Pagi harinya, Salsabila benar-benar merasakan pusing di kepala. Semalam ia menghabiskan waktu menangisi pria itu kembali. Selepas dia melihat suaminya kembali bersama wanitanya itu, rasa sakit yang selama ini berusaha ditepisnya kembali lagi dan membuatnya benar-benar hancur semalam.
Terlebih lagi saat ia kembali membayangkan saat di mana ia untuk pertama kalinya melihat rupa seorang wanita cantik yang bernama Maira itu.Tak ingin terlihat kembali hancur, Salsabila menunjukkan kembali ketegaran penuh kepura-puraan itu. Ia kemudian keluar dari dalam kamarnya, kembali bersiap untuk ke kantor. Hanya di kantor ia bisa sedikit menenangkan diri dan berusaha menyibukkan diri sehingga tidak terlalu lama terpenjara dalam kesedihan ini.Saat Salsabila akan membelokkan tubuh ke arah dapur, ternyata pria itu sudah berada di sana tengah menikmati sarapannya. Entah sejak kapan pria itu kembali, Salsabila sama sekali tidak menyadarinya."Kau tidak sarapan?"Sebuah suara di belakangnya menghentikan kegiatan Salsabila yang berniat melarikan diri tanpa disadari oleh pria itu.Salsabila menghela napas dan berbalik untuk mmenjawab, "Aku akan sarapan di kantor, Mas."Alan sama sekali tak menahannya, justru ia mengingatkan sesuatu hal yang lainnya."Ingat, ya. Pesta dari kolegaku akan digelar sebentar malam."Salsabila mengangguk.Alan kembali bersuara, "Aku sudah memesankan gaun untukmu, Dimas yang akan mengambilnya," ucapnya dengan nada pelan, lalu kembali melanjutkan sarapannya."Iya, Mas. Kalau begitu aku pamit dulu!" Tidak ada jawaban lagi di belakangnya, dan Salsabila sudah berlalu dari tempat itu untuk segera pergi dari kungkungan suasana yang begitu dingin ini.****Alan melihat ke Patek Philippe di pergelangan tangan entah untuk ke berapa kalinya. Gerakan itu kemudian di ikuti dongakkan mengecek arah pintu masuk. Ke mana dia? Alan yakin sudah mengirimkan alamat dan jam serta kembali mengingatkan Salsabila tentang pesta itu. Dan bukankah Salsabila sudah berjanji untuk menemaninya menghadiri pesta tersebut, tetapi kenapa sampai sekarang belum muncul juga? Sebenarnya Alan tak terlalu suka melibatkan Salsabila di pertemuan bisnis seperti ini. Alan tahu betapa gatalnya mulut para rekanan dan media menguliti soal kehidupan pribadinya dan Alan tahu Salsabila tidak nyaman menghadapinya. Hanya saja image bahwa rumah tangganya baik-baik saja harus ditampilkan dengan sesekali muncul bersama seperti ini.Setelah melirik jam sekali lagi, Salsabila akhirnya muncul. Wanita itu berpenampilan anggung dalam balutan gaun hitam dan make up yang membuatnya semakin bersinar. Senyum yang diikuti lesung pipi dari kedua sisi itu ekstra yang sempurna. Tatapan Salsabila dan Alan bertemu kemudian wanita itu menghampirinya."Makin cantik saja kamu, Salsa," puji ibu Indrawan, istri pemilik pesta malam ini yang berdiri di sampingnya.Salsabila tersenyum. "Terima kasih, Bu."Sulit menyembunyikan kecantikan wanita itu memang. Alan menyadari itu, dia pun lelaki normal dan mengakui kalau Salsabila memang memesona. Tanpa di suruh, sama seperti biasanya saat dia menemaninya mendatangi ke acara seperti ini, dia akan menempel dan menemaninya untuk menyapa rekanan-rekanan yang hadir. Menyapa dan berbasa-basi mengenai usaha kami masing-masing memang harus di lakukan di sini. Sejak dahulu, Salsabila memang sering membuatnya berdecak kagum atas kecerdasan otak dan keanggunan perilakunya."Hai, Lan," sapa seseorang yang membuat Alan dan beberapa orang di sekitar seketika menoleh."Selamat ulang tahun, Pak," ucap Alan sembari memeluk Pak Indrawan yang barusan menyapa.Pak Indrawan adalah salah satu pengusaha sukses dan teman