangkan Mama Rara asyik bermain ria dengan ponselnya. Ani berjalan mendekati Kak Mira, lalu duduk di sebelahnya dan mencoba mengajak untuk mengobrol. Namun, saking terlalu fokus atau entah disengaja pura-pura tidak mendengar, Ani seakan tidak diacuhkan.

Kak Mira baru mulai menyadari keberadaan Ani ketika Adel menangis. Seketika wanita itu menoleh dan menatap kesal kepada Adel.

"Anakmu cengeng banget, sih!" cela Kak Mira spontan. Tatapannya sinis dan menaikkan salah satu sudut ujung bibirnya.

Ani hanya menganggap angin lalu ocehan Kak Mira sambil berusaha mendiamkan tangisan Adel. Aku sengaja berdiri di sisi pintu agar bisa mendengar percakapan kedua kakak beradik itu. Sambil sesekali mengintip mereka. Beruntung gadis berusia tiga tahun ini anteng dalam dekapanku.

"Kak, Ani boleh nanya nggak?" tanya istriku agak ragu. Adel sepertinya  sudah tertidur lagi.

"Apa?" jawab Kak Mira ketus tanpa menoleh sedikit pun ke Ani, ia hanya fokus pada layar ponsel.

"Em, Kakak bisa beli mobil dapat uang dari mana? itu harganya mahal lo, Kak," Ani mengintrogasi Kakaknya. Matanya menatap ke arah mobil kakak kandungnya.

"Jelas dari usahaku dong, kamu pikir Aku mencuri mobil ini, hah!" jawab Kak Mira ketus, dagunya naik satu centi dan tersenyum sinis.

Ketika Ani dan Kak Mira asyik berbincang, aku melihat sebuah mobil melaju pelan dan memarkirkan mobilnya berada di depannya mobil Kak Mira.

"Miraaa! Tepati janjimu! Mana uang cicilan yang sudah kamu janjikan pada hari ini, hah!" seru laki-laki berjaket hitam bercelana jeans serta berkacamata hitam, kemudian ia menghampiri Kak Mira.

Aku yang penasaran dengan laki-laki itu kemudian datang menghampiri mereka.

"Kalau hari ini tetap nggak ada juga mobil ini aku bawa sebagai jaminan!" gertaknya. Lagi-lagi Adel kembali terbangun. Namun, kali ini ia tidak menangis.

Mata Kak Mira membelalak, ponsel yang ada di dalam genggaman pun hampir terjatuh.

"Kak Mira, laki-laki ini siapa, Kak!" tanya Ani bingung. Namun, pertanyaan Ani tidak digubris olehnya. 

Kak Mira beranjak dari kursi serta menarik lengan Ani dan berjalan menjauh dari laki-laki sangar itu, sedangkan aku hanya melongo dengan apa yang sedang terjadi di hadapanku.

"Ani, uang yang aku butuhkan kemarin sudah ada 'kan? Sini berikan padaku sekarang juga!" ucap Kak Mira pelan. Meskipun pelan suaranya terdengar jelas.

Terlebih pagi ini jam-jam berangkat kerja tepat pukul 07:00 jalan depan rumah kontrakan sangat bising dan ramai oleh aktivitas pengendara motor, truck ataupun mobil yang hendak bekerja. Serta tranportasi lainnya yang berlalu-lalang mengangkut penumpang.

"Udah, Kak," jawab Ani pelan, tangannya merogoh saku baju, mengambil uang di dalam dompet dan menyerahkan kepada Kak Mira.

"Ini uang satu juta, Kak," ucap Ani sambil mengulurkan uang yang habis aku berikan semalam. Matanya memperlihatkan seribu pertanyaan kepada sang kakak.

Tangan Kak Mira langsung menyambar kasar uang tersebut dari tangan Ani. Kemudian ia berjalan mendekati laki-laki yang ada di hadapanku. Wanita bergaya 'wah' itu menyerahkan uang hasil pinjamannya kepada laki-laki yang entah siapa aku pun tidak mengetahuinya.

Saat ini Ani sudah berada di sampingku.

"Nah, gitu dong! Jangan lupa bulan depan lagi, ya! Jadi aku nggak susah-susah mencarimu sampai ke sini," ujarnya lantas berlalu menuju mobil Pajero dan melesat pergi meninggalkan tanya bagiku dan Ani. Sekarang kami butuh penjelasan dari Kak Mira.

Semoga saja Kak Mira mau bercerita.

Tiba-tiba saja seseorang yang akan kami mintai kejelasan perihal laki-laki tadi mengambil paksa Rara dari gendonganku. Akhirnya dia sadar juga keberadaan anaknya. 

Aku merasa lega, dengan begitu aku bisa segera melakukan rutinitas untuk mempersiapkan jualan sore hari nanti.

"Woiii! Kamu masih berniat jualan lagi, ya!" Terdengar suara teriakan seseorang dari seberang jalan sambil memegang gobang.

NOTE : Sesusah-susahnya kita, jangan sampai berurusan dengan rentenir segala macam riba. Sesungguhnya dosa paling ringan dari riba adalah seperti menzinahi ibu kandungnya sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status