Obrolan mereka tidak terhenti begitu saja di situ. Setelah membahas soal Alexa, ibu Indrawan kembali membahas tentang Salsabila. Pengalihan yang begitu cepat. Sebenarnya Alan sudah jengah mendengar orang yang terus-terusan memuji Salsabila, tetapi mau bagaimana lagi wanita cerdas itu memang patut dipuji dan Alan hanya perlu berpura-pura merasa bangga karena wanita cerdas itu adalah miliknya sekarang.
"Salsabila itu hebat, Lan. Dia hebat karena bisa dengan cepat beradaptasi di lingkungan ini." Ibu Indrawan kembali mengeluarkan suara, dan tentu saja nama Salsabila yang diangkat menjadi topik perbincangan. "Jujur saja, dulu aku pikir dia akan meminta cerai darimu tidak lama setelah kalian menikah. Dari gadis yatim piatu di panti asuhan tiba-tiba jadi menantu keluarga Dirgantara. Aku yakin dia kaget dan tak terbiasa menghadapi dunia barunya. Tetapi siapa sangka dia masih bertahan, sampai di umur pernikahan kalian yang ke tiga. Aku salut dengannya," puji ibu Indrawan akan kegigihan dari seorang Salsabila menjadi seorang istri seorang Alan Dirgantara.Dari kejauhan Alan menatap wanita itu. Sembari telinganya masih mendengar jelas celotehan-celotehan dari Ibu Indrawan yang terus menyebut nama istrinya. Dari sini, ia bisa melihat Salsabila terlihat fokus mendengarkan cerita pak Indrawan, sesekali terlihat dia tertawa. Salsabila memang seperti itu, mudah sekali tersenyum dan tertawa. Tetapi perlu di garis bawahi, wanita itu memang sering tersenyum atau tertawa kepada orang lain, kecuali kepada dirinya. Saat hanya ada dirinya berdua, wanita itu berubah drastis. Suasana akan berubah menjadi kikuk dan tidak nyaman. Alan sebenarnya tahu apa yang mendasari hal itu. Ah, sudahlah. Alan tidak ingin lebih merasa bersalah dari yang seharusnya.Untungnya pembicaraan itu usai saat Salsabila kembali. Dia nampak lelah berdansa cukup lama. Melihat hal itu, Alan menyodorkan segelas fruit punch untuk mengusir dahaga yang langsung diterima oleh Salsabila."Sudah aku duga, setelah Salsabila pasti dia akan mengincar Sena," cibir Ibu Indrawan ketika suaminya itu sudah beralih dan kembali berdansa dengan wanita muda lainnya.Salsabila dan Alan tertawa bersamaan, melihat ibu Indrawan yang pura-pura marah dan cemburu.Tetapi sepertinya Ibu Indrawan sama sekali tidak tenang jika tidak Mengajak Salsabila mengobrol.“Jadi bagaimana, sampai kapan kalian menikmati waktu berdua saja? Punya tambahan anak dalam keluarga seru loh,” kata ibu Indrawan.Mendadak Salsabila tercekat, dan secara otomatis menoleh ke arah Alan yang juga tampak pias mendengar perkataan dari ibu Indrawan itu. Ternyata pengalihan yang dilakukan oleh Alan sebelumnya tentang keturunan, bagi ibu Indrawan belum selesai jika tidak ditanyakan juga pada istrinya itu.“Eh itu ....” Tiba-tiba Salsabila diserang rasa panik, ia tidak tahu jawaban apa yang harus dilontarkannya pada ibu Indrawan perihal tentang anak. “K—kami juga sedang mengusahakannya, Ibu,” ucap Salsabila pada akhirnya.Alan segera mendekat ke arahnya dan merangkulnya. “Iya, kami sedang mengusahakannya tentu saja.”