Share

Wasiat Turun Ranjang 7

Drttt ... Drtt ... Mughni merasakan getaran ponselnya yang berada di dalam saku bajunya. Ia membiarkan panggilan itu hingga berhenti bergetar. Karena perjalanan menuju toko miliknya hanya tinggal beberapa langkah saja.

"Dayu," gumam Mughni ketika melihat siapa yang meneleponnya. "Ada apa ya?" Karena rasa penasarannya. Mughni pun balik menghubungi Dahayu.

"Hallo, Om!"

"Ada apa, Yu?"

"Om sudah sampai mana?!"

"Ini baru sampai. Ada apa?"

"Om, ini Tante pingsan! Dari tadi Ibu bangunin gak bangun-bangun. Kata Ibu, Om pulang dulu! Dayu takut Tante kenapa-napa," ucap Dahayu yang membuat Mughni mengernyitkan dahi. Karena baru saja sebelum berangkat ia melihat sang istri biasa saja.

"Iya Yu, Om pulang sekarang!."

"Hati-hati di jalan Om!"

"Iya."

Setelah mengakhiri panggilan dengan Dahayu. Mughni langsung masuk kembali ke dalam mobilnya meninggalkan toko tanpa bertemu dahulu dengan para karyawannya.

Selama di perjalanan menuju rumah, Mughni terus berdo'a dan berharap semua baik-baik saja. Ia belum siap, apabila yang selama ini ia takutkan terjadi.

Mughni menjalankan mobilnya menuju rumah dengan kecepatan di atas rata-rata. Sehingga membuat siapapun yang melihat mobilnya yang melaju kencang itu mengutuknya.

Tidak lama setelah itu, ia sampai di rumah miliknya bersama sang istri. Tanpa berbicara kepada siapapun, Mughni langsung berlari menuju kamar yang sudah ditempatinya selama istrinya sakit-sakitan.

"Apa yang terjadi, Mbak?!" tanya Mughni dengan ekspresi wajah kusutnya, ia begitu khawatir dengan keadaan sang istri.

"Mbak gak tahu, Dek! Cepetan bawa ke rumah sakit dulu, Ini bukan pingsan biasa!"

Dengan hati yang tak karuan, mughni langsung membopong Rahma yang sudah tidak sadarkan diri namun Nafasnya begitu menderu.

Dahayu yang melihat kejadian itu begitu syok

Ia memegang erat tangan Bi Darsih, karena merasakan ketakutan yang belum pernah ia rasakan selama dirinya menemani tantenya.

"Yu! Ayo ikut, Bi Darsih tolong jaga rumah, nanti saya telepon kalau sudah sampai."

Dengan badan yang sedikit bergetar, Bi Darsih mengangguk. "Hati-hati Pak, Bu! Semoga Bu Rahma gak kenapa-napa."

"Amiinn."

Setelah semuanya siap. Mughni menjalankan mobilnya menuju rumah sakit yang terletak lumayan jauh dari rumahnya. Selama mengemudi tak henti-hentinya ia berdo'a dan berharap semua baik-baik saja.

Mughni melihat ke belakang lewat kaca spion, di belakang ada sang istri yang berbaring lemah di atas pangkuan kakaknya. sedangkan Dahayu hanya bisa berdo'a dalam hati dan sesekali memijit kaki tantenya.

Di dalam mobil begitu hening, mereka terdiam bisu bergelut dengan pikirannya masing-masing.

"Ya Allah, kuharap engkau menyembuhkan penyakit istriku. Aku gak akan kuat melihat dia tak berdaya," gumam Mughni dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Kamu kenapa sayang. Baru tadi kita merasakan kebahagian? Namun, kenapa tiba-tiba kamu pingsan?" Pertanyaan itu tentunya Mughni simpan di kepalanya, sekarang ia harus fokus dengan jalanan agar sampai dengan selamat.

Setelah menempuh perjalan sekitar satu jam lebih, akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang mereka tuju.

Mughni langsung keluar dari mobil dan membuka pintu belakang untuk membopong sang istri. Mughni berjalan dengan tergesa sehingga lupa melakukan administrasi.

"Sus, tolong istri saya pingsan!"

Para suster dan pelayan pun langsung bergerak cepat mengambil berangkar untuk Rahma.

"Cepetan, Sus!!" Mughni sedikit membentak kepada suster yang terlihat sedikit santai. Gimana bisa sesantai itu, sedangkan dirinya merasakan khawatir yang amat dalam ketika mengetahui istrinya pingsan.

"Itu, Om kayanya lupa melakukan administrasi. Kamu saja Yu! Kamu bawa dokumen punya Tante kan?" Dahayu mengangguk. "Ayok," sambung Desri.

