Share

07. Perihal Tentang Anak

Obrolan mereka tidak terhenti begitu saja di situ. Setelah membahas soal Alexa, ibu Indrawan kembali membahas tentang Salsabila. Pengalihan yang begitu cepat. Sebenarnya Alan sudah jengah mendengar orang yang terus-terusan memuji Salsabila, tetapi mau bagaimana lagi wanita cerdas itu memang patut dipuji dan Alan hanya perlu berpura-pura merasa bangga karena wanita cerdas itu adalah miliknya sekarang.

"Salsabila itu hebat, Lan. Dia hebat karena bisa dengan cepat beradaptasi di lingkungan ini." Ibu Indrawan kembali mengeluarkan suara, dan tentu saja nama Salsabila yang diangkat menjadi topik perbincangan. "Jujur saja, dulu aku pikir dia akan meminta cerai darimu tidak lama setelah kalian menikah. Dari gadis yatim piatu di panti asuhan tiba-tiba jadi menantu keluarga Dirgantara. Aku yakin dia kaget dan tak terbiasa menghadapi dunia barunya. Tetapi siapa sangka dia masih bertahan, sampai di umur pernikahan kalian yang ke tiga. Aku salut dengannya," puji ibu Indrawan akan kegigihan dari seorang Salsabila menjadi seorang istri seorang Alan Dirgantara.

Dari kejauhan Alan menatap wanita itu. Sembari telinganya masih mendengar jelas celotehan-celotehan dari Ibu Indrawan yang terus menyebut nama istrinya. Dari sini, ia bisa melihat Salsabila terlihat fokus mendengarkan cerita pak Indrawan, sesekali terlihat dia tertawa. Salsabila memang seperti itu, mudah sekali tersenyum dan tertawa. Tetapi perlu di garis bawahi, wanita itu memang sering tersenyum atau tertawa kepada orang lain, kecuali kepada dirinya. Saat hanya ada dirinya berdua, wanita itu berubah drastis. Suasana akan berubah menjadi kikuk dan tidak nyaman. Alan sebenarnya tahu apa yang mendasari hal itu. Ah, sudahlah. Alan tidak ingin lebih merasa bersalah dari yang seharusnya.

Untungnya pembicaraan itu usai saat Salsabila kembali. Dia nampak lelah berdansa cukup lama. Melihat hal itu, Alan menyodorkan segelas fruit punch untuk mengusir dahaga yang langsung diterima oleh Salsabila.

"Sudah aku duga, setelah Salsabila pasti dia akan mengincar Sena," cibir Ibu Indrawan ketika suaminya itu sudah beralih dan kembali berdansa dengan wanita muda lainnya.

Salsabila dan Alan tertawa bersamaan, melihat ibu Indrawan yang pura-pura marah dan cemburu.

Tetapi sepertinya Ibu Indrawan sama sekali tidak tenang jika tidak Mengajak Salsabila mengobrol.

“Jadi bagaimana, sampai kapan kalian menikmati waktu berdua saja? Punya tambahan anak dalam keluarga seru loh,” kata ibu Indrawan.

Mendadak Salsabila tercekat, dan secara otomatis menoleh ke arah Alan yang juga tampak pias mendengar perkataan dari ibu Indrawan itu. Ternyata pengalihan yang dilakukan oleh Alan sebelumnya tentang keturunan, bagi ibu Indrawan belum selesai jika tidak ditanyakan juga pada istrinya itu.

“Eh itu ....” Tiba-tiba Salsabila diserang rasa panik, ia tidak tahu jawaban apa yang harus dilontarkannya pada ibu Indrawan perihal tentang anak. “K—kami juga sedang mengusahakannya, Ibu,” ucap Salsabila pada akhirnya.

Alan segera mendekat ke arahnya dan merangkulnya. “Iya, kami sedang mengusahakannya tentu saja.”

“Tetapi kalian tidak sedang menunda, bukan? Tiga tahun adalah waktu yang cukup lama. Maaf, kalau Ibu membicarakan hal yang sesensitif ini.”

Alan dan Salsabila mengangguk secara bersamaan, dan mendadak terkekeh dengan suara tawa yang terdengar sumbang. “I—iya, kami sedang tidak menunda. Hanya belum dipercayakan saja sama Tuhan, Ibu.”

Lucu, bukan? Saat orang-orang kini sudah mulai mempertanyakan perihal tentang anak. Ini bukan pertama kalinya Salsabila mendengar obrolan tentang keturunan pada dirinya dan Alan. Seakan-akan di dalam pernikahan tidak akan pernah sah jika tanpa adanya keturunan. Tetapi bukankah memang begitu? Orang menikah karena ingin menghasilkan keturunan?