“Tetapi kalian tidak sedang menunda, bukan? Tiga tahun adalah waktu yang cukup lama. Maaf, kalau Ibu membicarakan hal yang sesensitif ini.”Alan dan Salsabila mengangguk secara bersamaan, dan mendadak terkekeh dengan suara tawa yang terdengar sumbang. “I—iya, kami sedang tidak menunda. Hanya belum dipercayakan saja sama Tuhan, Ibu.”Lucu, bukan? Saat orang-orang kini sudah mulai mempertanyakan perihal tentang anak. Ini bukan pertama kalinya Salsabila mendengar obrolan tentang keturunan pada dirinya dan Alan. Seakan-akan di dalam pernikahan tidak akan pernah sah jika tanpa adanya keturunan. Tetapi bukankah memang begitu? Orang menikah karena ingin menghasilkan keturunan?Tetapi berbeda dengan Alan dan Salsabila. Tentu saja mereka punya alasan lain, Alan yang tidak ingin didesak terus-menerus untuk menikah oleh orang tuanya. Dan Salsabila sendiri harus membalas jasa Bunda Fani kepadanya yang sudah mengurusnya selama ini di panti asuhan. Juga untuk ibu Rena yang sudah begitu baik padanya.Dan jawaban yang Salsabila lontarkan hanya seperti itu. Memang dalam pernikahan yang sudah bertahun-tahun dan belum memiliki keturunan, pihak perempuan-lah yang selalu terkucilkan. Salsabila sudah terlalu sering mendapatkan tatapan-tatapan tidak mengenakkan jika sudah membahas tentang anak. Terkadang ada yang menatapnya terang-terangan dan menunjukkan sifat buruknya, bahkan ada yang hanya sekedar berbasa-basi sekedar menyindirnya saja.Hanya saja, memangnya ini salah Salsabila? Salahnya karena di usia pernikahan yang ketiga ini ia belum juga punya anak? Tetapi mau bagaimana lagi, menghasilkan anak itu harus ada campur tangan satu sama lain, antara suami dan istri. Kalau dalam kasus Alan dan Salsabila, mustahil itu terjadi.“Sekali-kali kalian harus kembali berbulan madu, menikmati guality time berdua. Mengenang masa-masa awal pernikahan kalian, biar cinta kalian selalu terikat dan bersemi. Bulan madu itu tidak hanya dilakukan pada awal pernikahan saja, tetapi setiap waktu.”Kedua pasangan itu hanya mengangguk-angguk, tanpa sedikit pun menjawab kalimat tersebut.“Baiklah, kalau begitu aku pamit menyapa tamu-tamu yang lain, ya! Maaf kalau banyak membahas hal yang sensitif. Tetapi coba ikuti saranku, bulan madu adalah pilihan yang tepat.”Baru setelah ibu Indrawan berlalu dari tempatnya, saat itulah Salsabila baru bisa menghirup napas sepuasnya."Pak Indrawan bilang apa saja? Apa kamu dirayu?" tanya Alan menodong pertanyaan kepada Salsabila setelah ibu Indrawan berlalu untuk menyapa para tamu yang hadir.Alan saat ini sama sekali tak berniat membahas kembali obrolan bersama ibu Indrawan sebelumnya tentang perihal anak, dan mengalihkan ke yang lainnya.Salsabila mengangguk. "Sudah biasa."Alan tersenyum seolah memahami isi pembicaraan pak Indrawan dan Salsabila. Tidak lama kemudian pesta usai. Bersama dengan para undangan yang lain, Salsabila dan Alan juga berderap meninggalkan gedung tersebut karena pesta telah usai."Seharusnya Mas Alan memberitahuku kalau ini adalah pesta ulang tahun. Dengan begitu aku bisa menyiapkan kado untuk pak Indrawan." Salsabila kembali membuka suara saat mereka sedang berjalan beriringan keluar dari gedung tersebut."Kamu berdansa dengannya saja dia sudah senang, Sa. Lagian aku sudah menyiapkan hadiah atas nama kita berdua, itu sudah cukup."Alan memberikan penghiburan untuk Salsabila, agar wanita itu tidak perlu merasa bersalah karena datang ke sebuah pesta ulang tahun tanpa kado.Salsabila