Share

Wasiat Turun Ranjang 4

Mughni menarik sudut bibirnya, ia tersenyum tipis melihat tingkah lucu Dahayu. Tanpa berkata apapun, Mughni beranjak pergi ke kamarnya meninggalkan Dahayu di meja makan.

Dahayu mengambil air teh hangat tanpa gula yang berada di kitchen set, kemudian kembali duduk di kursi meja sembari menunggu omnya keluar dari kamarnya.

Ceklek!

Suara pintu dibuka terdengar oleh Dahayu, kemudian Dahayu melihat ke arah kamar Tante dan omnya. Dahayu tersenyum lebar, kemudian berlari menghampiri tantenya yang sedang duduk di kursi roda yang didorong oleh Mughni.

"Selamat pagi tanteku tersayang ...." ucap Dahayu sembari memeluk tantenya yang sudah cantik serta wangi.

"Selamat pagi juga keponakan Tante yang cantik!" jawab Rahma sembari menjepit hidung Dahayu.

"Tante mau makan. Aku suapi yah?!" Rahma menggeleng.

"Tante memang mau makan, tapi akan disuapi sama suami Tante sendiri." Mughni tersenyum. Ia merasakan kehangatan ketika sang istri bercanda dengan keponakannya.

"Oke, Tan! Aku jadi penonton aja, ya?" Rahma mengangguk.

Mughni meletakan Rahma di sisi kursinya. Kemudian beranjak mengambil makanan untuk Rahma. Sedangkan Dahayu merasa takjub kepada sepasang sejoli itu.

"Kata Om, kamu butuh uang?"

Dahayu mengangguk. "Buat sehari-hari Tan, aku malu kalau minta sama Ibu."

"Ini ...."

"Tan- Ini berapa? Jangan terlalu besar, aku takut gak bisa bayar karena belum tentu gajiannya dapat berapa!" Rahma tersenyum mendengar perkataan Dahayu.

"Ini buat Dahayu, Bukan ngasih pinjaman. Ini tanda terimaksih Tante pada Dahayu, karena Dahayu sudah bersedia tinggal sama Tante. Tante merasa nyaman. Seakan-akan Kakek, Nenek, serta ibumu berada didekat Tante semenjak kamu tinggal sini."

Dahayu menatap sendu Rahma. "Jangan sedih, ya! Dahayu akan terus menemani Tante di sini. Tante juga harus yakin, kalau Tante bakal sembuh." ucap Dahayu dengan menggenggam tangan Rahma. Rahma pun tersenyum kepada Dahayu.

'Seandainya yang menggantikan Tante adalah kamu, Tante akan ikhlas bila Tante harus pergi dari dunia ini' gumam Rahma dalam hati.

Mughni yang sudah selesai menyiapkan makanan untuk istri dan keponakannya pun mendekati mereka.

"Makan dulu! Jangan berbagi kesedihan, masih pagi!" ucap Mughni terkekeh.

Rahma tersenyum. Kemudian menghadap suaminya untuk mempermudah ketika menyuapinya.

Sedangkan Dahayu merasa malu sendiri ketika dihadapkan dengan keromantisan sepasang sejoli itu. Karena tidak tahan, akhirnya Dahayu mengambil piring yang berisi makanannya itu untuk dibawa ke belakang.

"Dayu makan di belakang ya, Tan! Sama Bi Darsih."

"Kenapa di sana, Yu? Di sini saja!"

"Gak ah Tan! Dayu merasa merinding geli sendiri lihat kalian kaya gitu." Dahayu bergidik, lalu beranjak pergi menuju tempat Bi Darsih.

Mughni mengernyitkan dahinya, sedangkan Rahma hanya terkekeh geli.

"Maklumi Mas, masih bocah SMP! pasti geli kalau dihadapkan dengan pasangan suami istri." Mughni tersenyum mengangguk.

Rahma dan Mughni melanjutkan kegiatan makannya dengan saling menyuapi. Begitu terlihat harmonis dan bahagia. Mereka menceritakan kegiatannya masing-masing selama di rumah dan di luar. Namun tidak dengan Mughni, ia hanya berkata bahwa ia begitu pusing menghitung pendapatannya dan melayani pembeli.

Dahayu yang sudah selesai makan begitu malu ketika akan melewati mereka yang masih di meja makan. Akhirnya Dahayu hanya bisa menunggu hingga sepasang sejoli itu selesai makan. Namun, ketika sudah selesai makan, Tante dan omnya itu melanjutkannya dengan mengobrol santai.

"Melayani pembeli apaan? Orang cuma duduk aja di ruangan pribadi!" gerutu Dahayu ketika melewati Rahma dan Mughni. Rahma yang mendengar sontak menatap Mughni, dan meminta penjelasan terhadap ucapan Dahayu.