Tetapi berbeda dengan Alan dan Salsabila. Tentu saja mereka punya alasan lain, Alan yang tidak ingin didesak terus-menerus untuk menikah oleh orang tuanya. Dan Salsabila sendiri harus membalas jasa Bunda Fani kepadanya yang sudah mengurusnya selama ini di panti asuhan. Juga untuk ibu Rena yang sudah begitu baik padanya.

Dan jawaban yang Salsabila lontarkan hanya seperti itu. Memang dalam pernikahan yang sudah bertahun-tahun dan belum memiliki keturunan, pihak perempuan-lah yang selalu terkucilkan. Salsabila sudah terlalu sering mendapatkan tatapan-tatapan tidak mengenakkan jika sudah membahas tentang anak. Terkadang ada yang menatapnya terang-terangan dan menunjukkan sifat buruknya, bahkan ada yang hanya sekedar berbasa-basi sekedar menyindirnya saja.

Hanya saja, memangnya ini salah Salsabila? Salahnya karena di usia pernikahan yang ketiga ini ia belum juga punya anak? Tetapi mau bagaimana lagi, menghasilkan anak itu harus ada campur tangan satu sama lain, antara suami dan istri. Kalau dalam kasus Alan dan Salsabila, mustahil itu terjadi.

“Sekali-kali kalian harus kembali berbulan madu, menikmati guality time berdua. Mengenang masa-masa awal pernikahan kalian, biar cinta kalian selalu terikat dan bersemi. Bulan madu itu tidak hanya dilakukan pada awal pernikahan saja, tetapi setiap waktu.”

Kedua pasangan itu hanya mengangguk-angguk, tanpa sedikit pun menjawab kalimat tersebut.

“Baiklah, kalau begitu aku pamit menyapa tamu-tamu yang lain, ya! Maaf kalau banyak membahas hal yang sensitif. Tetapi coba ikuti saranku, bulan madu adalah pilihan yang tepat.”

Baru setelah ibu Indrawan berlalu dari tempatnya, saat itulah Salsabila baru bisa menghirup napas sepuasnya.

"Pak Indrawan bilang apa saja? Apa kamu dirayu?" tanya Alan menodong pertanyaan kepada Salsabila setelah ibu Indrawan berlalu untuk menyapa para tamu yang hadir.

Alan saat ini sama sekali tak berniat membahas kembali obrolan bersama ibu Indrawan sebelumnya tentang perihal anak, dan mengalihkan ke yang lainnya.

Salsabila mengangguk. "Sudah biasa."

Alan tersenyum seolah memahami isi pembicaraan pak Indrawan dan Salsabila. Tidak lama kemudian pesta usai. Bersama dengan para undangan yang lain, Salsabila dan Alan juga berderap meninggalkan gedung tersebut karena pesta telah usai.

"Seharusnya Mas Alan memberitahuku kalau ini adalah pesta ulang tahun. Dengan begitu aku bisa menyiapkan kado untuk pak Indrawan." Salsabila kembali membuka suara saat mereka sedang berjalan beriringan keluar dari gedung tersebut.

"Kamu berdansa dengannya saja dia sudah senang, Sa. Lagian aku sudah menyiapkan hadiah atas nama kita berdua, itu sudah cukup."

Alan memberikan penghiburan untuk Salsabila, agar wanita itu tidak perlu merasa bersalah karena datang ke sebuah pesta ulang tahun tanpa kado.

Salsabila tersenyum kecil, lalu kembali mengikuti langkah suaminya keluar dari gedung tersebut.

"Kamu tidak pulang sama aku saja, Sa?" tawar Alan. Bukankah dia harus berperan menjadi suami yang gentleman, mengajak sang istri untuk pulang bersama.

Salsabila menggeleng. "Aku harus kembali ke kantor, Mas. Masih ada urusan."

Urusan apa lagi yang kau maksud itu, Sa. Padahal ini sudah malam?

Alih-alih melontarkan pertanyaan itu, Alan malah mencoba menebak urusan yang di maksud oleh istrinya itu.

"Mengurus brand baru?"

"Ya, Mas."

"Aku sudah dengar berita line baru itu. Selamat, Sa."

Salsabila tersenyum kemudian berlalu menuju mobilnya sendiri yang datang lebih dahulu dari mobil Alan.

"Sa," panggil Alan kembali sebelum Salsabila memasuki mobilnya.

Panggilan itu membuat Salsabila menghentikan kegiatannya lalu menoleh. "Iya, Mas Alan?"

"Hati-hati."

Salsabila cuma membalas dengan senyuman kecil. Mobilnya kemudian bergerak meninggalkan gedung itu.

Salsabila memang sudah berubah dari tiga tahun yang lalu dan bukan lagi perempuan yang menye-menye yang hanya pasrah dengan kehidupannya. Salsabila bukan lagi Salsa yang dahulu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status