tersenyum kecil, lalu kembali mengikuti langkah suaminya keluar dari gedung tersebut."Kamu tidak pulang sama aku saja, Sa?" tawar Alan. Bukankah dia harus berperan menjadi suami yang gentleman, mengajak sang istri untuk pulang bersama.Salsabila menggeleng. "Aku harus kembali ke kantor, Mas. Masih ada urusan."Urusan apa lagi yang kau maksud itu, Sa. Padahal ini sudah malam?Alih-alih melontarkan pertanyaan itu, Alan malah mencoba menebak urusan yang di maksud oleh istrinya itu."Mengurus brand baru?""Ya, Mas.""Aku sudah dengar berita line baru itu. Selamat, Sa."Salsabila tersenyum kemudian berlalu menuju mobilnya sendiri yang datang lebih dahulu dari mobil Alan."Sa," panggil Alan kembali sebelum Salsabila memasuki mobilnya.Panggilan itu membuat Salsabila menghentikan kegiatannya lalu menoleh. "Iya, Mas Alan?""Hati-hati."Salsabila cuma membalas dengan senyuman kecil. Mobilnya kemudian bergerak meninggalkan gedung itu.Salsabila memang sudah berubah dari tiga tahun yang lalu dan bukan lagi perempuan yang menye-menye yang hanya pasrah dengan kehidupannya. Salsabila bukan lagi Salsa yang dahulu.“Karena hanya kamu yang termasuk dari semua kriteria itu. Aku tidak akan mencari wanita yang lain, karena hanya kamu yang aku inginkan.”Salsabila bungkam, dia tidak tahu ingin mengatakan apa lagi atas kekerasan hati Alan yang masih berharap ada sesuatu di antara mereka yang masih tersisa. Tetapi kenyataannya sudah tidak ada, Salsabila sudah meninggalkan semuanya semenjak ketuk palu perceraian terdengar. Salsabila sudah mengubur cintanya untuk Alan di sana, tak ada lagi yang tersisa. Tetapi kenapa pria itu terus saja mengharapkan sesuatu yang mustahil untuk kembali terjadi sama mereka.“Mas, aku tidak menginginkan menyulut pertengkaran di tengah malam seperti ini. jadi sebaiknya hentikan omong kosong kamu sekarang, karena tidak ada gunanya juga.”Alan mengacak rambutnya dengan kasar. “Kenapa kita tidak mencoba—““Dad?” Edward menggosok kelopak matanya dengan punggung tangan.Salsabila bersyukur karena kedatangan Edward memutus pembicaraa
"Mas!"Sudah waktunya ternyata. Alan akan bersiap untuk memasang lebar-lebar kedua telinganya dan mempersiapkan diri untuk mendengarkan segala rentetan omelan yang akan diledakkan oleh Salsabila.“Kenapa?” tanya Alan, masih sanggup menjawab panggilan Salsabila yang seharusnya itu tidak perlu dijawab.Kau hanya perlu mempersiapkan diri mendengar ocehan itu Alan!“Aku sangat berharap kamu datang membawa si kembar dalam keadaan tertidur. Lalu menidurkannya di kamar. Dan kamu ... pulang.”Jadi Salsabila sekarang mengusirnya? Astaga ... tidak ada halus-halusnya sama sekali.“Apa yang kamu berikan ke mereka sampai jam segini belum tidur dan mata mereka masih segar serta masih sangat aktif, Mas?” Salsabila melotot, menuntut jawaban.Alan berdeham pelan. “Makan malam, seperti biasanya.”"Lalu?"“Snack sehatnya?”“Lalu?”“Hanya itu.” Alan mengucapkannya sambil membuang pandangan, sama sekali ti
