Kevin tak tahu kenapa ia dibangunkan dari tidur siangnya. Hari ini hari Minggu, jadi sekolah libur dan Kevin tak punya kegiatan di siang hari memilih untuk mencoba mengerjakan tugas sekolah. Tugas menjawab soal-soal latihan.
Tak disangka, ia tertidur di atas meja belajarnya. Ini peristiwa yang membuat orang yang mengenalnya berpikir takjub.
Apa yang terjadi hingga Kevin mau membuka buku dan belajar? Mau belajar bahkan hingga tertidur di atas meja?
Ayolah Kevin memang anak yang rajin. Rajin bekerja contohnya. Kelakuannya ini patut dihargai, walaupun sebenarnya dia bukan tipe anak yang rajin belajar.
Sebab kenyataannya Kevin tidak berhasil menyelesaikan satupun soal dari tugas itu. Yah tidak apa-apa, setidaknya Kevin sudah mencoba.
"Selain cita-citamu itu, apa kau menginginkan sesuatu yang lain?" tanya David lagi pada Diana. "Seperti?" "Hm, seperti hidup bersama lelaki yang kau cintai?" kata David membuat Diana mengerutkan keningnya. "Keinginan seperti itu?" "Eh, bisa juga seperti kau ingin melakukan sesuatu untuk jangka panjang." David sadar telah menanyakan hal aneh. Diana menatap David lama dan menjawab, "Aku ingin selalu bersama kakak." David tertegun. "Begitu, kah?" "Kenapa?" Diana tak mengerti, mengapa ia merasa David ragu dengan ucapannya. Mungkin ini jawaban yang tidak tepat tapi Diana jujur. Saat ini Diana tak ingin ditinggalkan. David mengangguk, "Baiklah. Kau cepat tidurlah setelah aku keluar dari kamarmu."
"Orang baik? Apa maksudmu? Apa yang kau katakan? Aku tak mengerti." Diana mau mengatakan sesuatu namun dia melihat seseorang muncul di belakang Revan. Seseorang itu memakai seragam yang sama dengannya menandakan dia seorang murid. Ternyata ada murid lain yang sudah tiba di sekolah. Murid itu masih terlalu jauh dari mereka tapi Diana sudah melihatnya akhirnya Diana memutuskan segera pergi menjauh dan tidak menjawab Revan karena melihat murid itu adalah seorang perempuan. Diana takut perempuan itu adalah penggemar Revan. Kejadian selanjutnya tidak diduga Diana bahwa Revan tiba-tiba mengejarnya dan menarik tangannya. "Kau belum menjawab pertanyaan ku, apa kau tidak mendengar pertanyaanku?" tanya Revan menuntut jawaban. Diana yang kaget menjawab dengan gagap, "Eh.. itu.. kalau kau memang benar-benar tak tahu maksudku
"Sebagai pelajaran untuk mu, Diana Claire." Diana terdiam saat Michael menyebut namanya. Diana melihat Michael menyentuh papan pengumuman. Dia menyentuh salah satu pengumuman yang ditempel. Lalu menarik hingga kertasnya sobek dan terlepas semuanya. "Kau ingin melihat ini kan? Pengumuman olimpiade." Michael meremas kertas itu dihadapan Diana. "Kau harus pergi ke papan pengumuman yang lain untuk melihatnya." Diana hanya bisa melihat Michael melangkah pergi setelah mengatakan itu. Semuanya tahu papan pengumuman lain yang dimaksud Michael, dan itu jaraknya jauh karena berada di bangunan sekolah yang berbeda. Diana menghela napas, ia ingin mengusulkan adanya papan pengumuman utama di setiap kelas karena kejadian ini. Jadi semuanya hanya perlu melihat di kelas masing-masing.