"Ekhem!" Mughni berdehem salah tingkah. Karena hampir saja ketahuan bahwa ia suka duduk di ruangan pribadinya, dibanding melayani pembeli.

"Itu, Yang! Waktu kemarin aku cuma duduk di ruangan, tidak melayani pembeli. Karena aku sedang menghitung hasil pendapatan dari semua bisnisku. Mungkin Dahayu hanya tahu aku cuma punya toko!" Terang Mughni terkekeh.

Rahma mengangguk percaya kepada sang suami. Karena Rahma yakin, suaminya tidak akan mengkhianati pernikahannya.

"Mau jalan-jalan dulu? Biar Mas temani sebelum berangkat ke toko." Rahma menggeleng.

"Mas, berangkat bareng Dahayu saja! Agar Dahayu tidak naik angkutan umum. Aku mau jalan-jalan mengelilingi kompleks bersama Bibi."

"Oke, kalau itu mau kamu. Aku panggilkan Bi Darsih dulu, bentar ya." Setelah diangguki Rahma, Mughni beranjak pergi ke belakang untuk mencari Bi darsih.

Setelah Rahma keluar rumah bersama Bi Darsih, Mughni bersiap-siap untuk berangkat mengantarkan Dahayu terlebih dahulu, lalu pergi ke tokonya.

"Kalau seandainya kamu lihat Om seharian ada di dalam ruangan pribadi, jangan menganggu! Apalagi sampai bilang sama tantemu." ucap Mughni ketika sudah berada di dalam mobilnya.

Dahayu melirik omnya yang tiba-tiba berbicara. "Kenapa emangnya Om?!"

"Kamu gak perlu tahu! Cukup diam saja!"

"Iya!"

Setelah mengantarkan Dahayu ke sekolah, Mughni langsung meneruskan perjalanannya menuju toko sembako miliknya.

Ketika sudah sampai, Mughni akan menyapa semua karyawannya, kemudian Mughni akan masuk ke dalam ruangan pribadi selama berjam-jam. Seperti itulah yang dilakukan oleh Mughni setiap hari selama di toko. Ia akan menyendiri untuk menulis novelnya.

***

Beberapa bulan sudah berlalu. Dahayu semakin betah tinggal di rumah tante Rahma. Sedangkan sang Ibu sudah kembali menikah untuk ke dua kalinya.

Dahayu merasakan kebahagiaan setelah melihat sang Ibu sedang mengandung Adik tirinya. Rohmadi yang menjadi Ayah tiri Dahayu pun begitu baik pada Dahayu. Beliau selalu mengantar Ibunya mendatangi Dahayu di rumah tantenya.

Namun, akhir-akhir ini Dahayu merasa was-was serta khawatir, karena sang Tante sering mengalami kambuh atas penyakitnya. Bi Darsih, Dahayu, serta Mughni selalu bergantian menjaga Rahma.

"Dahayu ... " Rahma memanggil pelan Dahayu yang sedang membereskan baju Rahma di lemarinya.

Dahayu yang mendengar tantenya memanggil pun langsung menghampirinya. "Iya Tante? Ada apa?"

"Kaki Tante pegel, tolong pijitin?" Dahayu mengangguk. Dahayu langsung memijat kaki Rahma, Dahayu begitu telaten memijat kaki Rahma dengan pelan. Dahayu terus mengamati wajah Tantenya yang semakin tirus, serta sorot mata yang mulai redup.

"Yu! Ibumu kapan kesini lagi? Suruh ibumu datang ke sini. Tante pengen ketemu."

"Baru juga Minggu kemarin, Ibu datang kesini. masa Tante lupa?"

"Tante kangen sama ibumu."

"Nanti Dayu telepon Ibu. Sekarang Tante istirahat dulu, ya!"

"Akhir-akhir ini, Tante sering lihat Kakek, Nenek, Kadang juga Tante mimpi main bersama mereka." ucap Rahma yang membuat Dahayu ketakutan.

"Jangan ngomong gitu, Tan! Dayu jadi takut."

Rahma tersenyum. "Gak perlu takut, Yu! Karena kita semua pasti akan mati. Kalau nanti Tante mati duluan, Tante harap kamu tidak pergi dari rumah ini."

"Tan ...." Dahayu tidak bisa menahan rasa sesak di dadanya. Ia memeluk Rahma erat dengan air mata yang mulai membasahi pakaian Rahma.

Rahma mengusap punggung Dahayu. Dan ikut menangis karena merasa bersyukur mempunyai keponakan yang sangat ikhlas membantu mengurusnya.

"Ini ada apa?! Kenapa pada nangis?" Mughni tergesa-gesa menghampiri istri dan keponakannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status