Hari ini Alan diminta oleh Salsabila untuk menjemput si kembar di daycare. Sebenarnya ini tugas Salsabila, berhubung karena Alan yang mengantar anak-anak tadi pagi, mereka memang membagi tugas seperti ini, supaya adil, mengingat mereka sama-sama sibuk. Tetapi ada pengecualian seperti hari ini, misal ada pekerjaan atau tugas mendesak mereka harus siap direpotkan satu sama lain.Seperti sekarang, Salsabila berkata ada tinjau proyek di luar dan akan melakukan meeting setelahnya sehingga tidak akan sempat menjemput si kembar, oleh karena itu dia meminta agar Alan yang menjemput anak-anak. Alan tentu saja tidak akan menolak, karena itu menjadi perjanjian awal agar saling membantu. Mengingat si kembar juga anak-anaknya, tidak mungkin dia menolak permintaan ibu dari anak-anaknya tersebut.Seperti tadi pagi dan hari-hari sebelumnya, Alan kembali menjadi godaan kanan kiri ibu-ibu yang menjemput atau mengantar anak-anak mereka juga ke daycare. Duda se-hot Alan tentu saja aka
“Bunda titip ini buat sarapan kamu, Mas.” Alexa masuk ke ruang kerja Alan tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, ia lantas duduk di depan meja kerja Alan lalu meletakkan sebuah tote bag di permukaan meja.Alan hanya mendongak sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya. “Tidak perlu, sudah ada.”Alexa yang tidak mengerti, kembali bertanya, “Huh? Apaan, Mas?”“Aku sudah ada bekal sendiri, pemberian bunda biar aku makan saat makan siang saja.” Alan kembali menjawab, tetapi tangannya tetap asyik menari di atas keyborard komputernya. Pagi hari memang sangat hectic bagi Alan, jadi dia harus menyelesaikan pekerjaannya.Tatapan Alexa seketika tertuju pada kotak bekal tepat dekat komputer Alan, benda tersebut sama sekali tidak diperhatikan keberadaannya seandainya Alan tidak mengatakan. Segera tangan Alexa bergerak untuk menyentuh benda tersebut, tetapi kalah cepat dengan tangan Alan yang lebih dahulu menjauhkan kotak tersebut dari jangkauan Alexa.
Satria dan Salsabila berpisah di lantai tiga, berhubung ruangan Salsabila berada di lantai tiga sedangkan ruangan CEO berada satu lantai di atasnya, yaitu lantai empat.“Sekali lagi terima kasih atas bantuannya tadi, Pak,” ucap Salsabila dengan sopan setelah terlebih dahulu keluar dari kotak besi tersebut yang hanya ada mereka berdua.Bagaimana tidak, sekarang sudah pukul sembilan, sudah pasti karyawan lain sudah sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing, hanya Salsabila yang masih bebas berkeliaran di jam kerja seperti ini dikarenakan insiden dada tadi pagi.Satria hanya memberikan anggukan pelan, sebelum kotak besi itu kembali tertutup dan membawa Satria ke lantai empat, di ruangannya.Saat memasuki ruangan, semua mata yang tadinya tengah serius menatap komputer, kini satu persatu perhatian mereka semuanya tertuju pada Salsabila. Wanita itu tentu saja merasa malu dan hanya memberikan senyuman sekilas dan melangkah terburu ke mejanya dan menyem
Salsabila turun dari taksi online dengan tergesa, berlari kecil memasuki pelataran gedung tempatnya mengais uang untuk bertahan hidup. Oke, itu terdengar kasar. Padahal kenyataannya, Salsabila masih bisa hidup berpuluh-puluh tahun tanpa bekerja dan masih bisa berfoya-foya seandainya dia menginginkan hal tersebut. Toh, selama Alan masih hidup dan masih pemilik perusahaan, pria itu tidak akan mungkin membiarkannya melarat di jalanan. Tunjangan dari perceraiannya belum berkurang sepeser pun, belum lagi Alan tiap bulan akan mengirimkan uang dengan alasan uang bulanan untuk si kembar, belum tabungan yang diberikan kedua orang tua Alan untuk masa depan anak-anak, belum lagi dari aunty cantik si kembar, Alexa. Tiap bulan rekeningnya akan membengkak gara-gara mereka, meskipun dengan alasan untuk si kembar.Tetapi sampai kapan Salsabila harus bergantung dengan keluarga Dirgantara, Salsabila bukan siapa-siapa lagi kecuali ibu dari cucu-cucu mereka. Dan suatu saat nanti kala