Desri mengajak Dahayu untuk melakukan administrasi terlebih dahulu dan membiarkan adik iparnya untuk mengantar Rahma ke IGD agar secepatnya ditangani.

Setelah melakukan administrasi, Bu Desri dan Dahayu menghampiri Mughni yang sedang duduk di kursi tunggu dengan tangan yang menangkup diwajahnya.

"Mbak," keluhnya dengan suara yang seperti menahan tangis. Desri yang juga merasakan kesedihan pun ikut duduk di dekat Mughni.

"Do'akan, semoga Rahma baik-baik saja," jawab Desri mencoba menenangkan adik iparnya.

"Kenapa bisa pingsan, Mbak? Sebelum aku berangkat Rahma baik-baik saja."

"Mbak nggak tahu, Dek! Setelah kamu pergi, Mbak menyiapkan makanan untuk Rahma. Setelah makanan itu jadi, Mbak masuk ke kamar, Mbak kira Rahma masih bangun, ternyata Rahma tidur. Mbak kira beneran tidur jadi Mbak coba bangunin dia, Tapi pas dibangunin dia gak bangun-bangun." jelas Desri dengan tangan mengusap-ngusap pundak Mughni.

"Maafin Dayu juga Om. Tadi Dayu lagi di belakang rumah, Dayu kira ada Bi Darsih dan Ibu yang nemenin Tante. Ternyata dugaan Dayu salah."

"Gak apa-apa Yu! Sekarang kalau kamu mau pulang boleh pulang duluan." Dahayu menggeleng pelan, ia ikut duduk di sisi sang Ibu.

"Nanti saja Om. Kalau Tante sudah sadar, Dayu akan pulang."

"Keluarga Ibu Rahma?"

"Saya suaminya Sus!!" Mughni dan Desri berdiri ketika seorang suster memanggil keluarga Rahma.

"Silahkan masuk Pak! Dokter sudah menunggu."

Mughni mengangguk. Kemudian masuk ke ruangan IGD yang diikuti oleh Desri dan Dahayu

"keluarga Ibu Rahma?" Tanpa menjawab pertanyaan sang Dokter. Mughni langsung menghampiri Rahma yang sudah tertutup kain. Melihat keadaan itu, tiba-tiba lututnya terasa melemas. Dadanya terasa sesak. Serta mata yang mulai memanas.

"Sayang, jangan bercanda! Bangun! " Mughni mendekap tubuh Rahma yang sudah tidak bernyawa, Ia mencoba untuk menahan air matanya agar tidak tumpah dihadapan sang istri. Namun semua itu tidak bisa ia lakukan.

Mughni menangis untuk pertama kalinya dihadapan sang istri. "Maafkan aku, Maaf! Maaf!" ungkap Mughni pilu.

"Seandainya aku gak ninggalin kamu sayang. mungkin ini gak akan terjadi."

"Maafkan aku, yang belum bisa menjadi suami yang terbaik untukmu selama ini. Maaf!" Mughni mencium kening Rahma. Wajah pias itu mengingatkan Mughni dengan perjuangan Rahma terhadap penyakitnya.

"Aku ikhlas, aku ridha padamu. Semoga engkau tenang di sana sayang." Mughni mencium kembali kening Rahma serta ubun-ubun untuk terakhir kalinya.

Desri menyeka air matanya, ia tidak tahan melihat pemandangan menyakitkan itu berada di hadapannya.

Genggaman erat Dahayu pada tangan sang Ibu begitu kuat. Dahayu amat ingin memeluk tubuh tantenya yang sudah tiada, namun ia menahan keinginannya agar Mughni bisa puas menumpahkan rasanya pada sang istri.

Karena tak tahan. Akhirnya Dahayu memeluk sang Ibu. Ia menumpahkan tangisnya dipundak sang Ibu yang juga menangis melihat sang adik tiada.

Desri melepaskan pelukan Dahayu, lalu menghampiri adik iparnya untuk mencoba menenangkan.

"Ikhlas ya, Dek. Maafkan Rahma bila selama menjadi istrimu dia belum bisa memberikan yang terbaik untukmu." Desri mengusap pundak Mughni yang masih sesegukan.

Mughni mendongkak, memberikan ruang untuk Kakak iparnya, kemudian ia menghampiri sang dokter untuk mengetahui penyebab kematian sang istri.

"Apa dokter tahu kenapa istri saya bisa meninggal mendadak?"

"Gini ya Pak. Setelah saya cek keadaan Ibu, sepertinya Ibu Rahma kena serangan jantung. waktu pertama datang detak jantungnya begitu cepat, Bu Rahma seperti mengalami keterkejutan yang amat tinggi."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status