"Jangan khawatir. Aku justru senang bisa menjadi temanmu. Sebenarnya ini pertama kalinya ada orang yang memintaku menjadi temannya. Kau tahu biasanya mereka langsung mendekat begitu saja." Diana menjawab dengan penuh perhatian. Kini gantian Revan yang tertegun. Ia ingat Diana jarang terlihat bersama orang lain. Oh, tentu pengecualian untuk Kevin. Tapi setelah mendengar perkataan Diana, apakah Kevin juga tidak pernah mengatakan hal yang sama seperti dirinya? Apa ini hal yang tidak wajar? "Aku juga. Ini pertama kalinya aku mengajak seseorang berteman." Revan mengaku. "Benarkah?" Diana terkejut. "Apa kau tidak pernah berteman sebelumnya?" Itu tidak mungkin Diana tak mempercayai itu. "Aku punya, tapi tak ada yang benar-benar menjadi temanku sejak sekolah menengah." Ah, Di
Ketika Revan tiba di meja yang diduduki Diana dan Kevin, Revan segera menaruh bukunya di meja tepat di samping Diana. Hal itu membuat Revan berhadap-hadapan dengan Kevin karena Kevin dan Diana duduk berhadapan. Tindakan Revan membuat kedua orang berbeda gender itu spontan melihatnya. Revan tak bersuara. Ia langsung duduk di samping Diana seolah tak memperdulikan kedua orang itu yang memperhatikannya. "Hai, belajar untuk ujian?" Diana yang memulai bicara. Tentu itu ditujukan pada Revan. "Kalau mau bergabung jangan langsung duduk begitu saja. Apa kau tak mengerti tentang permisi?" Revan sudah tahu Kevin akan begitu. "Yah, aku mau belajar di sini tak apa, kan?" "Tentu saja," balas Diana. "Tapi sepertinya ada yang tidak suka aku berada di sini," kata Revan melihat ke arah Kevin dengan penuh makna. Kevin merasa dongkol karena Revan. "Kau benar. Aku memang tak suka. Kau sadar ternyata. Tapi, orang
"Bukankah itu hal yang wajar untuk orang sepertimu?" kata Revan pada Kevin. "Apa semuanya harus seperti itu? Mungkin saja Kevin berbeda, ia lebih memilih mandiri dari pada dilayani seperti seorang raja." Diana berpendapat berpendapat berbeda. Eh? Akhirnya Diana membuka mulutnya untuk memihak ku, batin Kevin merasa bahagia. Kevin tersenyum. "Terima kasih." "Hm? Kenapa berterima kasih?" tanya Diana pada Kevin dengan sebelah alisnya yang terangkat. Kevin menggeleng. Ia memutuskan membicarakan sesuatu yang lain. "Ada yang ingin ku beritahu. Sebenarnya aku hanya ingin menceritakan ini padamu saja, Diana.Tapi baiklah, aku tak peduli jika dia ada di sini." Kevin mulai berbicara. 'Dia' yang dimaksud Kevin adalah Revan. Diana tiba-tiba merasa nada bicara Kevin berubah.
21"Eh, maksudmu, kau di sana bersaing dengan seseorang lalu kau tak senang maka kau melarikan diri?" tanya Kevin lagi masih terus memojokkan Revan. Revan yang kesal merasa emosinya sedang berada di level yang tinggi. Padahal niatnya adalah membantu Kevin yang sebenarnya bingung dengan keputusannya ingin pindah sekolah. Revan menghela napas mencoba menghilangkan kekesalannya. "Aku disekolahkan di sana oleh ayahku. Karena hubungan kami kurang baik aku memutuskan pindah dari sekolah itu." Kevin sudah bercerita tentang sedikit kehidupannya. Mungkin tak masalah jika Revan mengatakan sedikit juga tentang kehidupannya. Diana dan Kevin diam setelah Revan menjawab. Tak mengira akan mendengar sesuatu yang pribadi dari seorang Revan. "Apa kau serius?" Diana bertanya khawatir. "Kau menceritakan ini, apa k
"Hei, menurutmu kenapa Kevin tak berada di rumahnya selama beberapa hari ini?" Diana memulai percakapan ketika mereka sudah selesai mengikuti beberapa wahana di taman bermain. Saat ini mereka berjalan mencari tempat duduk untuk beristirahat. Revan belum menjawab. Diana berkata lagi, "Aku berpikir kemungkinan dia sedang pergi berlibur, karena itu ia tak berada di rumahnya. Tapi kalau begitu, kenapa dia tidak memberitahu kalau dia akan berlibur?" Tiba-tiba Diana berhenti melangkah. "Tunggu dulu. Aku ingat." Diana memicingkan matanya menatap kakinya. Ia sedang berpikir. Revan ikut memberhentikan langkahnya. "Dia pernah bilang mau mengajakku pergi ke taman hiburan ketika hari libur sudah mulai. Saat itu sedang ujian berjalan beberapa hari." Diana ingat ketika dirinya selesa