“Kok Mommy tidak dicium, Daddy?”Salsabila menegang di tempat, begitupun dengan Alan, terlihat jelas dari wajahnya. Memang benar, mereka masih dekat sebagai partner menjaga si kembar seperti janjinya dahulu sebelum berpisah, tetapi untuk melakukan sesuatu yang intim, meskipun hanya sekedar kecupan, itu sudah menjadi sangat haram bagi hubungan mereka. Tetapi kedua putranya itu sepertinya masih belum mengerti akan hubungan orang tuanya, terkadang dia berceloteh dengan polosnya seperti, ‘kenapa Daddy Lan tidak tidur di kamar ini?’ dan pertanyaan yang lebih parah adalah ‘kenapa Daddy Lan tidak pernah mencium dan memeluk Mommy, padahal temanku pernah bercerita kalau orang tuanya sering melakukan hal tersebut.’Entah siapa yang mengotori otak polos kedua putranya itu, yang pasti Edward dan Erland sangat sering mendesak Alan untuk menciumnya, seperti sekarang ini. kemarin-kemarin Salsabila dan Alan berhasil berkelik, tetapi sepertinya hari ini bukan hari keberun
Seperti pagi-pagi sebelumnya, Salsabila akan kelimpungan sendiri menghadapi pagi harinya. Seperti pagi ini, Salsabila sudah sibuk bolak-balik mengecek penampilannya sendiri. Hari ini dia memilih blouse putih, celana panjang berwarna krem dan heels hitam. Oke, sempurna. Lalu, sembari berjalan, ia sedang memasang anting di telinga kanan sedangkan anting yang satu masih dipegang.Namun, sesuatu mengambil perhatiannya, oh astaga … Erland!"Erland …" teriaknya menggelegar saat mendapati anak bungsunya itu sedang memanjat lemari es yang lumayan tinggi itu.Sedangkan kembarannya, Edward tengah mengabaikan keadaan sekitarnya. Bahkan tidak menyadari kalau adiknya sedang menantang maut. Anak berumur empat tahun itu masih setia bermain lego dan sesekali terdengar anak itu bersenandung kecil mengikuti opening song serial kartun di televisi yang sedang menyala.Salsabila yang melihat Erland sama sekali tidak mendengar teriakannya segera berlari, namun nahas, s
Puluhan orang lalu lalang di sekitar Salsabila. Sebagian menuju konter-konter check-in, sebagian lagi buru-buru memasuki boarding room. Raut wajah yang Salsabila lihat berbeda-beda, ada yang bersedih dan ada pula yang bahagia. Mungkin yang bersedih itu adalah orang-orang yang sedang melakukan perpisahan, sedangkan yang berbahagia tengah akan berjumpa dengan keluarga atau seseorang yang disayanginya.Meskipun begitu, segala hingar bingar yang tercipta di sekitarnya sama sekali tidak mengusik Salsabila. Perempuan itu tengah duduk di salah satu kursi tunggu, di sampingnya ada Alexa yang tengah bercanda ria dengan kedua anak kembarnya sehingga sama sekali tidak menyadari kekalutan yang dirasakan oleh Salsabila.Salsabila terus memandangi boarding pass di tangannya, tanpa sadar dia tertawa kecil tanpa tahu apa yang sebenarnya lucu hingga patut ditertawakan.Apakah, karena hari ini adalah waktunya?Tiga tahun pernikahannya selesai dengan cara seperti in