lama orang tua Alan. Kalau saja tidak terhalang kesibukan mengurus usaha di Surabaya, papa dan mama pasti juga menghadiri acara malam ini. Tak hanya dirinya, Salsabila dan semua orang di pesta ini saling bergantian memberikan ucapan selamat dan doa untuk Pak Indrawan atas bertambahnya usianya yang sudah memasuki ke enam puluh delapan tahun."Lan, boleh aku ajak istrimu berdansa? Sudah lama aku tidak berdansa dengan wanita cantik ini," pinta pak Indrawan yang diikuti gelak tawa dari istrinya dan Salsabila.Alan menatap ibu Indrawan yang terlihat santai kemudian kepada Salsabila yang nampak tak keberatan. Selanjutnya pak Indrawan membawa Salsabila ke tengah lantai bergabung dengan pasangan lainnya. Pak Indrawan memang sedari dulu mengagumi banyak wanita muda dan cantik, makanya godaan itu hanya dianggap candaan semata. Kepada Salsabila godaan itu hanya seperti candaan orang tua kepada anaknya. Alan dan Salsabila sama sekali tidak mempermasalahkannya."Aku bahkan sudah tidak bisa cemburu melihat kelakuannya. Dia selalu mengatakan mengagumi Salsa," ucap ibu Indrawan memulai."Salsa menganggapnya seperti seorang papa, Bu.""Tentu saja. Kamu memang beruntung punya Salsa. Dia perhatian dan juga cantik," puji ibu Indrawan lagi.Ya, kecantikan Salsabila sekarang memang jauh berbeda dari saat dahulu pertama mereka bertemu. Tentu saja, ini sudah berjalan selama tiga tahun lamanya. Meskipun cukup manis dengan kedua lesung pipi yang menghiasi pipinya ketika tersenyum, dulu Salsabila memang tidak memperhatikan penampilannya. Perubahan Salsabila terjadi karena campur tangan adik perempuan Alan, Alexa. Dia sering membawa Salsabila merawat diri ke salon secara rutin dan mengajarkan Salsabila mengenai fashion. Tidak sia-sia, Salsabila yang sekarang memang berkilau dan membuat banyak orang memuji dan mengatai dirinya beruntung memiliki wanita itu sebagai seorang istri."Kamu tidak ada rencana punya anak bersama Salsabila, Lan? Belum ada penerus loh di keluargamu." Tepukan ringan yang berasal ibu Indrawan membuat Alan tersentak kaget."Aku yakin orang tuamu juga berharap kamu mempunyai keturunanmu sendiri. Tiga tahun menikah, masa tidak ada tanda-tanda untuk memiliki anak. Mumpung kalian masih muda, buatlah beberapa anak," sambung ibu Indrawan kembali.Alan cuma bisa tersenyum kecil menanggapi topik itu. Bagaimana bisa hamil jika tidak pernah mengusahakan untuk memilikinya? Selama tiga tahun bersama, kegiatan tidur bersama kerap mereka lakukan. Hanya saja, kegiatannya sebatas berbaring di atas ranjang bersama, tidak ada yang menjurus ke hal yang bisa menghasilkan anak. Sebenarnya pernah. Hanya sekali terjadi, itu pun Alan mengutuki kejadian itu."Mungkin Alexa bisa mendahului, Bu."Alan memilih menyambar nama adiknya untuk di angkat ke topik obrolan yang cukup sensitif ini."Aku ragu Alexa akan menikah. Bisa dilihat dari kegiatannya yang masih menginginkan bebas dan hidup sendiri. Adikmu itu bukan tipe pendiam seperti Salsabila."Wajar saja ibu Indrawan berpikir demikian, pemikiran itu pun sama bagi kebanyakan orang yang sudah pernah menjumpai adiknya. Alexa seumuran dengan Salsabila, tetapi soal kedewasaan Salsabila jauh lebih dewasa dibanding adiknya yang masih bersifat childish. Alexa itu masih suka dengan kesibukannya yang sekarang, bekerja, menghadiri fashion show, dan menghadiri beberapa pesta yang menyenangkan baginya. Sama sekali belum ada tanda-tanda untuk melepas masa lajang."Beberapa tahun lagi Alexa pasti juga akan di paksa menikah, Bu. Ibu tahu 'kan umur tiga puluh itu, umur maksimal di keluarga kami untuk bebas."Alan menyinggung soal batas usia yang diberikan oleh orang tuanya untuk melajang."Tentu. Dirgantara pasti akan segera mencarikan jodoh yang pas untuk Alexa. Oh ya, bagaimana dengan anakku saja?"Alan terkekeh mendengar celetukan dari ibu Indrawan. Bagaimana mungkin wanita itu mempromosikan anaknya untuk Alexa. Alan masih berusaha tersenyum menanggapinya, namun dalam hati tidak setuju. Gara, anak keluarga Indrawan itu terlalu berbahaya. Playboy cap kakap."Ah, tetapi susah juga memiliki Alexa sebagai menantu. Aku pasti kewalahan mendidiknya." Alan kembali terkekeh mendengar perkataan hu Indrawan yang meralat sendiri ucapannya barusan.Lagi pula, Alan memang merasa menjodohkan dua orang bertolak belakang itu adalah ide yang buruk.Obrolan mereka tidak terhenti begitu saja di situ. Setelah membahas soal Alexa, ibu Indrawan kembali membahas tentang Salsabila. Pengalihan yang begitu cepat. Sebenarnya Alan sudah jengah mendengar orang yang terus-terusan memuji Salsabila, tetapi mau bagaimana lagi wanita cerdas itu memang patut dipuji dan Alan hanya perlu berpura-pura merasa bangga karena wanita cerdas itu adalah miliknya sekarang."Salsabila itu hebat, Lan. Dia hebat karena bisa dengan cepat beradaptasi di lingkungan ini." Ibu Indrawan kembali mengeluarkan suara, dan tentu saja nama Salsabila yang diangkat menjadi topik perbincangan. "Jujur saja, dulu aku pikir dia akan meminta cerai darimu tidak lama setelah kalian menikah. Dari gadis yatim piatu di panti asuhan tiba-tiba jadi menantu keluarga Dirgantara. Aku yakin dia kaget dan tak terbiasa menghadapi dunia barunya. Tetapi siapa sangka dia masih bertahan, sampai di umur pernikahan kalian yang ke tiga. Aku salut dengannya," puji ibu Indrawan akan kegigihan dari s
Bicara tentang bulan madu, honeymoon atau apa pun itu yang patut dikerjakan sebagai ritual pasangan pengantin baru, menyimpan sebuah trauma yang besar untuk Salsabila. Jika orang yang baru kembali dari bulan madu, pasangan itu akan semakin berbunga-bunga, cinta di antara mereka semakin besar, dan tak terpisahkan.Tetapi berbeda bagi Salsabila dan Alan. Justru sekembalinya dari yang katanya honeymoon itu, malah semakin membuat hubungan keduanya dingin dan semakin kaku. Sejak saat itu, Salsabila merasa setiap ada orang yang membahas tentang honeymoon, membuat pikirannya akan melanglang buana ke kejadian tiga tahun yang lalu, tepat setelah dua bulan pernikahan keduanya.Sama seperti pasangan pengantin baru yang lainnya, ibu Rena tentu saja terus memaksa keduanya untuk melangsungkan bulan madu. Meskipun pada saat itu Alan dan Salsabila menolaknya secara terang-terangan, hanya saja tetap tidak bisa jika itu sudah menyangkut perintah dari orang tuanya.Sek
Dengan piciknya, Salsabila berpikir kalau mungkin saja honeymoon yang telah dirancang oleh kedua orang tua Alan mungkin saja akan menjadi jalan yang baik untuk hubungan pernikahannya dengan suaminya itu.Meskipun berat rasanya pergi hanya berdua dengan Alan, akan tetapi ada secercah harapan untuk masa depan pernikahannya, mungkin saja ada sesuatu yang membahagiakan untuk hubungannya dengan Alan.Hari ini adalah keberangkatan mereka ke Barcelona, keduanya sama-sama keluar dari dalam kamar seraya menarik koper masing-masing, mereka beradu pandang dalam jangka beberapa detik sebelum Alan melenggang lebih dulu menarik kopernya hampiri ruang tamu, ia sandarkan benda itu pada meja, kemudian menyusul duduk di sofa dan mengeluarkan ponselnya, tampak terlihat acuh tak acuh dengan keberadaan dirinya. Sebentar lagi Rena dan Dirgantara akan datang, beliau sampai jauh-jauh dari Surabaya ke Jakarta untuk mengantar langsung pasangan yang masih dikatakan baru itu ke bandara.
‘Aku mencintai wanita lain.’‘Kau tidak perlu berharap karena aku mencintai wanita lain.’Kalimat itu terus memenuhi kepala Salsabila, ucapan-ucapan menyakitkan yang sebelumnya dilontarkan oleh Alan terus terngiang-ngiang di dalam pikirannya. Sungguh, ia memang tahu bahwa ia menikah bukan karena cinta, tetapi bisakah Alan sedikit saja menjaga perasaannya. Haruskah dia sefrontal itu mengatakan bahwa ia mencintai wanita lain, wanita yang bukan dirinya yang notabene-nya adalah istrinya?Perjalanan yang ditempuh dalam jalur udara sama sekali tidak dinikmati oleh Salsabila. Saat ini menaiki pesawat sampai pesawat yang ditumpanginya mengudara, berat rasanya Salsabila membuka suara. Terlebih lagi Alan di sampingnya sama sekali tak sedikit pun menanggapinya. Dia hanya sibuk dengan majalah di sampingnya dan sama sekali tidak memedulikan dirinya yang tengah melamunkan banyak hal.Baru beberapa jam ia berduaan dengan Alan dan ia sudah makan hati sert
‘Katanya, tempat ini adalah akhir dunia. Kalau memang benar, izinkan aku kembali ke tempat ini untuk terakhir kali bersama seseorang yang benar-benar mencintaiku, menginginkanku, Tuhan!’Salsabila tersenyum kecil menatap keadaan sekitar, angin berembus cukup kencang di dekat pelabuhan La Corun, Galacia, Spanyol. Suara debur ombak lautan biru di dekat mereka terdengar seperti sebuah nyanyian yang cukup panjang, langit dan samudera sering kali bersaing di sana—perihal tentang siapa yang biru dan memikat, nyatanya sama saja, setiap sudut bisa dikagumi oleh orang-orang yang datang mengunjungi tempat tersebut.Salsabila dan Alan berdiri bersebelahan pada selasar yang membentuk sebuah setapak bundar mengitari sebuah mercusuar peninggalan Romawi setinggi 55 meter dengan posisi menghadap ke laut Atlantik Utara dari pesisir pantai Spanyol. Mercusuar yang dibangun pada paruh kedua abad pertama menjadikan tempat itu sebagai mercusuar tertua di dunia yang masih beroperasi.
Pada malam harinya, Alan tampak sedang berbicara dengan seseorang di balik ponselnya. Entah dengan siapa Alan berbicara melalui ponselnya di luar kamar, ia hanya sebentar—sebelum akhirnya kembali seraya mengarahkan layar ponsel di depan wajah, kali ini sebuah panggilan video berlangsung, terlihat wajah Rena di sana, artinya akting harus segera dilangsungkan. “Hallo, Ma.” Alan melambaikan tangan menatap layar ponselnya, ia duduk begitu saja di sisi Salsabila. Jika tadi ada jarak sekitar dua jengkal, kali ini Alan sengaja memangkasnya, kulit lengan bersentuhan –sengaja mempertontonkan kedekatannya dengan Salsabila pada sang ibu. “Salsa dan Alan lagi apa sekarang?” Salsabila tersenyum tulus saat melihat wajah sang ibu mertua, ia tak peduli lagi pada sikap sok harmonis Alan saat ini. Wanita itu masih sibuk mengunyah makanan yang baru pertama ia coba seraya melambaikan tangan pada layar ponsel. “Kita lagi makan, Ma. Salsa baru pertama ke Barcel
Seharian ini Alan tak menampakkan dirinya, sebelumnya ia izin pada Salsabila bahkan akan mengunjungi temannya berhubung mereka ada di Barcelona. Salsabila jadi tidak semangat, bahkan ia hanya menghabiskan waktu di kamar hotel saja dengan menonton film. Sesekali mata perempuan itu melirik ke arah pintu—berharap seseorang muncul di sana.Ponsel yang tergeletak di permukaan ranjang, tak ada dering berbunyi dari nomor Alan, berkali-kali ada panggilan yang masuk pun hanya dari teman kantor Salsabila sendiri. Tetapi ia juga sendiri tak memiliki inisiatif untuk menghubungi Alan terlebih dahulu. Kali ini ia menguap untuk kesekian kalinya, matanya sudah semakin sipit dan memerah, tetapi Salsabila masih tetap bertahan, ia hanya butuh suaminya pulang dengan keadaan yang baik. Sumpah, dia benar-benar merasa kesepian di negara orang lain. Alan sendiri yang menjanjikan akan pulang malam ini, jadi ia harus mencoba percaya.Untuk menenangkan diri, Salsabila berniat untuk kelua
Bayangan masa lalu tentang pertemuan pertamanya dengan wanita bernama Meira dan rasa kebenciannya terhadap yang namanya bulan madu. Bayangan yang sangat menyakitkan untuk dikenang, seakan-akan Salsabila kembali ke masa-masa itu, masa suram versi Salsabila.Sejak saat itu, Salsabila benar-benar berubah. Ia memang tidak langsung menggugat cerai pria itu, dan Alan sepertinya juga tidak punya pemikiran ke hal itu. Tetapi Salsabila benar-benar berbeda dalam hal yang sebenarnya, ia tidak lagi berusaha mempertahankan pernikahannya dan membuatnya mengalir apa adanya.Tetapi sejak saat itu juga, Salsabila tidak pernah lagi mendengar tentang Meira dan ia tidak tahu apakah sekarang Alan masih berhubungan dengan wanita itu. Sampai ia melihat dengan mata kepalanya sendiri pria itu bersama Meira bak keluarga bahagia.Hal itu juga yang memunculkan banyak kenangan masa lalu menyakitkan di antara mereka.****Salsabila meneguk kopi selagi terus